Antonius Rumadi dalam kasus pengaturan hasil pertandingan (match fixing), akankah mempercepat pengungkapan kasus yang terjadi pada kompetisi Liga 2 2018?.
Bertambahnya satu tersangka, yakni mantan Direktur Operasional PT Putra Sleman Sembada (PT PSS),Rumadi ditahan dan menjadi tersangka karena diduga memberikan perintah untuk melakukan penyuapan agar skor pertandingan dapat diatur dalam pertandingan Liga 2 2018 antara PSS Sleman dan Madura FC.
Pertandingan itu berlangsung pada babak 8 besar Liga 2 2018 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, 6 November 2018. Dalam laga itu, ada beberapa kejanggalan. Salah satunya adalah kasus yang dikenal dengan sebutan 'gol offside 2 kilometer'.
PSS Sleman kemudian berhasil menjadi juara Liga 2 2028, meraih promosi untuk berlaga di Liga 1 2019, dan saat ini masih bertahan di kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Atas kasus tersebut, mengacu pada pasal 64 tentang korupsi poin 1 dan 5 Kode Disiplin PSSI 2023, klub-klub yang diduga terlibat terancam degradasi.
Sebelumnya sudah 7 tersangka (semestinya 8, namun satu tersangka, Gregorius Andy Setyo belum berhasil ditangkap dan masuk DPO) yang ditetapkan dan diserahkan ke Kejari Sleman.
Para tersangka tersebut Vigit Waluyo, Kartiko Mustikaningtyas, Dewanto Rahadmoyo Nugroho yang merupakan pihak pemberi suap. Kemudian, ada juga nama Khairuddin, Reza Pahlevi, Agung Setiawan, dan Ratawi selaku penerima suap dari pihak wasit.
Adanya tersangka, salah satunya Dewanto yang menjadi Asisten Manajer PSS Sleman tahun 2018, CEO PT PSS, Gusti Randa menegaskan kasus dugaan match fixing itu tidak ada kaitannya dengan manajemen saat ini. Selain itu, kasusnya perlu dibuktikan di pengadilan.
"Yang pertama nggak ada kaitannya dengan manajemen saat ini," ujar Gusti Randa saat dihubungi wartawan, 21 Desember 2023.
"Itu kan 2018 ya. Nah waktu itu kan diduga, ada tersangkanya dan masih diduga. Manajemen nggak ada komentar soal ini, kan pidana itu tanggung jawab pribadi," sambungnya
Gusti Randa juga menegaskan, saat ini mereka yang ditahan masih sebagai tersangka. Selain itu yang menjadi tersangka adalah perorangan, bukan klubnya.
Bagian Manajemen
Ditahannya Rumadi membuat tersangka yang terkait dengan PSS Sleman menjadi dua orang yakni Dewanto dan Rumadi sendiri.
Dewanto yang pada Liga 2 2018 menjadi Asisten Manajer, mendampingi Sismantoro sebagai manajer saat itu. Pelatih PSS tahun itu adalah Seto Nurdiyantoro, yang juga kakak ipar Dewanto dan kembali menangani tim saat memulai perjalanan baru di Liga 1 2019. Seto berhasil membawa PSS bertahan di posisi ke-8 klasemen Liga 1.
Namun, di musim 2019 Dewanto tidak terlibat dalam manajemen tim. Ia baru terlibat kembali sebagai manajer PSS Sleman lewat pengumuman resmi klub pada 9 Mei 2022.
Sosok yang akrab disapa Dewa itu sempat mundur per 5 Oktober 2022 sebagai Manajer PSS dengan alasan tak bisa membagi fokus pekerjaan pribadinya dengan jabatan manajer Laskar Sembada.
Namun, Dewa urung mundur setelah manajemen PT PSS menolak pengunduran dirinya. Lewat laman resmi klub, 3 November 2022, Direktur Operasional PT PSS, Rumadi menyatakan ada beberapa pertimbangan untuk mempertahankan Dewa. Salah satunya adalah andil besar Dewa bersama Sismantoro menaikkan PSS ke Liga 1.
Posisi manajer tim ini tidak dilanjutkan oleh Dewa menjelang begulirnya musim 2023/2024. Dewa digantikan oleh Gustavo Lopez.
Sedangkan Rumadi pernah dihukum seumur hidup oleh PSSI tidak boleh terlibat dalam sepakbola . Mantan guru itu terlibat dalam kasus Sepakbola Gajah, sebutan untuk pada pertandingan antara PSS Sleman kontra PSIS Semarang di Lapangan Sasana Krida Akademi Angkatan Udara (AAU), Yogyakarta, 26 September 2014.
Laga babak 8 besar Divisi Utama (DU) itu berakhir 3-2 untuk kemenangan tuan rumah. Kelima gol pada laga itu tercipta dari bunuh diri.
Namun, hukuman terlibat dalam aktivitas sepakbola seumur hidup itu sudah dicabut dalam rapat anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, dua hari setelah Kongres Tahunan di Bandung pada 8 Januari 2017.
Setahun kemudian, dalam musim kompetisi Liga 2 2018 Rumadi menjadi Direktur Operasional PT PSS. Kemudian, saat PSS pertama kali mengarungi Liga 1 2019, Rumadi memegang jabatan Direktur Marketing.
Rumadi kembali hadir di PSS Sleman ketika diumumkan sebagai Penasihat Tim pada 26 November 2021 di laman resmi klub. Kemudian ia menjadi Direktur Operasional, mengganti Hempri Suyatno yang menjadi Wakil Direktur Operasional.
Peran Rumadi makin besar setelah ia menjadi CEO sementara,menggantikan Andy Wardhana yang mundur pada 18 Oktober 2022. Andy kemudian digantikan oleh Gusti Randa.
Bukan Individu
Sidang perdana kasus match fixing sudah berjalan pada 30 Januari 2023. Selain Dewa, terdakwa lain yang disidangkan adalah empat orang wasit yakni M Reza Pahlevi, Kharudin, Agung Setiawan serta Ratawi.
Belum diketahui berapa lama sidang akan berlangsung dengan menghasilkan keputusan atau vonis bagi para terdakwa.
Jika membuka lembaran perkara yang sama, kasus match fixing pernah digelar pada 2019 dengan terdakwa Ketua Asprov PSSI Jawa Tengah, Johar Lin Eng dan anggota Komisi Disiplin PSSI, Dwi Irianto alias Mbah Putih.
Mbah Putih menjalani sidang perdana pada 9 Mei 2019 di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Barat. Vonis 1 tahun 4 bulan diketok oleh hakim pada 11 Juli 2019 untuk Mbah Putih, sedangkan Johar Lin Eng mendapat hukuman 1 tahun 9 bulan.
Apakah sidang bagi Dewanto dan 6 terdakwa lainnya, di luar Rumadi, akan berjalan tiga bulan seperti Mbah Putih, atau malah lebih lama?.
Satu hal yang layak dinantikan, apakah akan terungkap keterlibatan PT PSS sebagai induk klub berjuluk Super Elang Jawa itu?. Dewanto dan Rumadi yang disebut oleh Satgas Antimafia Bola sebagai pemberi suap tentu tidak bertindak sebagai pribadi.
Apakah Dewanto yang saat itu menjadi Wakil Manajer tidak memberitahu Sismantoro yang Manajer PSS?. Begitu juga Rumadi, apakah tidak melaporkan pengeluaran ratusan juta rupiah ke Direksi PT PSS?.
Ketua Satgas Anti Mafia Bola Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, 13 Desember 2023 mengatakan, berdasarkan laporan intelejen sport radar (SR) ditemukan indikasi keterlibatan klub dalam match fixing.
Caranya, dengan melobi perangkat wasit dan mengeluarkan uang di sejumlah pertandingan. Pihak klub, lanjut Irjen Asep Edi Suheri, mengaku sudah mengeluarkan uang kurang lebih sebanyak Rp 1 miliar untuk melakukan pengaturan skor.
Penggelontoran dana hingga mencapai RP 1 miliar untuk mengatur skor, seperti disebutkan oleh Ketua Satgas Antimafia Bola, sudah merupakan bukti nyata bahwa klub memang melakukan penyuapan.
Persidangan bagi para tersangka pada akhirnya mencari kebenaran apakah suap itu memang terjadi sepanjang perjalanan PSS Sleman di musim kompetisi Liga 2 2018. Â Berapa kali hal itu dilakukan, seperti apa peran Vigit Waluyo?.
Hal lain yang sangat layak dinantikan, jika memang terbukti bersalah melakukan suap dan klub (PSS Sleman) memang melakukan itu melalui para tersangka, apakah PSSI langsung mengambil tindakan yang bisa mengakibatkan degradasi?.
Tindakan tegas, seperti yang pernah disampaikan oleh Ketua Umum PSSI, Erick Thohir yang tidak mentolerir terjadinya pengaturan skor.
"Jadi, kalau ada kejadian di lapangan apakah aturan yang ditabrak, jangan main main match fixing, kalau match fixing, langsung degradasi saja. Kalau ada match fixing, ditangkap, lalu degradasi," kata Erick Thohir di GBK Arena, Jakarta, 19 April 2023, dikutip dari Kompas.com.
Sekali lagi, beranikah PSSI bersikap meski para terdakwa nantinya melakukan upaya banding dan kasasi? ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H