Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Perbaikan Lapangan Jangan Lupakan Sinkronisasi Jadwal Sekolah dan Latihan Sepak Bola

23 Juni 2024   02:58 Diperbarui: 24 Juni 2024   15:31 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SSB Bintang Ragunan, Jakarta Selatan sedang berlatih (Foto: Dok.Bintang Ragunan)

Besarnya potensi sepak bola Indonesia sudah diakui oleh banyak pihak. Potensi yang harus digali dan dilatih sejak usia dini.

Seperti pernah disampaikan oleh legenda Inggris, Michael Owen dalam acara Virtual Conference Indonesia Youth Football Development (IYFD) yang digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), 4 November 2020, potensi yang ada di Indonesia itu luar biasa. Antusias dan gairah yang besar.

Jika ingin serius harus memperkenalkan sepak bola sejak usia dini kepada anak-anak.

Baca juga: Menanti Nyali PSSI

Untuk menjadi pesepak bola profesional harus memiliki sikap atau kepercayaan diri yang harus ditanamkan sejak usia dini.

"Selain kemampuan, harus sejak usia dini dianggap bahwa bermain bola bukan dianggap sekedar hobi tapi juga sebagai hidup anda dan profesional."

"Hasrat untuk menjadi pesepak bola harus ada, bermain bola, berkompetisi, menghadapi tantangan harus benar-benar muncul dari dalam diri anda. Itu yang akan menentukan anda jika ingin menjadi pesepak bola profesional," tegas mantan pemain andalan Liverpool itu.

Potensi sepak bola juga pernah disampaikan oleh mantan Direktur Football Development PSSI, Pieter Huistra pada 2014. Ia menjabat selama setahun di PSSI.

Meski begitu ia menilai pembinaan usia muda di Indonesia masih sangat bermasalah. Salah satu permasalahannya yaitu adalah terhambatnya pembangunan infrastruktur.

Huistra yang membawa Borneo FC di peringkat pertama Regular Serie Liga 1 2023/2024 saat itu bertugas untuk menginvestigasi dan mencari tahu apa yang salah dengan sepak bola Indonesia.

Mantan pemain FC Groningen itu menilai pembinaan usia muda sangat penting dibangun untuk dapat menciptakan tim nasional yang kuat di masa depan. Akan tetapi, dia menyoroti satu hal yang menjadi penghambat yaitu masalah infrastruktur.

"Saya terkejut dengan fasilitas yang ada di sini. Lapangan sepak bola yang ada di sini sangat buruk. Dan beberapa lapangan yang bisa disewa dengan harga mahal. Dua hal inilah penyebab pembinaan usia muda tidak berkembang," ujarnya pada 2014.

Ia berpendapat semua masalah bisa diperbaiki jika PSSI dan pemerintah mau bekerja sama untuk membangun infrastruktur.

Lambat

Sebenarnya, pembinaan usia muda dan infrastruktur sudah memiliki payung hukum yang kuat lewat Instruksi Presiden No 3 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional.

Sayangnya Inpres yang ditetapkan pada 25 Januari 2019 oleh Kemenpora dan PSSI lambat menerapkannya. Bahkan dinilai sangat terlambat.

Siswa SSB Bintang Ragunan, Jakarta Selatan sedang berlatih (Foto: Dok.Bintang Ragunan)
Siswa SSB Bintang Ragunan, Jakarta Selatan sedang berlatih (Foto: Dok.Bintang Ragunan)

Semisal soal sosialisasi, sesuatu yang sangat mudah dilakukan.

Kementerian Pemuda dan Olahraga bersama PSSI menggelar acara Sosialisasi Inpres No 3 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional di Surabaya, awal Juni 2021.

Langkah itu dinilai sangat terlambat, dilakukan dua setengah tahun setelah Inpres itu diteken. Menimbulkan pertanyaan publik tentang apa yang dilakukan PSSI dan Kemenpora selama ini.

Di tengah sikap lambat itu, muncul harapan pada langkah yang akan dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang akan merevisi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012.

"PSSI dan Kemendagri akan membentuk tim bagaimana menyelaraskan daripada Permendagri No. 22 Tahun 2011 untuk bisa direvisi. Dimana isinya pendanaan pemerintah daerah bisa dilakukan untuk kompetisi sekolah dan pertandingan sepak bola amatir," ujar Erick Thohir saat berbicara kepada wartawan di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Senin, 10 Juni 2024.

Erick sebelumnya mengatakan Presiden Joko Widodo sudah meminta Kemendagri untuk merevisi aturan tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa untuk mengalokasikan dana akses perbaikan lapangan sepak bola di desa-desa.

Pernyataan Erick selaras dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Kurniawan saat berbicara di Kongres PSSI, 10 Juni 2024 di hotel yang sama.

Menurut Tito, Kemendagri saat ini sedang menyiapkan Surat Edaran tentang dukungan pendanaan dari APBD untuk pelaksanaan kompetisi Liga 3.

Terdapat tiga poin dari draft SE itu. Pertama, menyediakan dan mengalokasikan dalam APBD sesuai dengan kewenangan daerah berdasarkan kemampuan keuangan daerah masing-masing. Dana dari APBD itu untuk pembangunan sarana dan prasarana sepak bola sesuai dengan standar internasional, dan training center sepak bola di wilayah masing-masing.

Kedua, memberikan kemudahan atau insentif dalam penggunaan sarana dan prasarana sepak bola kepada pemerintah daerah yang melaksanakan pertandingan Liga 3 di wilayahnya.

Ketiga, memberikan dukungan pendanaan dalam APBD untuk pelaksanaan Liga 3 dan menyediakan alokasi anggaran untuk pembinaan, kompetisi amatir, kompetisi kelompok umur sepak bola elit (unggulan) sesuai dengan kewenangan dan kemampuan keuangan daerah masing-masing.

"Langkah Kemendagri ini menggembirakan. Memberi ruang lebih luas bagi para pemain usia dini dan muda," ujar Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Barat, Tommy Apriantono.

Pada sisi lain, lanjut Tommy, Pemerintah Daerah (Pemda) sudah saatnya lebih kreatif untuk meningkatkan sarana dan prasarana sepak bola di masing-masing daerah. Tidak sekedar memoles atau melakukan pemeliharaan sekedarnya karena rutinitas seperti biasanya, tapi juga meningkatkannya.

Jika terkendala dengan keterbatasan dana, bisa dilakukan peningkatan sarana dan prasarana lewat kerjasama dengan swasta. Hal ini sudah dilakukan di beberapa daerah dengan system Build Operate Transfer (BOT). Pemda tetap sebagai pemilik lahan, dan investor membangun dan membiayai untuk mendirikan fasilitas baru.

Sinkronisasi

Sedangkan dalam pandangan Pembina SSB Bintang Ragunan,Teuku Chairul Wisal, rencana Pembangunan sarana dan prasarana itu diikuti dengan pemberian porsi pemakaian bagi SSB Usia Dini dan sekolah dari Tingkat SD hingga SMA/SMK.

"Selain perbaikan kualitas semua lapangan sepak bola milik Pemda, perlu diberikan porsi pemakaian 60-70% SSB Usia Dini, dan sekolah dari level SD hingga SMA/SMK," ujarnya.

 ASBWI bersama Asprov PSSI Jateng menggelar festival sepak bola wanita usia dini di Demak pada 11 Maret 2023 (Foto : Istimewa)
 ASBWI bersama Asprov PSSI Jateng menggelar festival sepak bola wanita usia dini di Demak pada 11 Maret 2023 (Foto : Istimewa)

Hal lain yang diusulkannya adalah adanya jadwal khusus Sabtu dan Minggu penuh untuk festival-festival Usia Dini setiap 3 Bulan sekali.

Selain, yang tak kalah pentingnya adalah adanya penjadwalan satu hari khusus, misalnya Sabtu selama 4-6 jam untuk latihan tim U11-12, U13-14, U15-16 yang berisikan para pemain pilihan di daerahnya.

Tim pilihan itu dilatih oleh pelatih berkualitas, berpengalaman dan pernah bermain di Liga1 atau Timnas Senior.

Kemudian, lanjutnya, dibuatkan event bagi tim-tim tersebut dalam skala provinsi (antar kabupaten/kota di provinsi tersebut). Nantinya, setiap tahun diadakan event nasional Piala Mendagri yang diikuti oleh 38 provinsi.

PSSI bisa memantau pemain-pemain usia muda berbakat di event tersebut.

Sebagai Pembina SSB, Chairul juga menyampaikan hal urgen yang harus menjadi perhatian yakni sinkronisasi jadwal sekolah dengan waktu anak-anak usia dini berlatih.

"Mereka rata-rata baru pulang jam 14-15.00 setiap hari. Terlalu lelah untuk melanjutkan latihan sepak bola. Kalau Mendiknas bisa efisienkan waktu belajar hanya sampai jam 12 atau paling lama jam 13.00 siang."

"Pasti anak2 usia sekolah dan usia dini akan lebih gairah lagi dengan latihan sepak bolanya. Saat ini, itu hambatan utama yg perlu dicarikan solusi oleh Federasi dan Mendiknas."

"Sayang banyak anak-anak berbakat yang akhirnya berhenti atau malas latihan karena terlalu sibuk dan lelah dengan tumpukan tugas sekolah," tegas Chairul.

Tinggal dinanti, seperti apa aksi nyata dari para kepala daerah, dinas pendidikan dan Dispora mengimplementasikan kemauan baik Kemendagri. Apakah mereka sungguh-sungguh ingin munculnya pemain-pemain muda terbaik dari daerahnya, agar tim nasional tak kekurangan talenta, ataukah cukup dengan sekedar tambal sulam seperti selama ini.

Tak lupa juga peran berbagai lembaga dan media untuk mengawasi kucuran dana APBD bagi sepak bola di berbagai daerah. Jangan sampai kebijakan positif itu menjadi celah untuk dikorupsi, seperti yang terjadi saat APBD diijinkan untuk klub professional sebelum dihentikan lewat Permendagri No.22 tahun 2011.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi, dalam sebuah diskusi tentang Politisasi Sepak bola, 22 Januari 2011 mengatakan, setiap tahunnya klub sepak bola menghabisi Rp 720 miliar dana APBD.

Angka itu dengan asumsi setiap klub Liga Super Indonesia (kini Liga 1) mendapat kucuran Rp 20 miliar, dan klub Divisi Utama (kini Liga 2) Rp 10 miliar. Padahal dana sebesar itu akan jauh lebih bermanfaat bila digunakan untuk membiayai program peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sekali lagi, kemauan baik itu harus diawasi dan dijaga sepenuh hati. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun