Tingginya harapan public itu ditangkap oleh Cucu Somantri, purnawirawan TNI AD yang berpangkat akhir Mayor Jenderal. Meski pengangkatan direksi, GM dan lainnya merupakan masalah internal, tapi sensitivitas perkara anaknya tak bisa diabaikan. Kepekaan Cucu Somantri terhadap hal itu patut diapresiasi saat ia menegaskan anaknya tak akan menjabat GM di PT LIB.
Lebih Ramai
Masalah isu itu terasa menarik jika melihat keriuhan yang ditimbulkannya. Apakah karena karena itu terkait bapak-anak sehingga lebih enak digoreng untuk memojokkan Cucu Somantri?. Dugaan seperti bisa saja salah, karena tak ada yang tahu kenapa masalah internal ini jadi mencuat, justeru oleh jajaran direksi PT LIB sendiri?.
Kalau pun ada yang meributkannya, tentu pemilik saham PT LIB yang semestinya lebih dulu bersuara. Itu  pun tak perlu gembar-gembor di media. Mereka bisa berkirim surat mempertanyakan hal itu, atau cara lain yang bisa jadi saluran kekecewaan atau protes.
Namun yang justeru ada adalah sikap bijak untuk menyikapi hal tersebut. Seperti disampaikan oleh Manajer Persita Tangerang, I Nyoman Suryanthara, yang menilai penunjukkan Pradana Aditya bukan masalah jika itu untuk menunjang kesuksesan perusahaan. "Kami sudah memberikan kepercayaan kepada pak Cucu (Somantri) selaku Direktur LIB yang baru untuk menyusun keanggotaan di dalamnya," kata Suryanthara.
Soal nepotisme yang terjadi di PSSI malah tak semeriah soal putera dari Cucu Somantri itu. Maaike Ira Puspita,yang ditunjuk sebagai Wakil Sekjen PSSI pada 16 Januari 2020 punya hubungan keluarga dengan Mochamad Iriawan atau akrab disapa Iwan Bule, sang Ketua Umum PSSI yakni sebagai adik ipar. Ira Puspirta merupakan isteri dari Kapolres Kepulauan Seribu, AKBP Mochamad Sandy Hermawan yang adik dari Iwan Bule,
Menjadi pertanyaan pula, kenapa masalah internal ini jadi konsumsi publik. Hal yang sebenarnya bisa dipersoalkan lewat mekanisme PT LIB sendiri. Struktur yang ada, dengan Pradana sebagai GM PT LIB, disebut-sebut sudah ada sejak 3 Maret 2020. Kenapa hampir dua bulan kemudian dipersoalkan ke publik, bukannya ke pemegang saham PT LIB?
Banyak pertanyaan lain yang bisa diajukan, namun itu biar terjawab sendiri nantinya. Lebih baik PT LIB bersama PSSI memikirkan nasib kompetisi apakah bisa berlanjut atau terhenti di tengah jalan. Jika tidak berlanjut, apa solusi yang ditawarkan kepada klub-klub, sponsor, official broadcaster dan pihak lainnya.
Sambil menentukan langkah-langkah terkait kompetisi itu, PT LIB bisa melakukan pembenahan organisasi. Sehingga tak lagi ada masalah internal harus jadi konsumsi publik. Apapun yang dilakukan jajaran direksi PT LIB publik hanya mengharapkan prestasi yang terjadi.
Prestasi itu, jika kompetisi berlanjut, tentu pada kompetisi yang lebih kompetitif dibandingkan sebelumnya. Hal itu terwujud jika beberapa hal ditingkatkan seperti meminimalkan perubahan jadwal, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan wasit, melakukan pengawasan pertandingan dari tindakan kriminal, dan memperpanjang masa pemulihan (recovery) pemain.
Prestasi itulah yang dinanti seiring harapan kompetisi tidak mati tahun ini. Semua ingin menikmati kembali sepakbola dengan segala keriuhannya. Seperti halnya semua ingin pandemi virus corona segera berlalu, dan geliat masyarakat kembali seperti semula. ***