Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Tetapkan 8 Tersangka Match Fixing, Lalu Apa Langkah Berikutnya? (Bagian II)

20 Desember 2023   20:10 Diperbarui: 20 Desember 2023   20:10 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suporter PSS Sleman bentangkan banner Liga 1 dalam laga menghadapi PSBS Biak, 10 September 2018 (Foto : Istimewa)

"Jadi, kalau ada kejadian di lapangan apakah aturan yang ditabrak, jangan main main match fixing, kalau match fixing, langsung degradasi saja. Kalau ada match fixing, ditangkap, lalu degradasi,"

(Ketua Umum PSSI, Erick Thohir)

Pernyataan itu disampaikan Erick Thobir saat berbicara kepada wartawan di GBK Arena, Jakarta, Rabu, 19 April 2023. Sikap yang menunjukkan keinginan semua pihak, tak hanya PSSI, untuk membersihkan sepakbola dari praktek pengaturan petandingan di kompetisi Liga Indonesia, dari Liga 1, 2 dan 3.

Selain itu, apa yang disampaikan oleh Erick juga sesuai salah satu visi  misi yang diusungnya saat maju sebagai calon Ketua Umum PSSI periode 2023-2024, yakni "Sepakbola Indonesia Bersih dan Berprestasi."

Program Menteri BUMN, yang terpilih sebagai Ketua Umum PSSI dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Jakarta, 16 Februari 2023, tentu bukan hanya itu saja. Kepemimpinan wasit juga jadi programnya, yang ironisnya jadi sorotan  terkati keputusan-keputusan kotroversial yang muncul, sampai harus mengimpor beberapa wasit dari Jepang.

Setelah pernyataan itu, PSSI lalu membentuk Satgas Anti Mafia yang sifatnya independen, kolaborasi antara PSSI dengan individu-individu profesional. Pembentukan ini disampaikan Erick dalam konferensi pers di Menara Danareksa, Jakarta, 20 September 2023.  

Berselang seminggu kemudian, Satgas Anti Mafia Bola Polri menetapkan 6 tersangka match fixing yang terlibat dalam pertandingan pada November 2018.

Mereka terdiri dari wasit yang terlibat dalam pertandingan itu, yakni M selaku wasit utama, E selaku asisten wasit satu, R selaku asisten wasit dua, dan A selaku wasit cadangan.

Dua tersangka lainnya merupakan perantara klub dengan wasit berinisial K dan kurir pengantar uang berinisial A.

"Dari pemantauan itu terdapat wasit yang terindikasi melakukan atau terlibat dalam match fixing pada pertandingan Liga 2 antara Klub 'x' melawan Klub 'y' pada November 2018," ujar Kepala Satgas Anti Mafia Bola, Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers, 17 September 2023.

Dalam penjelasan berikutnya di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, 12 Oktober 2023, Asep menjelaskan, dari 8 pertandingan Klub Y hanya sekali saja kalah.

"Sampai saat ini terdata kurang lebih sekitar Rp800 juta (uang suap), kalau pengakuan klub mungkin bisa Rp1 miliar lebih. Tapi yang terdata sesuai fakta yang kita dapat ada Rp 800 juta," ujar jenderal bintang dua itu.

Terakhir pada 13 Desember 2023, Satgas kembali menambah dua tersangka kasus match fixing itu yakni Vigit Waluyo, yang disebut sebagai aktor intelektual dan Dewanto Rahadmoyo Nugroho yang pada musim kompetisi 2018 menjabat sebagai asisten manajer klub PSS Sleman.

Keluarga Bola

Vigit Waluyo lahir dari keluarga sepakbola. Namanya pun sudah dikenal publik sejak 2008, tetapi tidak tersentuh hukum. Tak heran ia sering disebut sebagai sosok sakti yang malang melintang di dunia persepakbolaan Indonesia.

Ayah Vigit adalah Haji Mislan. Mislan merupakan salah satu tokoh yang disegani di kancah sepak bola Indonesia. Ia adalah pemilik Gelora Dewata, klub Galatama papan atas dari Pulau Bali. Mislan memiliki tujuh orang anak, dan Vigit sendiri merupakan anak kelimanya.

DNA sepak bola Mislan yang diturunkan ke Vigit ini pun diwariskan lagi kepada Ayu Sartika Virianti. Putri Vigit ini sempat menjadi manajer Deltras Sidoarjo.

Menantu Vigit juga orang bola, yakni Danilo Fernando yang dikenal sebagai gelandang hebat. Danilo merupakan suami Ayu Sartika.

Danilo bergabung dengan PSS Sleman selama tiga tahun. Saat PSS menjadi juara Liga 2 20218 Danilo menjadi asisten pelatih. Kemudian pada 2020 ia menjadi manajer PSS Sleman sebelum mengundurkan diri pada 2021. Dari bumi Sleman ia menjadi Direktur Teknik Persik Kediri 2022 selama setahun.

