Kasus yang belakangan menjadi viral, yaitu gugatan seorang penumpang kepada maskapai Garuda Indonesia layak untuk kita pelajari dan ambil hikmahnya. Gugatan yang dilayangkan jumlahnya tidak main-main, B.R.A Kosmariam Djatikusomo menggugat PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) sebesar Rp 11,25 miliar (sumber).
Kalau saja gugatan ini dimenangkan oleh Kosmariam, tentu saja ini akan semakin memberatkan keuangan Garuda Indonesia. Apalagi belakangan kita ketahui bahwa tahun lalu Garuda Indonesia belum berhasil mencetak laba. Pada tahun 2017, Garuda menderita kerugian bersih sebesar 213,4 juta dollar AS. Angka tersebut menurun dibandingkan laba bersih yang dileroleh Garuda pada tahun 2016 sebesar 9,36 juta dollar AS (sumber).
Risiko operasional
Kasus di atas adalah bagian dari risiko operasional. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal.
Risiko ini diakibatkan oleh tidak adanya atau tidak berfungsinya prosedur kerja, kesalahan manusia, kegagalan sistem dan/adanya kejadian-kejadian eksternal yang memengaruhi operasional perusahaan.
Berikut adalah keterangan dari kuasa hukum penggugat:
"Kami menilai pramugari Garuda lalai, karena para pramugari yang menyediakan makanan sedang ngobrol satu sama lain, sehingga menumpahkan air panas," katanya.
Berdasarkan keterangan tadi jelas, bahwa kejadian risiko operasional ini disebabkan oleh faktor kesalahan manusia.
Apakah ada kesalahan dalam melaksanakan prosedur kerja? Tentunya kita harus bertanya pada Garuda Indonesia.
Apakah "ngobrol" pada saat menyajikan makanan dan minuman kepada penumpang itu sudah diatur dalam SOP layanan mereka? Apabila sudah diatur, apakah diperbolehkan?
Jika tidak diperbolehkan, maka jelas bahwa ini adalah risiko operational yang juga disebabkan oleh tidak berfungsinya prosedur kerja.
Risiko pasar