Saya tertarik untuk berkomentar mengenai perbukuan di Indonesia, setelah membaca artikel pak Bambang Trim yang bertajuk "Sedih dan Gembira Dunia Buku Indonesia". Mau tidak mau, suka tidak suka perkembangan teknologi akhirnya juga berdampak pada industri ini. Perilaku pembaca buku mungkin sudah bergeser dari yang dulu membaca buku tercetak menjadi baca buku digital.
Pengalaman Pribadi Sebagai Pembaca
Saya pribadi sudah jarang sekali membeli buku secara cetak. Saya biasa membeli buku versi digital melalui media Google Playbook. Saya beli buku-buku di sana tanpa perlu menggunakan kartu debit maupun kartu kredit. Cukup dengan potong pulsa operator atau tagih ke no hp pasca bayar saya.
Kelebihannya adalah saya bisa membaca kapan saja dan dimana saja tanpa harus terbeban berat buku. Ada banyak sekali buku yang bisa saya simpan dalam smartphone saya. Kalau saya sedang bosan membaca novel, saya bisa bergantu membaca buku fiksi tentang perbankan misalnya.
Kalau di layar smartphone dirasa kurang lebar, saya bisa membacanya via browser di laptop saya. Kalau buku itu berbahasa asing, saya bisa dengan mudah menterjemahkan kata-kata asing dengan fitur google translate. Tidakkah itu memberi pengalaman yang jauh berbeda dengan membaca buku secara cetak?
Selain itu harganya juga lebih miring, karena penerbit tidak ada biaya cetak. Selain itu kalau menjual di toko buku kadang penerbit tertentu harus bayar sewa untuk menempatkan buku-buku mereka di toko buku. Jadi wajar bila menjual buku secara digital harganya bisa lebih murah.
Contohnya seperti buku Naked Traveller karya Trinity yang dibahas di artikel pak Bambang Trim. Saya beli buku itu sekitar 30 ribuan saja. Kalau harus beli versi cetak harganya diatas Rp 50.000 belum termasuk parkir di toko buku atau ongkir kalau dikirim via kurir.
Termasuk dalam hal membaca majalah, saya biasanya gunakan aplikasi Gramedia Digital. Disana tersedia banyak sekali majalah. Kita bisa beli majalah secara eceran, maupun berlanggan premium member. Perbedaannya adalah jika jadi premium member kita bisa baca banyak majalah tanpa harus beli satu per satu sepanjang masih aktif sebagai premium member.
Jadi didalam smartphone saya ada buku dan majalah yang jumlahnya sangat banyak. Saya bebas memilih untuk membaca tanpa repot membawa-bawa buku atau majalah secara fisik. Diseluruh Indonesia entah sudah berapa banyak orang yang serupa dengan saya.
Bersaing Dengan Penerbit Indie
Penerbit besar sekarang menghadapi persaingan dengan penerbit indie. Terutama dibidang non fiksi seperti cerpen dan novel. Ada banyak penerbit kecil yang siap membantu penulis untuk menerbitkan naskah secara indie.