Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Perlunya Introspeksi bagi PSS Sleman, Entah Bertahan atau Terdegradasi

23 Maret 2022   17:51 Diperbarui: 23 Maret 2022   19:52 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekalahan 1-3 dari Persebaya Surabaya, 29 Maret 2022 di pekan kelima BRI Liga 1 2021/2022 membuat suporter  meradang dan menggeruduk Omah PSS (kantor PT Putra Sleman Sembada). Mereka menuntut sang pelatih, Dejan Antonic segera mundur. Dejan Out.

Posisi PSS pun terpuruk, berada di peringkat 15 atau satu strip di atas zona degradasi. Hasil itu membuat Super ELang Jawa, julukan klub kesayangan masyarakat Sleman itu hanya mampu menang satu kali, dengan sekali hasil imbang dan tiga kali kekalahan.

Selain tuntutan untuk membuat Dejan angkat kaki dari Super Elang Jawa, para suporter juga menuntut agar CEO PT PSS, Marco Garcia Paolo melepas jabatannya di PSS. Spanduk dan poster dipasang di setiap sudut Omah PSS.

Namun saat ini pemandangan serupa tak ada di Omah PSS. Adem ayem saja. Tak ada juga tagar #IPGout (IPG adalah singkatan nama I Putu Gede, pelatih PSS yang menggantikan Dejan Antonic. Kalau pun ada hanya satu dua saja yang menuntut dia mundur.

Padahal situasi saat ini lebih gawat dibandingkan ketika suporter menggeruduk dan menduduki Omah PSS. Terpuruk di peringkat 14 dengan 33 poin PSS satu kaki sudah di jurang degradasi. Tinggal dua laga yang harus dilakoni, dan butuh 4 poin untuk tetap aman di Liga 1.

Jika meraih 4 poin (satu menang dan imbang) maka perolehan poin adalah 37, yang tak akan terkejar oleh Persipura Jayapura (saat ini dengan 30 poin) meski menyapu bersih sisa dua laga (perolehan maksimal 36 poin).

Perolehan satu kemenangan saja, akan membuat PSS meraup total 36 poin, Persipura juga punya poin sama, akan membuat PSS tersingkir. PSS kalah head to head dengan Persipura (1-1, 2-4).

Apakah senyapnya gerakan menuntut IPG mundur karena suporter sadar sempitnya waktu untuk mencari penggantinya dengan sisa beberapa laga saja?. Belum lagi PT PSS akan mengeluarkan duit kompensasi untuk IPG jika itu dilakukan.

Satu lagi yang juga senyap, bahkan sangat senyap, adalah tidak adanya suara menuntut mundurnya Andywardha Putera sebagai Dirut PT PSS. Sosok yang menggantikan Marco Gracia Pauolo dan menjadi pintu terakhir untuk memutuskan siapa pelatih, asisten pelatih dan tentunya perekrutan pemain baru.

Seberapa kualitas pelatih dan pemain-pemain baru, yang Sebagian diambil dari klub Liga 2, merupakan tanggungjawab manajemen PT PSS. Jika hanya segitu saja, meski sudah upayakan semaksimal mungkin dari aspek teknis dan non teknis, apa yang bisa diharapkan kecuali mereka bermain dengan hati dan mati-matian seperti harapan suporter.

Di media sosial hanya pelatih dan konsultan yang sepertinya jadi kambing hitam atas keterpurukan PSS Sleman saat ini.

Berbicara tentang Konsultan pun juga belum pernah diumumkan secara resmi oleh PSS siapa saja mereka, apakah perorangan seperti halnya Penasihat Tim (Antonius Rumadi) ataukah sebuah perusahaan?.

Bahkan tak diketahui adanya Konsultan itu memang berasal dari keputusan manajemen PT PSS ataukah pemilik PT PSS, Agus Projosasmito?. Apakah tugasnya hanya seputar performa tim ataukah lebih luas lagi pada pembenahan manajemen perusahaan?.

Sebagai Konsultan tentu tugasnya memberikan konsultasi atau nasihat kepada sang klien (PT PSS) tentang cara terbaik menghadapi suatu masalah. Hasil konsultasi apapun akan berpulang pada PT PSS untuk menerima atau tidak menjalankannya.


Introspeksi

Bukan hal yang mengherankan jika muncul pertanyaan kenapa manajemen (Dirut) PT PSS tak pernah disenggol dengan tuntutan atas performa tim yang satu kakinya sudah berada di jurang degradasi?. Situasi yang lebih berat dibandingkan tahun 2021 lalu di era kepemimpinan Marco Gracia Paulo.

Tentu tak ada yang ingin PSS terdegradasi, kembali ke Liga 2. Tak ada lagi klub Liga 1 di Yogyakarta untuk satu musim mendatang. Degradasi itu akan membuat adanya 3 klub yang bertarung di Liga 2 yakni PSS, PSIM Yogyakarta dan Mataram Utama.

Terlepas dari tetap atau tidaknya PSS di Liga 1, menarik untuk diketahui bagaimana sikap suporter menghadapi situasi yang terjadi di PSS. Tak hanya dari sisi tim yang memerlukan perombakan, tapi juga lainnya seperti kinerja manajemen, manajer tim dan lainnya.

Bukankah hal-hal seperti itu juga jadi concern suporter, seperti tertuang dalam 8 Tuntutan BCS (Brigita Curva Sud, komunitas suporter PSS terbesar)?. Mulai dari pembinaan usia muda melalui Akademi PSS, adanya tenaga marketing hingga Standar Operasional (SoP) perusahaan.

Kemerosotan prestadi PSS tidak bisa dianggap sebagai kesialan belaka. Harus ada sikap terhadap manajemen, jika itu memang suporter ingin lakukan. Sikap yang akan menjadi bahan pertimbangan dari sang owner, Agus Projosasmito untuk melakukan perombakan manajemen.

Apapun yang terjadi, termasuk mimpi buruk terdegradasi, PSS tetap akan selalu dicintai oleh suporternya, oleh masyarakat Sleman.

PSS Sleman terlalu besar jika hanya bersandar pada ambisi individu dan kelompok. Tak terbayangkan PSS harus hengkang dari Liga 1, seperti juga sulit membayangkan Liga 1 tanpa Persipura.

Semoga segala yang terjadi bisa membuat semuanya merenungkan, introspeksi. Dari situlah PSS akan kembali meraih kejayaannya seperti 2019 lalu ketika sebagai pendatang baru mampu bertahan di peringkat ke-8. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun