Namun kita mengalami kekalahan dua kali beruntun. Di semifinal harus menyerah 2-0 dari Uzbekistan yang memang satu kelas di atas kita. Lalu diperebutan juara ketiga kalah 1-2 dari Irak.
Sepatutnya doa-doa tetap terus mengiringi langkah Garuda Muda atas dua kekalahan itu. Doa untuk lebih sabar, mengembalikan mental yang terpuruk dan membuka satu pintu lagi di Paris.
Namun, kita harus menghadapi kenyataan banyak cacian yang terlontar atas dua kekalahan beruntun itu. Beberapa pemain seperti Marselino Ferdinan dipojokkan karena dianggap egois saat melawan Irak.
Sebagian dari kita seolah lupa kontribusi Marselino sejak babak penyisihan. Lupa bagaimana ia memberi assist yang membuahkan gol indah oleh Witan Sulaiman. Lupa ia juga mengerek nama Indonesia dengan gol indahnya saat menghadapi Yordania.
Marselino juga menjadi pemain tersubur dengan dua gol bersama Rafael Struick dan Komang Teguh.
Lebih dari itu, kita seolah lupa bagaimana kita mengelu-elukan mereka karena mencetak sejarah dengan maju ke semifinal. Apakah setelah itu, segala pujian dan pujaan begitu cepat menjadi makian?.
Bukan Berlibur
Kekalahan dari Uzbekistan dan Irak bukan hal yang perlu disesali. Keduanya punya kualitas di atas kita.
Ranking Indonesia adalah 134, jauh di bawah Uzbekistan yang menempati urutan ke-63. Sedangkan Irak di urutan 58.
Sebelumnya kita sudah menumbangkan Australia yang punya ranking 25, Korea (23) dan Yordania (70),