Ketika pengaturan skor mulai marak dibicarakan, nama Vigit Waluyo yang merupakan pemilik klub Persatuan Sepakbola Mojokerto Putra (PSMP) ikut tersangkut. Ia disebut menjadi sutradara di balik skandal yang terjadi di Liga 2 2018 pada laga antara PSMP dan Aceh United.

Vigit pertama kali terjun langsung ke kancah sepak bola Indonesia pada 1997 silam. Waktu itu, sang ayah menyerahkan pengelolaan Gelora Delta kepadanya.

Selain menangani Gelora Delta, yang kemudian berganti nama menjadi Deltras Sidoarjo, Vigit  pernah berkecimpung di Persewangi Banyuwangi, PSIR Rembang, Persikubar Kutai Barat, PSMP Mojokerto, dan beberapa tim lain.

Selain itu, Vigit juga pernah menjabat sebagai Ketua PSSI Jatim. Namun, jabatan tersebut tak lama disandangnya.

Vigit disebut menginstruksikan agar pemain PSMP, Krisna Adi, tak menggagalkan sepakan penaltinya ke gawang Aceh United. Posisinya sebagai pemilik klub tersebut dinilai memungkinkannya untuk melakukan hal lancung tersebut.

Sedangkan Dewo, sapaan akrab Dewanto, berasal dari keluarga yang erat dengan perjalanan PSS Sleman. Ayahnya, Subardi yang akrab dipanggil Mbah Bardi adalah Manajer/Ketua Harian PSS Sleman periode 1992-2004.

Adik Mbah Bardi, yakni almarhum Supardjiono merupakan tokoh yang dihormati oleh keluarga besar PSS Sleman. Pak Pardji saat itu menjadi pemegang saham terbesar kedua PT Putra Sleman Sembada (PT PSS) sebagai induk klub, setelah Soekeno yang boss dari Muncul Grup.

Selain pernah mengisi posisi Direktur Utama PT PSS, Pak Pardji juga pernah berada di kursi manajer. Prestasinya adalah mengantarkan PSS juara Divisi Utama LPIS 2013.

Meskipun tersandung kasus Sepakbola Gajah pada Divisi Utama 2014, suporter tetap menganggap Pak Pardji salah satu sosok yang ikut membesarkan PSS.

PSS Sleman saat menjamu Madura FC di babak 8 besar Liga 2 2018 (Foto : Screenshot via instagram/@madura.fc_official) 
PSS Sleman saat menjamu Madura FC di babak 8 besar Liga 2 2018 (Foto : Screenshot via instagram/@madura.fc_official) 
Pada musim kompetisi Liga 2 2018, saat berhasil promosi ke Liga 1, manajer tim adalah Sismantoro dengan pelatih Seto Nurdiyantoro, yang juga kakak ipar Dewo.

Dewo sendiri juga menjadi manajer PSS Sleman dalam musim kompetisi 2022-2023. Setelah diperkenalkan secara resmi pada 9 Mei 2022, ia sempat mengundurkan diri pada 5 Oktober 2022 dengan alasan bahwa pekerjaan sebagai manajer telah menguras waktunya. Ia inin fokus mengelola bisnisnya yang sudah berjalan cukup lama.

Namun pengunduran diri Dewo itu tidak disetujui oleh manajemen PSS Sleman.

Direktur Operasional PT Putra Sleman Sembada (PSS), Antonius Rumadi, menyebut bahwa pihaknya telah memperhitungkan matang-matang kapasitas yang dimiliki Dewo.

Rumadi menjelaskan, Dewo bersama Sismantoro memiliki andil yang luar biasa di balik keberhasilan tim promosi ke kasta tertinggi Liga 1 seusai menjuarai Liga 2 2018.

Saat marak munculnya kasus match fixing pada pertandingan antara PSS Sleman dengan Madura FC di Liga 2 2018, dengan tersangka anggota Exco PSSI, Hidayat, manajemen PSS sempat diperiksa oleh polisi.

Soekeno sebagai Direktur Utama PT PSS, Sismantoro (manajer PSS), Seto (pelatih PSS) dan Dewo (Asisten Manajer PSS) diperiksa oleh penyidik Satgas Anti Mafia Bola pada 4 April 2019. Mereka menjalani pemeriksaan di kantor Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Hidayat, yang kemudian mundur sebagai anggota Exco PSSI, meminta PSS Sleman dimenangkan agar lolos ke Liga 1.

Keberanian

Dari bukti-bukti yang disampaikan oleh Satgas Anti Mafia Bola saat merilis pernyataan penambahan dua tersangka, sehingga menjadi 8 orang, pertandingan yang dinilai dinilai adanya match-fixing adalah PSS Sleman vs Madura FC.

Mengacu pada pernyataan Erick Thohir untuk memberantas match fixing, bahkan sampai membentuk Satgas Anti Mafia Bola sendiri yang dihuni individu-individu professional, pertanyaan besarnya adalah seberapa berani PSSI mendegradasikan PSS Sleman jika terbukti melakukan match fixing?.

Semestinya PSSI tak perlu gamang menghukum perangkat pertandingan, ofisial dan klub yang terbukti melakukan kecurangan dengan mengatur hasil pertandingan. Mereka sudah memiliki Kode Disiplin 2023 yang cukup terinci mengatur soal suap dan lainnya.

Dalam pasal 72 tentang "Manipulasi hasil pertandingan secara illegal" ayat 5 dengan tegas disebutkan sanksi bagi klub yang melakukan match fixing :

"Klub atau badan yang terbukti secara sistematis (contoh: pelanggaran dilakukan atas perintah atau dengan sepengetahuan pimpinan klub, dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan (ii) sanksi degradasi, dan (iii) pengembalian penghargaan."

Dari pasal 27 ayat 5 poin ii sudah jelas ada kewenangan menjatuhkan sanksi degradasi bagi klub yang melakukan match fixing. Sedangkan di poin i hukumannya lebih ringan, yakni denda sekurang-kurangnya Rp 500 Juta,  yang jelas lebih baik daripada degradasi.

Setidaknya, PSSI bisa belajar dari kasus Calciopoli, saat Juventus yang merupakan klub disegani di Eropa dan dunia jatuh ke lubang hitam pada 2006. 

Juventus yang merupakan satu di antara klub disegani di Eropa dan dunia, harus terlempar ke kasta kedua akibat skandal pengaturan skor.

Skandal tersebut dikenal juga dengan nama Calciopoli. Kasus tersebut tak hanya mencoreng arang di muka Juventus, tetapi juga menjadi aib yang akan selalu diingat di sepakbola Italia.

Cacliopoli pertama kali bergulir ketika polisi dan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) melakukan investigasi terhadap hasil pertandingan di Serie A musim 2004-2005 dan 2005-2006. Mereka mencurigai adanya kecurangan pada pertandingan yang melibatkan Juventus.

I Bianconeri diduga mendapat keuntungan dari wasit demi memuluskan langkah menjuarai Serie A dalam dua musim tersebut. Hingga akhirnya, Juventus dan Luciano Moggi diputuskan bersalah.

Selain Juventus, klub Serie A lainnya juga terlibat skandal pengaturan skor yakni Fiorentina, Lazio, AC Milan, dan Reggina.

Dari kelima klub tersebut, Nyonya Tua mendapatkan hukuman yang paling berat. FIGC menjatuhkan sanksi berupa degradasi ke Serie B, pengurangan poin hingga 30, dan titel juara musim 2004-2005 dan 2005-2006 dilucuti.

Sementara itu, tim lainnya hanya diberi hukuman pengurangan poin dan tetap berlaga di Serie A

Setelah melakukan banding, hukuman Juventus dikurangi. Namun, mereka tetap terlempar ke Serie B, pengurangan sembilan poin untuk musim berikutnya, tiga pertandingan kandang tertutup, dan titel juara Serie A, 2004-2005 dan 2005-2006, dicopot. Adapun Luciano Moggi dilarang beraktivitas di dunia sepakbola seumur hidup.


Menanti

Publik saat ini menanti sejauh mana keberanian PSSI bersikap, setelah bukti-bukti disajikan oleh Satgas Anti Mafia Bola dan para pelaku match fixing akan dijerat dengan pasal pidana.

Apakah pernyataan Erick Thohir soal klub yang terlibat match fixing, seperti disampaikannya pada 19 April 2023 lalu hanya untuk memperkuat posisinya sebagai salah satu calon wakil presiden (yang tak terwujud bersama Sandiaga Uno dan Agus Harimurti Yudhoyono)?.

Setelah kerja keras Satgas Anti Mafia Bola Polri disambut gembira, bahkan Presiden Joko Widodo mengacungkan dua jempolnya, kini tinggal bagaimana PSSI sebagai induk olahraga sepakbola bersikap.

Akankah PSS Sleman didegradasi sebelum berakhirnya kompetisi Liga 1 2023/2024 yang dijadwalkan pada 28 April 2024?.

Jika itu terjadi, apa dampak bagi komposisi peserta Liga 1 2023/2024, akankah ada pengocokan ulang atau tetap dengan perhitungan 17 peserta minus PSS Sleman?.

Pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan tidak membentur meja-meja kekuasaan milik para bos-bos klub, pengurus PSSI dan PT Liga Indonesia Baru. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun