Dalam salah satu ayat, Allah menganjurkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka (QS. At-Tahrim: 6). Ada beberapa catatan terkait ayat ini. Pertama, anjuran untuk menjaga. Menjaga di sini dapat dipahami dari dua sudut pandang, menjaga secara fisik, dan menjaga secara mental. Menjaga secara fisik adalah mengamankan diri dan keluarga dari berbagai ancaman dan bahaya.
Ancaman fisik ini merupakan wujud naara (neraka) di dunia. Untuk itu sebagai kepala rumah tangga kita harus menciptakan kenyamanan bagi keluarga kita agar mereka tidak berada dalam kepungan neraka dunia. Contoh, selama masa pandemi covid-19, kita menganjurkan anak agar tidak jauh bermain-main keluar rumah, menjaga kebersihan, memakan makanan sehat dan bergizi, serta istirahat yang cukup. Tujuannya adalah agar tidak tekena virus korona sebagai bahaya (neraka) bagi kita dan anak-anak. Untuk itu kita perlu melindunginya.
Selain itu, secara lahiriyah, orangtua harus mampu berusaha menghadirkan kenyamanan bagi anak. Menyiapkan tempat tinggal yang nyaman walaupun sederhana, pakaian yang layak, makanan yang bergizi, dan berusaha memenuhi kebutuhan materi lainnya agar anak-anak kita tidak merasakan neraka (kesengsaraan) selama hidup di dunia. betapa banyak orangtua yang hanya mampu membuat anak, tapi tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan anak. Bahkan banyak yang menelantarkan anaknya.
Kedua, menjaga diri dan keluarga secara psikis bermakna mendidik, membimbing, dan menggiring keluarga kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Maka menjaga dalam hal ini harus diwujudkan melalui sistem pendidikan keluarga yang terencana, sistematis, dan konsisten dalam melaksanakannya. Orangtua (bapak) harus mendidik istri dan anaknya agar dekat dengan agama sehingga berbicara, bersikap, dan berperilaku sesuai tuntunan agama.
Selain itu, bekali pula keluarga, terutama anak-anak kita dengan beragam pengetahuan, skill sesuai dengan bakat dan minat mereka dengan tetap melandasinya dengan nilai dan sentuhan agama. Maka qu anfusakum secara psikis hakikatnya adalah mengisi otak dan hati mereka dengan pengetahuan dan nilai-nilai kebajikan sehingga mampu mengantarkan mereka pada hidup yang cerdas sekaligus religius.
Ketika nilai-nilai kebaikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari anak-anak kita, itu artinya orangtua telah berupaya menghindarkan dan menjaga anak-anak dari api neraka yang sesungguhnya. Maka siapa yang membiarkan keluarga (terutama anak-anaknya, tidak mendidik mereka, tidak pernah mengajaknya shalat, puasa, dan perintah agama lainnya), itu artinya dia membiarkan diri dan keluarganya terseret ke lembah berbahaya yang bernama neraka.
Di sekitar kita, banyak orangtua yang tidak peduli terhadap ancaman psikis bagi anak-anaknya. Apa itu ancaman psikis? Nilai-nilai yang tidak sesuai dengan tuntunan agama dan budaya kita, dibiarkan tumbuh dan berkembang menyelinap dan menyatu ke dalam jiwa anak.
Akibatnya muncul perilaku penyimpangan, pergaulan bebas, narkoba, jauh dari agama, dan perilaku penyimpangan lainnya. Ini semua akan menjerumuskannya pada neraka dunia dan neraka sesungguhnya.
Mari lindungi anak kita dari berbagai bahaya secara fisik. Dan yang terpenting jaga (didiklah) anak-anak kita agar mengetahui siapa Tuhannya, Rasulnya, dan Kitab Sucinya. Agar mereka hidup bukan sekedar makan dan menghabiskan usia, tapi betul-betul mampu mengabdi setulus hati, dan bermanfaat bagi diri, keluarga, agama, maupun negara. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H