Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memintal Helai Kehidupan Lewat Siter

11 November 2021   16:48 Diperbarui: 13 November 2021   22:36 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siter Sister saat tampil di Museum Affandi, Yogyakarta (Foto: Dok. Siter Sister)

Di panggung yang terlihat tidak terlalu luas, tiga perempuan dan tiga laki-laki menyajikan musik yang didominasi siter (alat musik Jawa). Siter itu dimainkan oleh tiga perempuan itu, dengan kebaya yang menambah kecantikannya dan satu lagi, lelaki dengan blangkonnya. Dua pemain lainnya memainkan kendang dan bass.

Ya siter, alat musik yang hampir punah karena bisa dihitung dengan jari para pemainnya. Alat musik yang seperti halnya gamelan, rebab atau bonang yang makin ditinggalkan oleh generasi muda. Warisan budaya yang makin terlupakan, senyap dalam kemajuan jaman yang pengap. Anak-anak muda yang lebih memuja boy band Korea, penyanyi atau grup yang kadang tampil sebentar lalu tenggelam.

Kesenyapan yang menimbulkan kegelisahan dari mereka yang berpuluh tahun mencoba mempertahankan eksistensi siter. Sangat minimnya minat anak muda untuk mencoba menekuni siter membuat para maestro di beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta misalnya merasa prihatin. 

Sebuah media pernah menulis, edisi 16 Februari 2017, di Kebumen, Jawa Tengah tinggal Sutirah, perempuan yang memasuki usia senja yang masih berprofesi sebagai pesinden siteran. Dalam upaya menghidupkan siteran, perempuan renta itu melakukannya hanya dengan cara ngamen dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menopang ekonomi keluarganya.. 

Kegelisahan untuk meneruskan kesenian siter juga disampaikan oleh Rukini, maestro siter dari Bojonegoro, Jawa Timur. Para pemain yang ada, termasuk dirinya, sudah tak sebugar dulu. Ditambah lagi tak ada yang tertarik memainkan musik tradisional itu. "Orang-orang bingung, siapa yang main siter setelah ini," tutur Rukini yang sudah menetap di Bojonegoro sejak 1980-an itu.

Siter Sister & Friends (Foto: Dok.SS)
Siter Sister & Friends (Foto: Dok.SS)
Ketiga perempuan itu tergabung dalam Siter Sister  (SS), kelompok yang memainkan siter dan membawakan lagu-lagu tradisional, pop hingga campur sari. Mereka adalah Krizma, Lukita, dan Feryna (yang merangkap sebagai penyanyi). 

Saat tampil SS menghadirkan Ari Tejo yang bermain siter, Yoyok (kendang) dan Aam (bass). Maka di poster atau promosi lainnya selalu tertera "Siter Sister & Friends". Penampilan mereka tampak padu, suara siter, vokal Feryna, kendang dan bass menghadirkan alunan lagu yang melenakan, kadang juga membuat penonton ikut bergoyang.

Seperti saat diundang untuk tampil dalam pembukaan pameran lukisan karya Hani Santana di Museum Affandi, Yogyakarta pada 5 November 2021 lalu. Meski hanya membawakan beberapa lagu, penampilan SS mengundang decak kagum. Banyak yang tak menyangka siter dimainkan oleh tiga perempuan cantik dan menghasilkan nada-nada yang membuai pendengarnya. 

Meski mereka merasa belum sampai pada titik untuk disebut sebagai penerus para maestro itu. namun kemunculannya membersitkan harapan akan terus hidupnya siter. Tentu hal itu tak hanya jadi "tugas" ketiga ibu rumah tangga itu, tapi juga perempuan lainnya.

Bagaimana mereka, yang punya potensi untuk menjadi model atau berkecimpung di kegiatan lain yang mudah mengundang kekaguman, bisa tertarik menekuni siter?

Krizma, yang juga merangkap manajer SS, menuturkan lahirnya SS bukan merupakan sesuatu yang direncanakan. Masing-masing yang sudah berteman cukup lama lalu belajar sendiri, sampai merasa makin mencintai siter yang mempunya 11 dan 13 pasang senar itu. Hingga bertemu Ari Tejo, yang menjadi guru mereka dan tetap mendampingi saat SS tampil di panggung.

Kuku Patah

Siter Sister saat bersiap latihan (Foto: Dok.SS)
Siter Sister saat bersiap latihan (Foto: Dok.SS)
Awalnya, belajar secara bertahap dari siter peking (bentuknya kecil, jauh lebih murah) yang terbuat dari kayu standar. Setelah belajar sekian lamanya, mereka melihat adanya perbedaan cukup besar antara siter peking dengan yang dimiliki sang guru. Terutama adanya suara bass yang membuat bisa masuk ke lagu-lagu genre lain. 

Belum lagi, tambahnya, kayunya yang bagus, dengan seni ukir tinggi dan memiliki kaki sebagai penyanggah siter menjadi pesona tersendiri. Sebuah kerajinan tangan yang bagus dan berkualitas. Sedangkan siter peking tidak memiliki kaki, jadi saat berlatih kotak kayu tempat penyimpanan alat musik itu yang jadi kakinya.

"Semua itu merupakan perjuangan yang tidak mudah. Sebagai ibu rumah tangga dengan uang dapur yang terbatas, harus menyisihkan untuk membeli sitar besar yang indah itu. Dari beberapa penampilan, honor yang didapat bisa dikumpulkan untuk membeli siter besar. Akhirnya impian itu terwujud,"tutur Krizma yang mendapat anggukan dari Feryna dan Lukita.

Ditambah lagi penyesuaian jemari lentik yang berbeda dengan lelaki sudah merupakan kendala tersendiri bagi mereka. Jempol merupakan alat utama untuk menghasilkan denting nada-nada yang diinginkan. Mereka sering terpeleset karena jemari terlalu dalam saat memetik senar. Maka soal kuku patah bukan merupakan hal yang aneh.  

Siter memiliki 11 dan 13 pasang senar, dan direntangkan di antara kotak resonantor. Senar siter dimainkan dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan.

Namun, meski sudah belajar dari siter peking untuk menguasai nada dari senar siter, namun tetap membutuhkan adaptasi tersendiri ketika beralih ke alat musik yang lebih besar. Ini tak lepas dari bentuk tangan perempuan yang kecil, yang harus disiasati agar bisa menghasilkan bunyi yang lebih enak dan empuk untuk musik-musik non tradisional. 

"Ditambah lagi telinga kita terbiasa dengan nada-nada diatonik (do re mi), tapi nada di siter itu pentatonik. Bagi yang terbiasa mendengarkan lagu-lagu Jawa atau Sunda, mungkin tak asing. Bagi yang jarang mendengarkannya, penyesuaiannya cukup sulit dan lama,"jelas Krizma.

Siter Sister saat tampil di kafe Cengkir, Sleman (Foto: Yo)
Siter Sister saat tampil di kafe Cengkir, Sleman (Foto: Yo)

Apa yang dikatakan Krizma tentang nada pentatonik itu diiyakan oleh Yoyok, lelaki yang piawai memainkan kendang. Sejak kecil ia sudah terbiasa dengan suara dari gamelan, rebab atau bonang.

Kesulitan serupa juga dialami Feryna yang jadi penyanyi. Ia sendiri memang suka menyanyi, pernah tampil di tv lokal atau beberapa acara di Jakarta, Yogyakarta, Magelang dan lainnya. 

Membawakan lagu sambil bermain siter bukan perkara mudah. Apalagi lagu Jawa yang dibawakan, baik yang tradisional maupun modern punya cengkok tersendiri. 

"Ini tantangan tersendiri bagi saya, meski memang sulit sekali menyanyi sambil bermain sitar. Tantangan yang menarik, menghafalkan puluhan langgam jawa, lagu pop, rock dan campursari juga merupakan keasyikan tersendiri,"tutur penggemar Celine Dion dan Didi Kempot itu.

Menjadi penyanyi di SS juga memicu Feryna, perempuan lulusan UGM itu untuk menambah kualitas vokalnya. Berbagai lagu yang dipelajarinya membutuhkan ekplorasi kemampuan yang dirasa masih kurang. 

Sedangkan bagi Lukita, saat semakin dalam mencintai siter seperti menemukan oase tersendiri dari nada-nada yang dihasilkan lewat dawai-dawainya. Ditambah lagi dengan keguyuban yang ada dalam SS and Friends.

"Saya bersama Feryna dan Krizma banyak belajar dari siter, makin terasah kemampuan dengan hadirnya mas Ari Tejo, Yoyok dan Aam yang secara langsung dan tidak langsung berbagi pengalaman. Menikmati dan terus belajar siter adalah hal yang menakjubkan,'komentar Lukita.

Di tengah proses meningkatkan kemampuan, di sela kesibukan berlatih dan tawaran untuk manggung, termasuk setiap hari Rabu tampil di Kafe Cengkir, Sleman, SS tak melupakan kodratnya sebagai perempuan dan ibu. 

Bersiter bagi Feryna, Krizma dan Lukita pada hakekatnya bagai memintal helai kehidupan, yang akan diberikan kepada anak-anak mereka. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun