Peningkatan pendapatan dan teknologi mendatangkan gaya hidup baru di masyarakat, salah satunya kebiasaan mengkonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang.
Hal itu merupakan hal yang menggembirakan, karena tren mengkonsumsi makanan sehat akan memperkuat daya tahan dan daya hidup manusia. Pada sisi lain, tren itu merupakan peluang bisnis bagi para pengusaha yang bergerak di bidang makanan.
Survei dari sebuah perusahaan asuransi dan lembaga penelitian pada 2018 menunjukkan, 73% masyarakat Indonesia menempatkan kesehatan pribadi sebagai isu nomor satu dalam kehidupan mereka. Jumlah ini meningkat 19% dari indeks yang sama tahun sebelumnya..
Hal itu juga ditandai dari perubahan tren gaya hidup sedentary yang sebelumnya banyak dilakukan oleh masyarakat kota besar pada umumnya. Seperti diketahui, sedentary merupakan gaya hidup di mana seseorang kurang dalam aktivitas fisik. Dalam beberapa tahun terakhir tren gaya hidup sedentary pun mulai tergantikan dengan gaya hidup sehat atau aktif.
Menariknya, bukan hanya generasi milenial saja yang mulai menekuni gaya hidup sehat. Para Gen X yang notabennya lahir antara tahun 1965 -- 1979 pun mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan.
Kecenderungan serupa yakni peningkatan tren mengkonsumsi makanan sehat dan melakukan olahraga teratur juga mengalami terjadi pada era pandemi Covid-19.
Pandemi yang mulai terjadi di awal 2020 itu memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Pada masa pandemi, kesadaran akan gaya hidup dengan mengubah pola makan jadi lebih sehat mengalami peningkatan.
Perubahan itu punya kaitan langsung dengan persepsi terhadap risiko terkait Covid-19. Selain itu, faktor psikologis (keinginan memperkuat imunitas tubuh) serta tren bekerja dari rumah (work from home) juga jadi faktor utama pada perubahan perilaku terkait makanan.
Peningkatan tren masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat (dan berolahraga) ini ditangkap oleh GM Bambang Setiyadi pada 2015. Saat itu ia baru pensiun dari sebuah perusahaan swasta.
Membuat berbagai roti, cake, snack atau pastry bukan hal baru bagi lelaki yang lahir dan dibesarkan di Yogyakarta itu. Sebelum memulai bisnis dengan produk unggulan Roti Gandum Isi ia sudah sering membuat roti dan cake untuk konsumsi keluarga. Produk yang dibuat bersama sang isteri, Julia juga jadi bingkisan Lebaran dan Natal.
"Karena dinilai enak oleh keluarga dan teman-teman  lalu resepnya dibakukan," tutur Bambang yang merantau ke Jakarta untuk kuliah sambil bekerja. Setelah  bekerja ia menikah dan mempunyai satu anak laki-laki.
Pemilihan bisnis Roti Gandum Isi bukanlah sekedar. Bambang yang memperdalam kemampuannya dengan pelatihan di kantornya, menjelang pensiun, sudah memperhitungkan berbagai aspek.
roti gandum isi juga karena ingin menekuni produk yang berbeda.
Selain itu pilihan padaRoti gandum merupakan makanan Kesehatan (healthy food) yang dibuat dengan bahan-bahan berkualitas.
"Roti gandum punya kandungan serat yang jauh lebih tinggi. Ini bagus bagi mereka yang sedang menjalani diet atau menderita diabetes. Selain itu juga membuat kenyang lebih lama,"tambah Bambang yang meluncurkan roti gandum dan varian lainnya dengan merek Bajuba.
Tak hanya itu, para ahli gizi menyatakan roti gandum juga bermanfaat untuk menurunkan risiko penyakit kronis, menjaga kesehatan jantung, mengontrol berat badan dan menurunkan Risiko Diabetes Tipe 2.
Bajuba sendiri singkatan dari nama Bambang, Julia dan putranya Bayu yang saat ini kuliah di Malaysia.
Di dalam roti gandum terdapat serat hingga 3 atau 4 gram. Sedangkan roti tawar biasanya mengandung satu gram per porsinya.
Serat bermanfaat bagi kesehatan secara keseluruhan, karena dapat membantu kesehatan pencernaan, meredakan sembelit, dan membantu meningkatkan gula darah.
Selain itu, jika dibandingkan dengan roti tawar terdapat perbedaan pada bahannya. Roti tawar hanya terbuat dari tepung terigu. Sementara roti gandum terbuat dari gandum utuh yang memiliki kandungan serat tinggi. Roti gandum berwarna kecoklatan karena terdapat serat serealia yang baik untuk tubuh.
Pangsa pasar Roti Gandum Isi saat Bambang dan keluarganya tinggal di Bekasi, Jawa Barat lumayan besar. Kebanyakan dari Jakarta, Bekasi, Depok dan Bogor, juga kota-kota lainnya. Konsumen dari perumahan di Bekasi menjadi pasar yang lumayan besar.
Pada 2020 Bambang memutuskan untuk pindah ke Sleman. Saat ini ia tinggal di dusun Druju Lor, Margodadi, Seyegan, Sleman yang juga menjadi "pabrik" untuk membuat berbagai roti, cake dan lainnya.
Meski sudah pindah ke Sleman, namun konsumen yang ada di Jakarta, Bekasi dan lainnya tetap setia dengan berbagai produk. Sedangkan di Yogyakarta belum banyak yang mengenal produk roti gandum isi.
Bagi Bambang itu merupakan tantangan, sekaligus peluang tersendiri. Ia tetap yakin pangsa pasar masih terbuka luas, seiring dengan meningkatnya pola konsumsi masyarakat terhadap makanan kesehatan.
Apalagi dari segi harga sebenarnya tidak jauh dengan roti biasa, termasuk yang dijual di mal-mal.
Roti gandum isi Smoked Beef & Cheese misalnya di Bajoba dijual Rp 12.500, Keju Rp 9.000, Oat & Almond Gluten Free -- healthy Rp 7.500.
Proses pembuatan roti gandum sendiri memakan waktu lebih lama dibandingkan roti biasa. Hal itu untuk membangkitkan ragi. Selain itu juga sangat minim penggunaan bahan-bahan pengempuk atau pengawet. Hal itu dimaksudkan agar benar-benar aman sebagai makanan Kesehatan. Tak heran jika roti gandum isi biasanya hanya bisa dikonsumsi untuk 3-4 hari setelah diproduksi.
Tak hanya pada proses produksi, Bajuba juga sudah mengantongi sertifikat izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan. Izin itu untuk produk yang sudah memenuhi standar keamanan makanan atau izin edar produk pangan olahan yang diproduksi oleh UKM untuk dipasarkan secara lokal.
Sertifikat serupa juga sudah diperoleh untuk produk lainnya yakni Kembang Telang dalam kemasan botol.
Tanaman ini banyak ditemui di Jogja. Umumnya kembang telang dikeringkan untuk menghasilkan dedaunan yang bisa diseduh dan diminum. Namun metode pengeringan ini membuat nutrisi yang ada di kembang itu berkurang.
'Kembang Telang di botol ini dikerinkgan dengan food dehidrator yang membuat nutrisinya tidak berkurang," kata Bambang tentang produk yang dijual dengan harga Rp 40 ribu per 20 gram.
Matang
Bogasari Flour Mills, perusahaan penghasil terigu terbesar di Indonesia, bagi Bambang butuh persiapan yang matang.
Keputusan berbisnis usai pensiun pada 2015 sebagai manajer diIa bertutur tentang keterampilan yang didapat dari Bogasari, yang diberikan kepada karyawan lima tahun sebelum memasuki pensiun. Saat itu diberikan peluang bisnis melalui pelatihan membuat roti dan berbagai produk yang berbasis tepung terigu.
Meski bekal itu sudah didapat tapi Bambang Setiadi yang pernah menjadi sekretaris Kepala Divisi menilai belum tuntas.
Semisal, saat pelatihan ada isteri yang bisa ikut tapi suaminya masih bekerja. Jadinya setengah-setengah ilmu yang didapatkan.
Selain itu bekal yang diberikan terbilang cukup singkat, dan karyawan tidak bisa langsung serta merta jadi baker. Mestinya, lanjut Bambang, perlu diuji dan dimotoring, apakah karyawan itu punya kesanggupan dan kemampuan menjadi ahli atau pengusaha roti.
Selain itu, jika ada yang memang sanggup dan serius dengan profesi sebagai pengusaha roti misalnya, perlu difasilitasi untuk pembelian peralatan yang diperhitungkan setelah seorang karyawan pensiun.
Hal ini punya aspek lain yakni menjadi ujung tombak pemasaran produk terigu. Jika dibiarkan begitu saja, tanpa kematangan dan kesiapan, katakanlah ada 30 karyawan yang diberikan bekal, bisa-bisa hanya satu-dua saja yang terjun ke bidang itu. Akibatnya sisanya jadi mubazir.
"Terlepas dari itu, memang perlu keseriusan untuk memutuskan bisnis apa yang akan ditekuni. Apalagi jika ada passion di situ, akan sangat membantu kelancaran bisnis itu," tutur Bambang Setiadi. ***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H