Mohon tunggu...
Johanna Ririmasse
Johanna Ririmasse Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

L.N.F

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senja di Semarang!

17 Mei 2016   17:24 Diperbarui: 20 Mei 2016   14:42 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Akhirnya, kita bisa berlibur bertiga, friends.” Mey tampak bahagia dengan liburan bersama tahun ini. Kebahagiannya semakin bersinar dari balik kaos berwarna merah yang dikenakannya. Mey, Lizi dan Jihan pun memulai perjalanan pertama liburan mereka di kota Semarang.

Udara pagi kota Semarang terasa sejuk dan bersih. Beberapa pohon yang rindang tampak berdiri asri di tepi jalan. Rumah-rumah penduduk dan tempat fasilitas umum yang berwarna putih dan bergaya Belanda dan Portugis, seperti membawa kita ke perjalanan sejarah masa lalu. Di sudut-sudut kota tempat kami menginap ini, tampak berdiri bangunan yang kokoh dan unik, yang mengungkapkan pelajaran sejarah masa lalu. Ketika pembangunan yang berawal dari sebuah momentum penjajahan ternyata tampak kokoh, unik dan merata. Bagaimana ketika pembangunan yang berawal dari sebuah momentum kemerdekaan? Apakah pembangunan juga akan kokoh, unik dan merata untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tanpa ada bagian masyarakat yang merasa tidak diperhatikan?! Tanpa ada bagian sektor pembangunan yang merasa diabaikan?!

“Ayo, kita makan dulu lumpia asli Semarang.”

“Ayo!” Jihan dan Lizi menyetujui ajakan Mey. Tentu saja, makan lumpia asli semarang juga merupakan kuliner pertama di Semarang.

“Oh iya. Kita nanti ke Candi gedong sewu ya.”

“Oke.” Jihan menyetujui rencana Lizi sambil menikmati lumpia asli Semarang.

Perjalanan hari pertama di kota Semarang tak terasa berlalu begitu cepat. Bus kota yang mengantar mereka telah mempertibakan mereka di tempat wisata candi gedong sewu. Mereka membeli tiket di loket dan masuk ke tempat wisata candi gedong sewu. Pengunjung wisata di candi gedung sewu ternyata banyak sekali. Para wisatawan ada yang dari luar kota dan didalam kota. Beberapa mobil dan bus yang mengantar para wisatawan, bertuliskan plat nomor yang menjelaskan dari mana kendaraan tersebut berasal. Para penduduk kota Semarang yang memanfaatkan dan melestarikan budaya khas Semarang, menjual souvenir khas semarang di pintu masuk candi gedung sewu.

“Berapa, Pak?”

Lizi bertanya tentang harga tiket kepada petugas loket. Lizi pun membayar harga tiket dan mereka pun masuk. Beberapa undak-undak seperti tangga telah menyambut mereka menuju jalan ke setiap candi. Ternyata, candi di gedung sewu ini terdiri dari 9 candi yang dibangun pada zaman Sriwijaya. Setiap candi mengukir keunikan dan sejarah masing-masing. Mey, Lizi dan Jihan pun mengabadikan setiap momen di setiap candi. Jihan sesekali menarik diri dari Mey dan Lizi. Perempuan berambut ikal tersebut asyik dengan memotret pemandangan di sisi candi. Bunga-bunga berwarna-warni tumbuh dengan indahnya. Tangannya menyentuh dan mengusap setiap kelopak bunga dengan ringan dan lembut. Semaraknya rumpun bunga yang bergoyang ditiup angin senja, seperti meliuknya jemari lentik tangan-tangan penari. Setiap kuncup bunga yang mulai berkembang, nampak seperti sebait puisi yang menanti tangan pujangga yang menoreh aksara mengembangkan rasa.

“Jihan, kamu ambil gambar aku ya.”

“Oke.” Jihan mengangguk kepada Lizi, mengikuti petunjuknya bagaimana memotret sesuai dengan keinginan Lizi. Jihan yang sudah memahami Lizi, tak kesulitan mengikuti petunjuknya. Cahaya bliz menyentak saat Jihan memotret Lizi diantara bunga-bunga. Mey juga datang mengikuti mereka dan minta dipotret juga. Mereka akhirnya mengabadikan momen bersama diantara bunga-bunga berwarna-warni di sisi candi yang dikunjungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun