Selamat malam, kang Joko Pinurbo
Baru sekarang bisa membalas suratmu untukku. Surat yang kau tulis di kata pengantar untuk buku puisiku yang pertama "Di Lengkung Alis Matamu". Surat bertajuk "Surat Malam Untuk Yo" itu kau tulis pada 6 November 2006.
Ada sedikit salah cetak pada buku itu. Â Namun jelas itu tak seberapa artinya dibandingkan dengan salah cetak dalam hidup. Salah cetak yang sudah coba kita perbaiki satu demi satu, perlahan dan kadang terkesan lembat tapi tetap kita perjuangkan.
Seperti kau katakan saat berbicara dalam peluncuran buku itu, 25 November 2008 (tanggal yang sengaja kupilih karena bertepatan dengan ulangtahun ibuku), "Jangankan di buku, kadang hidup kita juga sering salah cetak."
Kita sering berkirim kabar. Menjemputmu di Gambir saat hendak tampil di Sastra Reboan, di Raminten saat mengajakmu ngopi dan tentu saja ngudud (merokok), atau saat dirimu datang saat kuundang untuk menyaksikan sastrawan yang tergabung di e-Sastera Malaysia.
Tapi kita tak pernah berbicara tentang puisi. Apalah artinya diri ini, lelaki yang tertatih mencari remahan kata-kata, dibandingkan dirimu yang sudah mengibarkan celana ke segala arah. Menanggalkannya di jendela dan sudut-sudut hati.
Kita lebih sering berbagi cerita tentang keluarga, tentang perempuan yang terperangkap puisi, dan perempuan itu pun menjerat kita. Juga bersama menertawakan kehidupan dan hidup, seperti tentang penyair yang tak jarang terantuk kebutuhan sehari-hari. Ah, bukankah kita juga mengalaminya, bagian dari mereka juga, dengan kegagapan yang sama?. Â
Ada saat kita berbincang bersama beberapa teman penyair, saat engkau menginap di rumahku. Ada Dedy Tri Riyadi, TS Pinang, Cak Bono dan Gita Pratama.
Tapi kita tak bersedih saat terantuk berbagai masalah. Kita menjadi lebih kuat, dan tak memucat menghadapi hari esok yang sering masih entah.