Aduh, Tuhan! Aku jadi merinding sendiri. Hatiku yang tadi sadar pada keadaanku, tak mampu menolak debaran jantungku, karena kedekatan kami. Apalagi, aku tak pernah dekat dengan laki-laki seumur hidupku. Selain, papa aku tentunya. Selama ini, aku hanya menonton film atau membaca novel romantis, untuk memgerti perasaan seorang lelaki kepada wanita yang disukainya. Aku berharap, aku tak akan pingsan mendengar bisikannya ditelingaku. "Aku ingin kamu membuat puisi lagi tentang perasaanku. Tentang hati yang kosong dan ingin diisi oleh Miranda..."
"A...a..aku buat puisi lagi?! Tentang perasaan kamu?!"
"Yup! Aku akan traktir kamu makan bakso di kanti sebagai imbalannya! Setuju?!"
Yeah, ampun! Makan bakso dengan cowok terkeren di kampus. Siapa yang nggak terima ajakan ini?! Semua cewek di kampus juga ingin dekat dengan mahkluk ganteng ini! Aduh, ini kesempatan atau godaan, Tuhan?! "Hmm..., oke! Tapi, janji kamu yang bayar baksonya ya?!"
"Yeah iya, Natalia! Aku kan tadi bilang, kalau aku akan traktir kamu makan bakso. Berarti, aku yang bayar dong!"
"Oh, oke!"Â
"Sekarang, kamu buat puisinya!"
"Sekarang?!"
"Iya, Natalia! Sekarang, sebelum kelas Psikologi Klinis dimulai sebentar lagi!"
***
Aku menarik napas, dan berusaha meluruskan perasaanku sendiri. Aku harus fokus membuat puisi ini untuk Miranda, cewek beruntung yang ditaksir Christian. Tiba-tiba, gambar bunga matahi melintas dibenakku. Aku pun ingat, betapa bahagianya bunga matahari yang menegembang di pagi hari, berteman lebah yang menghirup wanginya. Aku pun berkata pelan kepada Christian, yang telah siap menulis puisi yang kubuat.