Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pola Pikir, Pendidikan, dan Gorengan

22 Februari 2021   17:12 Diperbarui: 22 Februari 2021   17:42 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hal yang aneh jika melihat pertandingan di suatu turnamen atau kompetisi usia muda terlihat serunya orangtua mendukung anaknya berlaga dari tribun. Sedangkan di bench pemain pelatih dan ofisial tim juga tak kalah semangatnya memompa semangat para pemain.

Kemenangan dan kekalahan jadi dua sisi mata uang yang tak terelakkan dalam suatu pertandingan. Gembira dan sedih menjadi pemandangan biasa.

Namun, bagaimana dengan para pemain belia itu usai pertandingan?. Apakah mereka tetap tersenyum meski kalah. Menganggap bahwa bukan juara yang jadi target utama?. Ataukah wajah mereka muram, menanggung beban karena kalah?

Mindset (cara pandang) yang mengutamakan kemenangan dan gelar juara sering ditanamkan oleh banyak pelatih di akademi atau sekolah sepakbola (SSB) dalam pembinaan sepakbola usia muda. Padahal esensinya pembinaan usia muda adalah terus mengasih kemampuan fisik, teknik dan mental.

Hal itu bukannya tak disadari oleh pelatih dan pengamat sepakbola usia muda lainnya.

Tentu saja tak cuma itu mindset yang ada. Di pemerintahan pun, yang sebenarnya berperan sangat penting dalam memajukan sepakbola, punya mindset sama. Hanya mereka tak berpikir harus menang dan juara, tapi lebih suka membangun stadion ketimbang lapangan latihan yang layak.

Kenapa terdapat pola pikir tetap (fixed mindset) seperti itu? Tentu bisa ditebak apa alasannya. Karena membangun stadion lebih terlihat, dianggap jadi bukti wujud nyata pembangunan. Kalau lapangan tak terlihat hasilnya senyata stadion.

Sedangkan dalam anak-anak butuh lapangan, yang tak cuma layak tapi juga mudah diakses.

dok. pribadi
dok. pribadi
Soal pola pikir yang enggan berubah itu disoroti dalam webinar dengan tema "Akademi di Tengah Pandemi" yang diadakan oleh Jurnalis Olahraga Yogyakarta (JOY), 20 Februari 2021 lalu. Eladio Antonio R.R yang Head Coach Estrellas Del Futbol (EDF) LaLiga Academy, memberikan paparan menarik soal itu, dalam kaitan pembinaan usia muda.

Selain Eladio, nara sumber lainnya adalah Guntur Cahyo Utomo (Kepala Development Center PS Sleman), Rudi Eka Priyambada (CEO Safin Pati Football Academy) dan Mat Halil (pemilik El-Faza FC Surabaya).

Eladio yang fasih berbahasa Indonesia dan Inggris itu memberi contoh kurikulum EDF yang berasal dari LaLiga. Tidak semua program itu bisa direalisasikan di Indonesia karena perbedaan fasilitas, sistem dan budaya. Harus disesuaikan apa saja yang bisa diterapkan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun