Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menebar Kabar Baik dari Sebuah Kafe

11 Agustus 2020   17:55 Diperbarui: 11 Agustus 2020   18:21 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang berhenti bicara.

Dalam cafe tak ada suara.

Kecuali angin menggetarkan kaca jendela.

Georgia.

Dengan mata terpejam

si Negro menegur sepi.

Dan sepi menjawab

dengan sebuah tendangan jitu

tepat di perutnya.


(Penggalan puisi "Blues Untuk Bonnie" karya 
WS Rendra)


Apa yang ditawarkan sebuah kafe selain minuman, cemilan atau makanan?. Di sana pasti ada kisah yang diceritakan oleh seseorang, atau isu diperbincangkan dalam debat, canda atau kadang diam saja.

Kafe yang punya jam buka lebih panjang dari restoran memang menawarkan banyak hal. Kongkow, bergosip atau bisa juga jadi tempat pelarian untuk merenungkan kegundahan. Ia juga menawarkan kegembiraan lewat musik yang digelar.  

Apa yang terjadi di kafe pernah ditampilkan dengan begitu indah, sekaligus perih oleh WS Rendra, penyair ternama lewat puisi "Blues Untuk Bonnie". Keperihan yang dibawakan dalam lagu blues penyanyi kulit hitam di sebuah caf di Boston, Amerika Serikat. Keperihan akan nasib masyarakat kulit hitam yang dinomerduakan, terpuruk dalam kemiskinan. Puisi yang benar-benar menendang tepat di perut.

Namun tentu tak semua memberi kesedihan. Ada kegembiraan pastinya, bertemu teman lama atau merayakan sesuatu yang menggembirakan.

Seperti sebuah kafe yang mencoba menawarkan sesuatu yang lain : kabar baik. Menularkan hal-hal baik setelah seseorang meninggalkan kafe itu.. Berkabar baik bagi orang lain setelah ia menghabiskan pasta carbonara atau segelas segelas kopi Americano. Termasuk juga tentunya bermanfaat bagi lingkungan

dokpri
dokpri
Kabar baik itu bisa dari pertemuan dengan teman, kenalan baru atau saudara. Kabar yang diharapkan akan didapat dari sebuah kafe bernama Kabar Baik Eatery (KBE), yang berlokasi di Jl. Pamularsih No.152b, Ngabean Wetan, Sinduharjo, Sleman, Yogyakarta.

Terasa berbeda namanya. Nama yang terdiri dari 3 kata. Tak seperti lainnya yang umumnya satu atau dua kata saja.

"Semua ini berawal dari obrolan tentang nama kafe yang akan dibuka. Saat itu, saya dan suami, Ison Desi Satriyo ingin membangun kafe di tanah yang sudah lama belum digarap," tutur Fransiska Nuke dalam bincang menjelang senja minggu lalu di kafe KBE.

Saat itu, di tahun 2018, keduanya bertemu Gama Marhaendra yang penyuka seni. Gama yang mengusulkan nama Kabar Baik. "Dia sahabat kami, masih muda, meninggal mendadak karena serangan jantung," tambah Ison mengenang Gama yang sama-sama penggemar klub Liverpool.

"Kabar Baik" dianggap punya konsep kuat dan beraura positif. Sedangkan "Eatery" dipilih karena orang lebih cenderung untuk makan dan nongkrong.

Dari Bawah

Pasangan Nuke dan Ison yang menikah pada tahun 2001 melakoni bisnisnya dari bawah.. "Sesuatu yang terasa tidak prestige, lulusan UGM kok buka warung. Tapi kami tak peduli, passion Nuke memang di kuliner,"jelas Ison.

Warung bernama Cheers yang berlokasi di Selokan Mataram, Gejayan itu dibuka pada 2004, Promosi pun dilakukan hanya lewat sms (short message short) dan telepon ke teman-teman. Orang kadang datang hanya untuk ngopi saja. Kadang sepi dari sore  hingga malam, tambah Nuke.

Warung itu juga punya cerita lain. Meski disewa selama 10 tahun, tapi di tengah jalan mengalami kenaikan yang membuat mereka lalu pindah, dua blok dari lokasi semula. Sebuah ruangan bekas usaha cukur rambut, berukuran 2x3 m2. Warung itu sempat vakum, namun mereka tetap bergerak dengan nama Shine Cafe  sejak 2012 di tempat tukang cukur itu.  Sedangkan Cheers, setelah vakum selama 7 tahun, kembali dihidupkan pada 2019, saat ini menempati lahan di bilangan Seturan.

Kini melalui KBE Nuke berharap bisa memberi manfaat, memberi kabar baik bagi orang lain. Seperti yang ia alami pada 2007 saat mendapat kabar baik dirinya hamil setelah 6 tahun menanti. Kini ia punya putra yang sudah duduk di bangku SMP dan puteri yang kelasa 6  SD.

"Kabar baik kadang datang tiba-tiba, kadang tak bisa cepat karena perlu perjuangan dan kesabaran. Semua akan memetik hasil dari apa yang sudah kita tanam," kata Nuke yang berkacamata itu.

Bikers sedang menikmati sore di KBE. Foto : Dokpri
Bikers sedang menikmati sore di KBE. Foto : Dokpri
Di masa pagebluk yang belum jelas kapan akan berakhir kafe itu juga menjadi "rumah" bagi para siswa di sekitarnya yang keteteran belajar online karena berat membeli pulsa. Di KBE para pelajar itu bisa menikmati wifi gratis dari pukul 08.00 hingga 14.00 WIB.  

Langkah itu mendapat dukungan dari banyak pihak, seperti teman-teman kuliah Nuke dan Ison. Ada yang menawarkan beberapa laptop untuk dipakai para siswa. "Masih banyak yang punya kepedulian pada sesama, hanya kadang tak tahu bagaimana caranya,"tambahnya.

Pasangan itu juga tidak merumahkan karyawannya meski pandemi sejak April lalu membuat kafe-kafe sepi pengunjung. Gaji dan THR tetap diberikan penuh. Ada juga yang pernah bekerja di rumah makan tapi diberhentikan akibat krisis yang ada lalu ditampung di KBE. Saat ini KBE yang berdiri di tanah seluas 600m2 itu beroperasi dari pukul 14.00 hingga 23.00 WIB. Nantinya saat situasi normal akan buka dari pagi.

Menu yang disajikan cukup bervariasi, sajian nusantara dan western, dengan harga yang terbilang tak mahal. Selain ada tempe mendoan atau pisang goreng juga bisa dinikmati pasta dan salad. Selain itu juga tersedia minuman yang segar, baik kopi dan non kopi.

Bagi para penggemar sepeda diberikan diskon sebesar 25%. Mereka yang butuh tempat berkumpul sambil nyore yg asik bisa memanfaatkan diskon itu. Syaratnya mudah, para bikers membawa sepedanya pada pukul 14.00 -- 18.00 WIB.

Maka seperti di sore itu, saat berbincang dengan Nuke dan Ison, ditemani Leo Napitupulu yang gitaris grup Es Nanas, mulai berdatangan para bikers. Mereka menikmati sore yang segera menepi, berbincang sambil menikmati teh dan kopi.

Saat malam menjemput, Kabar Baik Eatry yang tampak eksotik ditingkahi lampu-lampu, terus menggeliat. Menebarkan kabar baik, juga kebaikan bagi pengunjung dan lingkungannya. Sembari merealisasikan rencana ke depan untuk membuat kafe lebih nyaman dengan memperbanyak venue luar. Juga ada akustikan di hari tertentu.

Kabar baik yang memang dibutuhkan semua orang di tengah cobaan pandemi saat ini. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun