Seremoni yang diadakan di laga terakhir jelas mempunyai prestise tinggi, sarat dengan simbol-simbol politik. Piala Liga 1 misalnya diserahkan oleh Presiden Joko Widodo yang sudah diundang untuk hadir, didampingi Menpora, Gubernur Bali, ketua umum PSSI, Dirut LIB. Ini momen yang punya nilai politis luar biasa.
PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi terlihat kelabakan dengan pernyataan Gubernur Bali itu. Bagaimana tidak, jika diiyakan akan melanggar kesepakatan bahwa klub tidak bisa menggunakan kandangnya. Artinya Bali United dilarang main di stadion I Wayan Dipta selama bermain di Bali.
Hal itu untuk menjaga netralitas terhadap semua tim peserta, terutama yang berasal dari luar Bali dan Jawa.
Jika PSSI dan LIB memenuhi keinginan Gubernur Bali akan jadi preseden di kompetisi mendatang. Calon juara bisa minta partai penutup yang sekaligus jadi seremoni diadakan di kandangnya. Soal alasan bisalah dibikin nanti.
Pernyataan Gubenur Bali itu ironisnya malah menuai kecaman, tidak mendapatkan dukungan dari suporter Bali United sendiri.
Melalui akun twitternya @Northsideboys12 menyatakan sikap untuk mengosongkan tribun dan tidak akan datang ke stadion I Wayan Dipta saat laga Persik Kediri vs Bali United .
Sikap yang menuai apresiasi dari suporter lainnya.
Tak hanya itu, Persik Kediri juga melontarkan sindiran yang menggelitik tapi menyakitkan. "Matchday 34 tuan rumah Persik Kediri kan bli?.
Sindiran dalam satu kalimat itu ditujukan ke akun Bali United, yang dibalas dengan "Iya kan?.
Pertanyaan Persik Kediri itu menunjukkan LIB tidak berkomunikasi dengan klub berjuluk Macan Putih itu. Padahal dalam laga itu Persik bertindak sebagai tuan rumah. Sewajarnyalah jika soal perubahan atau penentuan stadion dikomunikasikan.
Lucunya, LIB malah berkirim surat di hari yang sama (28/3/2022), minta ijin agar laga Persik Kediri vs Bali United diadakan di stadion I Wayan Dipta yang jelas-jelas merupakan kandang Bali United. Hanya 4 klub yang menyatakan sikapnya atas surat itu.