Hari ini hujan tidak turun, mentari pagi menyapa ramah dan hangat diantara semburat cahayanya. Kendaraan beroda dua dan empat tampak tak berebutan untuk saling mendahului. Tak ada macet di sini, di jalan menuju sekolahku. Udara pun terasa segar untuk dihirup sehingga aku pun senang mengenderai motor sambil menikmati udara pagi.
“Ibu…., Ibu Maura!” Anak perempuan berambut panjang, berkulit hitam manis itu berlari menyambut kedatanganku. Rambutnya yang dikepang dua ikut berayun, senyum manis pun terukir ketika dia menyapaku riang. “Selamat pagi, ibu Maura!”
“Selamat pagi, Silya.”
“Selamat pagi, ibu Maura.”
“Selamat pagi, Varend.” Aku baru saja ingin membalas pelukan Silya saat Varend sudah datang memelukku juga. Aku hanya tertawa bahagia dan senang menyambut tingkah anak-anak yang lugu dan polos.
“Ibu Maura, beta ada bawa maxi.”
“Oh yeah! Kamu bawa maxi berapa?”
“Dua.” Varend membuka tas dan menunjukan makanan ringan yang dibawanya.
“Boleh bagi Silya tidak?”
“Aow! Beta tidak mau!”
“Hih!” Silya melepaskan tangan Varend dari pergelangan tanganku, tanpa sengaja kekuatannya terlalu besar. Sehingga, Varend sudah meringis kesakitan dan mengaduh.