Melihat interaksi yang terjadi, tampak ia sudah mendapatkan branding yang positif. Dialog berlangsung dua arah, dengan jawaban yang tidak klise, diselingi canda dalam live Instagram.
Sedangkan komunitas dan relawan itu tak sekedar merupakan media untuk mengumpulkan dukungan. Lebih dari itu, merupakan jaring untuk menampung aspirasi masyarakat. Berbagai persoalan diterima, dipelajari dan sebisa mungkin ada solusinya.
Yoyok yang juga dikenal suka berbicara lugas, blak-blakan terbilang aktif mengunggah foto dan video kegiatan rutinnya. Hal ini menjadi penting karena masyarakat mengetahui rutinitasnya, termasuk juga bagaimana hubungan dengan keluarganya.
Salah satu keterbukaan Yoyok misalnya soal gaji para pemain dan staf PSIS Semarang yang diberitakan mengalami kendala karena kesulitan finansial. Ia memberikan penjelasan terbuka soal itu.
Segera Yoyok memberikan klarifikasinya, dengan menegaskan bahwa gaji para pemian tidak terlambat. Gaji itu dicicil untuk mencukupi kebutuhan hidup selama satu bulan.
Hal ini berlaku untuk pemain yang memiliki gaji besar, sementara pemain lainnya tidak sampai harus dicicil.
Apa yang dialami PSIS, menurut Yoyok juga menimpa klub-klub Liga 1 lainnya, karena sekarang perekonomian sedang sulit. Sponsor berkurang, begitu juga pemasukan dari tiket pertandinga.
Hal itu disampaikan oleh Yoyok tanpa merasa bahwa keterbukaan itu akan merugikan klub atau dirinya secara pribai.
Sebagai pemimpin, ia mencoba terus terhubung dengan rakyatnya. Termasuk dengan memberikan penjelasan terkait masalah finansial klub. Sesuatu yang tak perlu ditutupi, karena klub tetap memenuhi kewajibannya meski bagi pemain bergaji besar dilakukan sistem mencicil.
"Kita harus berbicara terbuka agar masyarakat memahami dan merasa di-wong-kan. Dari situ kita akan mendapatkan kepercayaan untuk menjadi wakil mereka, baik di DPRD, DPR dan pemerintah," tegasnya.
Kini Yoyok tak hanya melangkah ke Senayan, tapi juga bersiap menjadi Walikota Semarang, jabatan yang dulu diemban ayahnya selama dua periode.