Mohon tunggu...
Johansyah M
Johansyah M Mohon Tunggu... Administrasi - Penjelajah

Aku Pelupa, Maka Aku Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perusak atau Pelaku Perubahan?

27 Februari 2018   15:43 Diperbarui: 27 Februari 2018   16:03 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua kata ini; mushlih (pelaku perbaikan) dan mufsid (perusak) adalah antonim yang disandingkan dalam al-Qur'an untuk menggambarkan dua karakter yang berbeda. Yang satu berusaha untuk selalu memperbaiki, mereformasi, membangun, demi terciptanya kemaslahatan. Sedangkan yang satunya lagi berusaha merusak, baik yang bersifat fisik maupun psikis.

Dalam surah al-Baqarah diceritakan; Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan". Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar(QS. Al-Baqarah: 11-12).

Orang yang membuat kerusakan sebagaimana digambarkan dalam ayat ini, berkaitan dengan sebelumnya, yaitu orang-orang yang rusak secara akidah dan akhlak. Mereka mengaku beriman, tapi ternyata kafir. Hati mereka diliputi penyakit keras hati yang tertutup sehingga sulit menerima kebenaran dalam bentuk apa pun. akhlak mereka buruk, hanya memikirkan keuntungan bagi diri sendiri, sementara tidak memperdulikan orang lain.

Dapat dikatakan bahwa rusak dalam konteks ini adalah merusak mental. Produk kerjanya semua bermuara kepada hal-hal yang mudharat. Seperti perilaku korupsi, hanya memikirkan keuntungan pribadi, tanpa pernah memikirkan dan merasa bersalah ketika dia mengambil hak orang lain. Untuk hal-hal kecil, barangkali contohnya adalah perilaku iseng merusak fasilitas-fasilitas masjid, seperti timba atau gayung dipecahkan dengan sengaja. Tidak ada keinginan untuk meraat dan menjaganya.

Perilaku merusak yang lebih besar adalah merusak lingkungan. Seperti tergambar dalam surah Ar-Rum ayat 41 bahwa telah tampak kerusakan di daratan dan lautan, akibat ulah jahil manusia. Di kalangan masyarakat, membuang sampah sembarangan sehingga menyebabkan banjir, itu adalah perilaku merusak. Di kalangan orang besar, membangun perusahaan dan berdampak negatif pada kesehatan lingkungan, itu adalah perilaku merusak.

Semoga kita menjadi mushlih (pelaku perubahan ke arah kebaikan), bukan menjadi mufsid (perusak). Menjadi mushlih memang banyak tantangan, tapi memang itulah tugas yang harus diemban sebagai khalifah dengan keberanian dan kesabaran. Tidak perlu berpikir hal yang besar dalam melakukan perubahan dan perbaikan.

Jika kita mampu mengarahkan diri dan keluarga saja untuk hidup teratur, menjaga kebersihan lingkungan, menegakkan perilaku jujur dan tanggung jawab, maka sesungguhnya itu telah cukup bagi kita untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Semoga bermanfaat. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun