Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adaptasi Menjadi Pondasi Terbentuknya Konsep Ngaben yang Sederhana Di Banjar Jakarta Utara

13 Februari 2023   08:22 Diperbarui: 7 Juli 2024   21:15 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngaben dilakukan dimanapun umat Hindu berada dan dianggap wajib. Karena itu ritual Ngaben sebagai pencucian arwah dengan upacara pembakaran jenasah, seringkali sangat energik dan paling berwarna dari semua ritual lainnya.

Meski begitu, kadang-kadang seseorang memaksa untuk melakukan ritual Ngaben tanpa mempertimbangkan kondisi yang mereka hadapi dengan meminjam uang ke sana-sini.

Padahal, panjangnya prosesi Ngaben menjadikan kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan di sembarang tempat, Ada beberapa rangkaian upacara yang memakan waktu tidak sedikit.

Dari awal awal persiapan (nyiramin/memandikan) jenasah sampai dengan berakhirnya (ngising/ pembakaran), dilakukan secara sakral dan mengikuti aturan dan tuntunan dari Sulinggih (orang suci). Kondisi tersebut sering membawa orang Hindu di Bali yang homogen pada posisi harus menerima dan mengikuti setiap petunjuk dan arahan dari Ida Pedande.

Bagaimana dengan kondisi umat Hindu di Jakarta, kota besar yang heterogen, serta kolaborasi yang multikultur dalam berbagai sendi kehidupan dengan umat Hindu lainnya. Misalnya,  seperti etnis Jawa, Maluku, Sumbawa dan daerah-daerah lainnya yang memiliki cara dan kemampuan yang berbeda--beda.   

Di DKI Jakarta, sesuai dengan  Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 tahun 2007 tentang pemakaman, prosesi Ngaben  seperti layaknya di Bali tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, karena adanya peraturan yang membatasi waktu penyimpanan jenazah.

Pada bagian Kedua, pasal 22 tentang Penundaan Waktu Pemakaman, pada ayat (1) disebutkan bahwa untuk penundaan pemakaman lebih dari 24 jam diperlukan izin dari SKPD terkait, pada ayat (2) dijelaskan bahwa penundaan pemakaman paling lama 5 hari, dan jika lebih harus melakukan perpanjangan izin.

Proses tersebut tentunya kurang sejalan dengan prosesi Ngaben, karena bagi anggota masyarakat yang mampu, pelaksanaan Ngaben harus dilakukan berdasarkan hari baik dalam perhitungan kalender Hindu Bali.

Sementara bagi kelompok yang tergolong tidak mampu, upacara Ngaben harus dilakukan hingga biaya dan tenaga tersedia, tambah suami Dr.Alina yang mengelola Channel Youtube Bincang Online Inspiratif (BIONS).

Jika dalam masa penantian tersebut jenazah dimakamkan terlebih dahulu, maka proses penguburan harus lebih dari 1 tahun, baru dapat digali kembali setelah mendapat izin dari pejabat yang berwenang.

Fenomena yang terjadi saat ini di Masyarakat Banjar Jakarta Utara, mereka memahami bahwa upacara Ngaben  sebagai sebuah ritual yang wajib dilaksanakan walaupun di daerah rantauan, namun di sisi lain harus menyesuikan dengan keadaan setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun