Mohon tunggu...
Johanna Ririmasse
Johanna Ririmasse Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

L.N.F

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Gadis Penjual Pisang Goreng

31 Mei 2016   19:55 Diperbarui: 1 April 2017   08:50 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diana adalah gadis yang sederhana. Diana berasal dari keluarga yang miskin. Dua pasang pakaian kesukaannya, selalu dikenakannya bergantian setiap hari. Sepasang sendal jepit berwarna biru melindungi kakinya dari kerikil di jalan. Namun, Diana tetap bersemangat menjalani kehidupan ini.

Konon kabarnya, ayah Diana telah meninggal dunia sejak setahun yang lalu. Saat itu, Diana sedang duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Penyakit aids, yang disebabkan oleh virus HIV telah diderita ayah Diana. Penderita aids dapat meninggal dunia, sebab daya tahan tubuhnya lemah. Hal itu pun terjadi pada ayah Diana.

Sejak ditinggal pergi oleh ayahnya, Diana tinggal bersama ibu dan adik laki-lakinya. Kini, mereka harus membayar hutang yang dipinjam ibu, untuk biaya pengobatan ayah dulu. Ibu Diana berusaha membuat kue-kue yang dapat dijual di sekitar rumah setiap sore. Namun, beberapa anak lelaki di kampungnya, selalu mencemooh kue pisang buatan ibunya. “Awas, jangan makan kue pisangnya. Ayahnya dulu pernah sakit aids. Nanti dapat menular penyakit aidsnya.”

Hati Diana selalu merintih dan menangis. Dia berusaha menghapus air matanya, dan mengulas senyum dibibirnya. Rasa sayang dan kasih kepada ibu dan adiknya, membuat Diana tetap bersemangat menjajakan kue buatan ibunya. Beberapa tetangga yang peduli padanya, tetap membeli kue pisang yang dijualnya. Ucapan terima kasih dan senyum kegembiraan, terpancar melalui mata bulatnya yang bersinar senang.

Sore itu, Diana berjalan berkeliling kampung sambil menjajakan kue pisang. “Kue pisang, kue pisang! Siapa yang mau membeli kue pisang?!”

Tiga orang anak lelaki yang sedang bersepeda, mengenderai sepeda mereka sambil mencemoohnya. “Jangan beli kue pisang, Bu!”

Anak lelaki bertubuh gendut bernama Dino tersebut, memutar balik sepedanya tepat di depan Diana. “Kue pisangnya mengandung virus, Bu. Sebab, dijual oleh anak bekas penderita aids.”

“Kue pisang ini tidak mengandung virus!” Teriak Diana kesal. “Lagi pula, ayahku sudah meninggal dengan tenang.”

“Dan ayahmu juga meninggalkan virus aids untukmu juga.” Burhan, teman Dino yang lain ikut mencemooh Diana. Burhan memutar sepedanya sambil mengangkat ban sepedanya, tepat di depan Diana yang sedang berdiri memegang erat mampan kue pisangnya. Burhan, Dino dan Tono berbaris dihadapan Diana dengan sepeda-sepeda mereka. Mereka mengolok dan mencemooh Diana bergantian.

“Tidak! Aku tidak sakit aids! Aku tidak pernah sakit aids!”

“Kamu anak dari ayah yang berpenyakit aids. Kamu pasti sudah ditularkan penyakit aids juga!”

“Iya! Kamu pasti sudah tertular penyakit aids juga!”

“Tidaakkkkkk!” Diana berteriak kencang karena ingin membela dirinya. “Augh!” Pengangan tangannya terlepas dari mampan berisi jualan. Kue-kue pisang pun berhamburan dan terjatuh di tanah. Dino, Burhan dan Tono tidak peduli. Mereka pergi meninggalkan Diana yang menangis tersedu-sedu.

“Kak, ayo kita tolong anak perempuan tersebut.” Noni dan Budi yang mendengar tangis Diana, datang untuk menolong Diana. Mereka merasa iba dan mengajak Diana masuk ke rumah mereka.

Ibu Noni segera keluar dan melihat apa yang sedang terjadi. Hatinya terkejut mendapati wajah gadis kecil dihadapannya. Gadis miskin yang cerdas di kelasnya. “Diana?!” Panggil Ibu Noni lirih bercampur bahagia.

Diana pun bahagia dan bersyukur kepada Tuhan. Kemalangan yang ditimpa Diana sore ini, ternyata telah mempertemukan Diana dengan guru kelasnya. Ibu Noni, guru kelas Diana pun terpanggil untuk menolong Diana. Ibu Noni berjanji akan mengusahakan beasiswa untuk Diana, dan mengajak ibu Diana untuk bekerja di butiknya. 

Selain itu, ibu Noni juga memberi usulan pada saat pertemuan guru di sekolah. Ibu Noni menghimbau agar pihak sekolah mengadakan penyuluhan kesehatan di sekolah. Penyuluhan kesehatan di sekolah, bertujuan untuk menjelaskan tentang penyakit aids. Anak-anak juga dapat mengetahui, kalau sakit aids tidak menular melalui kue pisang yang dijual oleh seorang anak. Seorang anak perempuan yang pernah memiliki ayah, yang pernah menderita penyakit aids.

Diana sudah kembali ke sekolah seperti biasanya. Adiknya juga sudah ke sekolah. Ibu Diana sudah bekerja di butik ibu Noni. Kehidupan keluarga Diana sekarang seperti sebuah hadiah dari Tuhan, atas setiap kemalangan yang pernah menimpanya. Seperti itu pelajaran yang dipetik dari perkataan Ibu kepadanya. Ketika Ibu juga bersyukur dengan semua kejadian yang terjadi. Ibu berkata bijak kepada Diana dan adiknya, “Kemarin adalah masa lalu, hari ini adalah hadiah, dan esok masih merupakan misteri.”

***

(Writer : Johanna Ririmasse)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun