Dari aspek komunikasi pun perlu tampilnya para anggota Exco PSSI untuk menguatkan kesan positif terhadap kinerja federasi itu. Tak hanya Jokdri dan Sekjen PSSI, Ratu Tisha saja yang selalu tampil menghadapi media, meskipun memang keduanya yang selalu diburu pers sebagai sumber berita.
Dimana anggota Exco lainnya, bukankah mereka juga bukan orang kemarin sore di sepakbola, dan memiliki tugas membantu Ketum sesuai bidangnya masing-masing?. Sudah saatnya PSSI menampilkan para anggota Exco itu untuk menyampaikan program yang jadi tanggung jawabnya.
Bukankah jabatan Exco itu terhormat dan diperebutkan saat kongres?. Tentu mereka tak mau nantinya dikenang sebagai tokoh yang hanya ada dalam daftar Exco terpilih. Kalau pun diberitakan media hanya menghadiri pelantikan pengurus baru Asosiasi Provinsi.
Banyak Langkah
Sudah semestinya anggota Exco lainnya terbangun untuk bahu membahu membangun PSSI yang baru, menjadikannya lebih profesional dan bermartabat. Bukannya menaruh semua beban pada pundak satu dua orang saja.
Tahun 2018 ini saja sudah terlihat tantangan yang ada untuk Asian Games dan tujuh even AFF, serta final Piala AFC yang berlangsung di Indonesia. Masyarakat akan maklum misalnya jika target Asian Games itu sangat sulit tercapai, karena untuk masuk ke 4 besar butuh keajaiban. Tapi ini perlu diimbangi dengan keterbukaan dari PSSI tentang persiapan yang ada, dengan kendala-kendalanya.
Belum lagi tentang kinerja operator kompetisi yang masih membuat kening berkerut, misalnya soal kewajiban pelunasan subsidi kepada 18 peserta Liga 1. Dana itu di luar dana tambahan dari ranking dan hak siar televisi.
Banyak sebenarnya langkah PSSI untuk memulihkan citranya melalui strategi komunikasi yang tepat dan terbuka. Hal ini penting untuk menepis berbagai isu yang sebenarnya tak perlu muncul, tapi ternyata ada hanya karena didiamkan saja.
Semisal tentang perpindahan kantor PSSI dari sebuah perkantoran di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan ke sebuah rumah di Kemang, Jakarta Selatan. Sebelum pindah, akan elok jika dijelaskan melalui pers apa alasannya, seperti "Ini sementara saja, setelah Asian Games kita kembali ke Senayan. Lebih enak rasanya aktivitas dari sebuah rumah.".
Ketika hal itu akhirnya diketahui dari pemberitaan media, justeru yang muncul adalah isu keuangan PSSI yang kolaps. Padahal dalam kongres di Tangerang, 13 Januari lalu PSSI mengalami surplus Rp 3 miliar (dari pendapat tahun 2017 sebesar Rp 110 miliar, dengan pengeluaran Rp 107 miliar).
Hal-hal sederhana seperti itu semestinya menjadi perhatian PSSI di masa mendatang, bukannya lalu dianggap remeh. PSSI milik rakyat, dan selalu menjadi perhatian dalam setiap langkahnya.