Keputusan itu segera menjadi sorotan publik. Sangat ringannya denda yang dijatuhkan Komdis PSSI terhadap PSS Sleman membuat orang terperangah.
Pengamat sepakbola, yang juga founder Freedom Istitute, Budi Setiawan sejak awal sudah pesimis atas sikap lembek Komdis PSSI. Ia bahkan pesimis Komdis akan memberikan hukuman sepantasnya bagi pelaku match fixing.
"Sebenarnya saya sudah agak malas berbicara tentang status hukum PSS Sleman. Â Komdis PSSI terkesan melindungi pihak tertentu dan tidak menunjukkan keseriusan terhadap kasus ini," kata Budi Setiawan.
Ia juga menilai Komdis PSSI tidak akan menghukum PSS Sleman dengan segala argumentasi. Kalau pun ada hukuman, hanya sebatas potong poin dan itu pun tidak signifikan. Tidak sampai 12 poin.
Kini, setelah keluarnya sanksi Komdis PSSI terhadap PSS Sleman, Budi Setiawan menilai hal itu bukan hanya berdampak buruk terhadap janji kampanye Ketua Umum PSSI Erick Thohir yang menginginkan sepakbola bersih dan penegakan disiplin, tetapi membunuh penegakan hukum sepakbola.
"Putusan Komdis PSSI ini sama saja mempermalukan Erick Thohir. Saya pikir agar komitmen Erick Thohir ini clear dan tidak dianggap lips service, ya jangan ragu mereformasi Komdis PSSI yang sudah jelas-jelas mempermainkan aturan," ujarnya.
Sedangkan Koordinator Save Our Soccer (SOS),Akmal Marhali menilai itu sebuah keputusan yang aneh. Apalagi secara hukum kasus ini sudah de facto di lapangan. Sudah ada penangkapan terhadap lebih dari tujuh orang.
Menurut Akmal yang juga anggota Satgas Antimafia Sepakbola Independen,putusan Komdis itu menyalahi regulasi dan kode disiplin PSSI. Di Pasal 64 ayat 5 Kode Disiplin disebutkan, hukuman terhadap tim yang melakukan pengaturan skor secara sistematis adalah degradasi.
Lebih Rendah
Keheranan publik makin bertambah saat keputusan Komdis PSSI itu lebih dulu muncul di sosial media, bukannya di laman resmi PSSI. Seperti pada akun Instagram @pengamatsepakbola dan akun Twitter mantan CEO PT Putra Sleman Sembada (PT PSS), Viola Kurniawati.