Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Obah dan Mamah dari Sebuah Kafe

23 Februari 2021   21:56 Diperbarui: 23 Februari 2021   22:10 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dok. Kabar Baik

Sebuah karangan bunga menarik perhatian publik awal Februari 2021 lalu. Ditujukan kepada Bupati Banyumas, Jawa Tengah. Tulisan dalam karangan bunga kedua 2 x 2.4 meter itu berbunyi "Untuk Bupatiku, mungkin ini hanya dua hari, tapi bagi kami ini sungguh berarti, ora obah ora mamah pak (tidak kerja tidak makan pak) dari kami komentator instagram yang tidak dibalas.

Protes, sekaligus sindiran kepada Bupati Banyumas itu terkait dengan kebijakan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang memerintahkan adanya Gerakan "Jateng di Rumah Saja". Surat Edaran diberikan kepada Bupati dan Walikota se-Jawa Tengah pada 6 Februari 2021 lalu.

"Dilaksanakan secara serentak pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 6 dan 7 Februari 2021," ujar Ganjar dalam surat edarannya. Dalam SE tersebut masyarakat Jawa Tengah diimbau untuk tetap tinggal di rumah saja dan tidak melakukan aktivitas di luar lingkungan rumah pada tanggal tersebut.

 Terlepas dari Gerakan itu mendapat dukungan atau protes, hal yang menarik adalah pitutur atau peribahasa Jawa yang diselipkan di situ : Ora Obah Ora Mamah (Tidak bergerak Tidak Mengunyah (makan).

Ora Obah itu mengandung nasehat  bahwa rejeki dari Tuhan bukanlah sesuatu yang tergeletak begitu saja, tinggal dipungut dengan mudahnya. Semua harus diperjuangkan dengan tenaga dan pikiran. Kita harus bekerja keras untuk mendapatnya, untuk bisa mengunyah (makan).

Obah seperti itulah yang dilakukan oleh banyak industri kuliner di DI Yogyakarta untuk tetap bertahan di tengah pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir.

Data dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DIY hingga akhir 2019 ada 262 ribu pelaku UKM. "Jumlah ini didominasi usaha kuliner yang mencapai 40 persen," ujar Kepala Pembiayan Dinas Koperasi dan UKM DIY, Agus Mulyono.

Mengingat 80 persen usaha itu usaha mikro dan kecil, mayoritas juga terdampak pandemi. Jangankan untuk menjual, produksi saja sulit hingga banyak usaha tutup. Kondisi ini berpengaruh sangat besar bagi perekonomian DIY yang mengandalkan sektor wisata.

Geliat untuk bergerak, tak mau sekedar pasrah menanti pengunjung, pun harus dilakukan jika mau tetap bertahan. Seperti itu yang dilakukan oleh Ison Desi Satriyo, pemilik kafe bernama Kabar Baik Eatery (KBE).

"Kami tak sendirian menghadapi kesulitan ini. Harus obah. Memang ada yang mendapatkan bantuan, tapi banyak yang harus berusaha sendiri,"ujar Ison dalam suatu percakapan, minggu lalu di KBE yang berlokasi di Jl. Pamularsih No.152b, Ngabean Wetan, Sinduharjo, Sleman, Yogyakarta.

Obah yang dilakukan KBE antara lain dengan melakukan terobosan berupa sajian menu yang terjangkau dan jam operasi kafe yang lebih awal dari sebelumnya. Ruang untuk pengunjung pun dibuat lebih nyaman dan terbuka, seperti adanya sudut Corner Bags.

Tak hanya itu, pengunjung pun bisa mencoba ramalan tarot yang diberikan oleh Theo, lelaki tuna netra yang hadir setiap Jumat dan Sabtu dari  puul 16.00 hingga tutupnya kafe.

Foto : IG Kabarbaik
Foto : IG Kabarbaik
Sejak Desember 2020 lalu diluncurkan Paket Makan Siang 10 ribuan. Tagline "Makan Siang Masakan Rumah", "Makan Puas Harga Pas" berulang disampaikan lewat Instagram KBE. Paket seperti nasi rames yang tersaji dari jam 11.00 hingga 17.00 itu ternyata mampu menarik minat pengunjung..

"Respon yang didapat terbilang bagus. Di sekitar kafe ada perkantoran, klinik dan sekolah, mereka rutin makan siang di sini. Sedangkan untuk keluarga ada paket  khusus yang terjangkau, dan biasanya ramai di hari Sabtu dan Minggu," jelas Ison yang mendirikan KBE bersama isterinya, Fransiska Nuke.

Jam operasional pun dimajukan menjadi jam 11.00, tutup pada 21.00 WIB. Langkah yang terbilang berani, mengingat kafe itu pada tahun lalu, di tengah menguatnya pandemic baru buka pukul 14.00 WIB.

Foto : Dok. Kabar Baik
Foto : Dok. Kabar Baik
Obah dari sebuah kafe yang berdiri di tanah seluas 600m2, dan tidak terletak di pinggiran jalanan besar itu patut mendapat apresiasi. Apalagi mereka juga tetap mempertahankan karyawannya, tak ada yang dipecat atau dikurangi gajinya.

"Ya, kafe, angkringan dan usaha kuliner lainnya memang harus berani obah,"kata Gonang Susatyo, wartawan senior yang sedang mencicipi menu makan siang di KBE.

Bagi Ison yang alumni Universitas Gajah Mada, di tengah beratnya kondisi yang ada, para pelaku usaha kuliner harus saling menyemangati, menambah silaturahmi. Kebersamaan yang bisa menguatkan untuk tak menyerah pada keadaan.

Setidaknya, kata Ison, di tengah kabar baik dan buruk yang sering berdatangan, beriringan seperti arakan awan di tengah pandemi ada dan banyak yang bergerak. Tidak tertunduk pasrah.

Obah itu terasa di sudut-sudut KBE, di tengah gerimis yang mencumbu dedaunan dan rerumputan sore itu. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun