Kakek berdehem sebentar seakan ingin menggoda Nenek, kekasih hati yang telah menjadi isterinya. “Melati putih telah kusematkan dirambutmu, saat kita menikah dulu. Melati yang harum dan berwarna putih adalah lambang ketulusan dan kesucian cinta kasih didalam sebuah pernikahan.”
Kakek mengambil tangan Nenek dan menggenggamnya lembut dan penuh kasih. “Sekarang, aku ingin memberikan bunga Matahari sebagai hadiah istimewa di hari ulang tahun pernikahan kita.”
“Kenapa harus bunga Matahari, Kakek?!” Nenek bertanya, heran.
“Bunga Matahari mempunyai bentuk seperti matahari. Arah bunga matahari selalu setia menghadap matahari yang bersinar menyinari bumi, mengikuti kehendak Tuhan. Warna kuning juga melambangkan kebahagiaan.”
Kakek memetik setangkai bunga Matahari, lalu menciumnya lembut. “Bunga Matahari ini adalah lambang kesetiaan dan kebahagiaan cinta kasih selama 50 tahun pernikahan kita. Aku dan kamu telah berjanji di hadapan Tuhan di altar pernikahan. Kita juga telah saling setia pada janji dan kebahagiaan cinta kasih kita.”
“Kakek…” Nenek membalas pelukan dan cium sayang dari sang Kakek. Kebahagiaan dan kesetiaan cinta kasih yang lugu, murni, tulus dan suci, terpancar dalam kehidupan Kakek dan Nenek.
Mawar, Anggrek, Melati dan Matahari juga tidak bertengkar lagi. Mereka kini mengerti, mereka dipilih dan dibeli dengan tujuan dan makna kehadirannya masing-masing. Mereka pun turut merasakan dan mewakili kebahagiaan, kesetiaan dan ketulusan cinta kasih Kakek dan Nenek.
“Ketika kamu merasa putus asa untuk mengejar mimpimu, maka bayangkanlah jika kamu adalah sebuah bunga matahari. Karena dia akan selalu mengejar dan mencari sinar matahari walau dalam keadaan mendung sekalipun…”
***
(Writer : Johanna Ririmasse)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H