Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tri Truwosono Penjaga Budaya dari Sengkan

11 Mei 2022   20:11 Diperbarui: 17 Mei 2022   08:54 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paduan Suara Burung Manyar dalam iringan siter (Foto : Yosi)

Sebuah perayaan di malam Minggu, 30 April 2022. Di sebuah pendopo di RT  06 RW 59 Sengkan, Condongcatur, Depok, Sleman. Perayaan Ekaristi Peringatan 100 Hari berpulangnya Veronica Rubiyem Mangkudiharja

Malam itu lagu-lagu rohani yang dibawakan Paduan Suara Burung Manyar terasa lebih syahdu dengan iringan siter dari Siter Sisters (Feryna Setyowati, Krisma dan Lukita) yang berkolaborasi dengan Putro Nuswantoro (Ari Tejo, Yoyok dan Aam).    .

"Sepertinya lagu rohani dengan iringan siter ini baru pertama kalinya," ujar Tri Truwosono, sang tuan rumah yang juga Ketua RW 59 di Sengkan.

Sebanyak 160 undangan yang hadir dalam misa yang dipimpin oleh Romo Mateus Wahyudi MSF menikmati lagu-lagu dengan iringan siter itu, tanpa meninggalkan suasana religi malam itu.

Bagi warga Sleman, tak hanya yang berdiam di wilayah Sengkan, sosok Tri Truw0sono sudah dikenal sebagai pecinta seni. Rumahnya memiliki sebuah pendopo yang luas sering digunakan untuk tempat latihan menari, mocopatan, karawitan dan berbagai even lainnya terkait kesenian.

Pak Tri, panggilannya, adalah seorang guru. Ia terjun ke dunia pendikan sejak 1977, dan pensiun pada 2014 setelah mengajar di Kanisius dan menjadi staf keuangan di Yayasan De Brito. Mata pelajaran yang diberikannya saat mengajar di Kanisius adalah PPKN.

"Setelah pensiun saya mengajar Bahasa Jawa di SMP Kanisius,"ujar lelaki yang lahir di Sleman pada 20 Maret 1958. Fisiknya masih gagah, dengan rokok kretek yang tak pernah henti dihisapnya.

Keseriusannya berkesenian dimulai pada tahun 1990-an dengan menulis mocopat (macapat), salah satu karya sastra Jawa yang hingga kini masih terus dilestarikan. 

Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata.

Ada 11 daftar tembang macapat dan maknanya yang berbeda-beda di setiap tembangnya. Nah jadi tembang macapat yang dibawakan disesuaikan dengan suasana acara yang sedang digelar.

Sebelumnya ia suka membuat naskah drama. Salah satu naskah yang ditulisnya pada 1979 1979 tentang drama penyaliban Yesus berdasarkan Injil, yang dipentaskan setelah berkonsultasi dengan pastur.

Pergulatan menekuni mocopat juga membuatnya dekat dengan almarhum Romo Mangunwijaya, arsitek dan sastrawan. Karya Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau kerap disapa Romo Mangun yang fenomenal adalah Kampung Code sebagai pembangunan kampung di pinggir kali. Karya yang dinilai ramah lingkungan dan mewadahi aspirasi masyarakat, dan dianugerahi Aga Khan Award pada 1992.     

Setelah Romo Mangun berpulang pada 10 Februari 1999, Tri Wusono bersama Romo Y. Suyatno  Hadiatmojo mendirikan Paguyuban Burung Manyar, nama yang diambil dari judul novel "Burung-Burung Manyar". Karya Romo Mangun yang terbit 1981 itu membuahkan Ramon Magsaysay Award, penghargaan sastra se-Asia Tenggara pada 1983.

Pak Tri berbincang dengan Siter Sister (Foto : Yosi)
Pak Tri berbincang dengan Siter Sister (Foto : Yosi)
"Paguyuban ini bergerak di kegiatan kemanusiaan, setiap geraknya berdasar pada apa yang telah diajarkan oleh Romo Mangun. Manyar sendiri merupakan burung yang sifatnya nomaden, berpindah tempat," jelas Tri yang ayah dua anak.

Menggerakkan kesenian Jawa agar tetap dikenal dan dilestarikan generasi muda menjadi salah satu concern paguyuban yang dipimpin oleh Tri Wusono.

"Gelar Budaya RW 59 Sengkan" misalnya tak sekedar menampilkan pertunjukan wayang kulit dengan lakon "Bima Suci" tapi melibatkan anak-anak muda. Mereka menjadi panitia pelaksana, terlibat secara penuh hingga akhir acara.

Acara yang berlangsung pada 30 Desember 2021 itu menampilkan dua dalang sekaligus yakni Ki Raka Riyanto Mujiatmaja (60 th) dan Ni Bernadetha Astri Putri Nugraheni (siswi kelas 3 SMA).

Bagi pak Tri yang juga Ketua Paguyuban Burung Manyar setiap gerak kesenian, baik alat musik maupun tembang-tembangnya memiliki filosofi tersendiri.

Filosofi yang tak lekang oleh jaman, dan perlu dimengerti oleh anak-anak muda di tengah kegundahan budaya (culture inseturity). Situasi yang yang terjadi saat masyarakat berhadapan dengan struktul sosial dan sistem ekonomi yang eksploitatif.

Roso

Ia lalu bertutur tentang siter yang para pemainnya saat ini makin merosot, bahkan bisa dikatakan hampir punah.

"Siter itu dinikmati dengan roso (rasa, perasaan), tidak bisa dengan bercanda atau sembrono, seperti halnya rebab. Alat musik ini tidak bisa dimainkan dengan nyambi atau sekedar saja. Bedanya, rebab tidak bisa dimainkan sendiri, sedangkan siter bisa. Memang sulit memainkan alat musik siter, dan mungkin ini yang membuat pemainnya makin langka,"jelas Tri.

Karena dengan rasa untuk menikmatinya, saat lagu rohani seperti 'Bapa Kami" yang dibawakan oleh Paduan Suara Burung Manyar dan diiringi siter langsung hadir suasana yang berbeda.

"Saya bertanya kepada Romo Yudi bagaimana beberapa lagu rohani diiringi oleh siter. Beliau berkata sae...sae (bagus..bagus). Ini jelas merupakan angin segar bagi perkembangan siter," tambahnya.

Bagi pak Tri, siter yang berasal dari Bahasa Belanda citer juga mempunyai falsafah kehidupan yang mendalam. Ada 24 senar yang terbagi dalam dua nada, yaitu 11 nada disetel nada slendro dan 13 nada lainnya di setel nada pelog.

Ada senar lurus dari bawah ke atas, yang melambangkan perjalanan hidup sekaligus tuntutan hidup bahwa manusia harus melihat suatu masalah atau hal tak hanya dengan otak tapi juga hati.

Begitu juga fungsi jari jemari yang memetik senar-senar itu. Ibu jari memegang peran vital untuk menghasilkan nada-nada yang diinginkan. Sedangkan jari lainnya berfungsi untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik.

Jari kedua tangan dipakai sebagai menahan, jari tangan kanan di bawah senar sedangkan jari tangan kiri di atas senar.

Di siter juga ada 4 kaki untuk menyanggah alat musik saat dimainkan. Kaki-kaki itu melambangkan keseimbangan hidup. Setiap orang pasti berbeda keseimbangan hidupnya, tentu dalam hal yang positif.

Sedangkan adanya lobang di tengah siter adalah perlambang keberadaan hidup manusia, ada pusar.

"Siter itu menggambarkan keberadaan kita di dunia. Seperti istilah "Kakang Kawah Adi Ari-ari" tentang lahirnya manusia yang didahului dengan air ketuban dan adanya ari-ari," ujar pak Tri.

Usai acara bersama Romo Yudi (foto : Yosi)
Usai acara bersama Romo Yudi (foto : Yosi)
Falsafah itu, yang harus terus diajarkan, ditambah sulitnya memainkan siter yang bisa menjadi penyebab jarang dimainkan, bahkan terancama punah.

"Padahal siter memiliki suara yang tak kalah menarik jika dibandingkan dengan guzheng (Cina) atau sitar (India)," kata pak Tri dengan nada pelan.

Malam pun turut melaju pelan. Di pelaran rumah yang luas itu hanya terdengar sesekali kendaraan roda dua atau empat yang lewat. Asbak sudah penuh dengan putung rokok, kopi juga dingin.

Meski begitu pak Tri optimis budaya Jawa tetap bisa bertahan dari gerusan arus modernisasi. Mocopat saat ini sudah dilirik anak-anak muda, apalagi dengan adanya lomba Mocopatan dari tingkat SD hingga SMA di Sleman yang digelar secara rutin setiap tahunnya.

"Adanya grup seperti Siter Sister merupakan penyemangat, menjadi daya tarik bagi kaum muda untuk mau menekuni siter. Jika tiga perempuan yang sudah sibuk menjadi ibu, isteri dan juga bekerja masih mau bersusah payah memainkan siter, masa yang muda kalah dengan mereka?", ucap pak Tri menutup obrolan yang tak terasa hingga tengah malam. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun