"Kita tidak bisa berjalan sendiri, baik soal infrastruktur, sumber daya manusia dan aspek-aspek lain. Termasuk juga menggelar kompetisi usia dini secara rutin untuk menghasilkan pemain-pemain terbaik yang dipilih pada jenjang kompetisi lainnya,"tambahnya.
Keseriusan menggarap infrastruktur dalam pembinaan usia dini juga harus diikuti oleh pembinaan di daerah. Hasil di daerah ini yang menjadi awal dari prestasi timnas.
Ini sangat penting, tambahnya, karena ini penerapan secara nyata di daerah merupakan implementasi Inpres No 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Sepak Bola Nasional. Tidak sekedar jadi jargon "siap...siap" di media massa semata.
Peran pemerintah daerah sangat besar untuk ikut mendukung perkembangan sepakbola. Itu bisa dilakukan dengan melakukan pendampingan Bersama federasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Bukannya melakukan kegiatan politik melalui sepakbola yang cuma bertujuan untuk tebar pesona. Berpolitik boleh saja tapi jangan mengesampingkan pembinaan sepakbola di daerah," tegas WK.
Pola Pikir
Hal lain yang menarik perhatian saat mengamati perkembangan sepakbola di Chuncheon adalah bagaimana pola pikir dari orangtua pemain yang sudah matang. Mereka tidak lagi memaksakan kehendak ke anaknya untuk menang dan menang, menyabet gelar juara.
Saat memberikan dukungan, mereka datang, ke tempat parkir kendaraan lalu masuk ke tribun penonton. Di sana juga tak hanya keluarga pemain tapi juga masyarakat lain yang ingin menyaksikan aksi pemain muda di lapangan.
"Mereka sudah lepas tangan, menyerahkan semua tanggungjawab ke pelatih. Beda di sini, masih ada orangtua yang masih melakukan intervensi agar anaknya terpilih dalam tim," tutur WK.
Apa yang disampaikan oleh WK itu tak salah. Bukan rahasia lagi jika ada orangtua yang memberikan tekanan, atau melakukan pendekatan ke pelatih agar anaknya terpilih dalam tim inti. Ditambah lagi obsesi menjadi pemenang, menjadi juara.
Sedangkan aspek lain yang tampak pada penampilan pemain muda Son Football Academy adalah diterapkannya sport science. Misalnya pada gizi, psikologi, pemakaian GPS saat pertandingan. Tak heran jika dari segi postur terlihat perbedaan, lebih tinggi, meski dari segi skill individu pemain Astara tidak kalah.