Seperti kejadian di atas, agaknya editor pakar tidak difungsikan sehingga naskah tersebut lolos hingga naik cetak. Setelah naskah dicetak, hasilnya mestinya diperiksa oleh reviewer atau penelaah. Diperiksa secara cermat hingga tidak ada kesalahan sekecil apapun. Keputusan penelaah ini merupakan pintu terakhir sebelum dicetak massal.
Ketiga, menilaikan buku. Semua buku teks mestinya dinilaikan ke Pusat Perbukuan agar diperoleh standar yang sama, tidak terkecuali buku yang diterbitkan oleh pemerintah. Pusat Perbukuan pasti memiliki instrumen yang tepat untuk menentukan kelayakan sebuah buku.Â
Bila memang buku teks tidak layak terbit meskipun disusun oleh penulis dari tim pemerintah, Pusat Perbukuan harus berani bersikap objektif dengan tidak meluluskan buku tersebut. Ini tidak hanya bertujuan menjaga kredibilitas pemerintah itu sendiri, tetapi juga menjaga karakter murid sebagai pengguna buku teks tersebut.Â
Jangan sampai buku teks yang salah "dipaksakan" lulus karena dikirim dari unsur internal pemerintah. Sebagai solusinya, pemerintah bisa menggunakan buku teks yang dikirim oleh penerbit swasta yang telah dinyatakan lulus penilaian oleh Pusat Perbukuan.
Atas dua pengalaman di atas, sekali lagi, pemerintah tidak boleh gegabah untuk menentukan buku teks yang akan digunakan oleh para murid. Jangan sampai jutaan murid itu mendapat pengetahuan yang salah karena bisa berakibat fatal pada keselamatan generasi bangsa ini. Pemerintah harus sangat selektif terhadap semua buku teks yang akan diedarkan karena dampak buku yang amat luar biasa.
Ingat, paku yang menancap di kayu memang pakunya bisa diambil, tetapi pasti meninggalkan bekas. Sedemikian halnya dengan kesalahan penulisan buku teks. Buku teks yang salah memang bisa ditarik kembali, tetapi apakah dampak buruk yang sudah terlanjur terbentuk bisa dihilangkan? Benar-benar pelajaran yang amat berharga bila kita mau merenungkan.
Catatan:
Artikel ini telah dimuat Koran Solopos, 3 Agustus 2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI