Sebuah riwayat berkisah tentang zaman kehidupan Nabi Muhammad SAW. Suatu hari, Rasulullah SAW menjumpai sahabat yang begitu tekun beribadah di masjid. Tampak ia begitu khusu' sehingga tidak sadar jika ia sedang diamati oleh nabinya. Setelah sekian lama berdzikir, tak jua ia merampungkan dzikirnya hingga Nabi Muhammad menegurnya.
"Wahai Fulan, apakah keluargamu sudah kauberi makan?" tanya Nabi SAW. "Sudahkah keluargamu kauberi nafkah?"
"Saya pasrahkan semua kepada Allah. Saya yakin Allah menjamin kehidupan mereka" jawab sahabat itu.
"Pulanglah dan berikan nafkah kepada keluargamu" ujar Nabi. Sahabat itu pun pulang tanpa menoleh lagi.
---
Kisah di atas cukup populer di kalangan dunia dakwah. Banyak orang silau dengan tujuan beribadah, tetapi mengebiri hakikat dan cara beribadah. Ibadah itu adalah semua perbuatan yang dituntunkan agama, bukan berdasarkan semaunya. Ibadah merupakan bentuk penghambaan makhluk kepada khalik atau sang Pencipta. Salah satu bentuk penghambaan itu adalah sungguh-sungguh mengemban amanah yang dipegangnya. Sekarang mari kita telisik kebiasaan-kebiasaan buruk yang mungkin sering kita lakukan.
Ketika kita sering mengabaikan keluarga, apakah kita pantas masuk surga, sedangkan perintah agama jelas agar kita menjaga diri dan keluarga dari api neraka? Kita begitu khusu' beribadah, tetapi anak-anak dan istri atau suami di rumah tak terurus dengan baik. Bukankah anak-anak dan istri atau suami adalah amanah atau kepercayaan yang diberikan Allah kepada kita? Mengapa kepercayaan itu diabaikan demi tujuan pribadi?
Ketika kita sering mengabaikan tugas, apakah kita patut masuk surga? Bagi guru, murid adalah amanah. Bagi dosen, mahasiswa adalah amanah. Bagi pegawai atau karyawan, pekerjaan adalah amanah. Kita begitu tekun beribadah, tetapi murid, mahasiswa, dan pekerjaan terbengkalai alias telantar. Apakah kita layak masuk surga, sedangkan kita tak menjaga kepercayaan itu dengan sungguh-sungguh?
Mungkin kita bisa saja khusu' beribadah, tetapi tanpa kita ketahui, ternyata ada anak-anak kita, murid kita, dan mahasiswa kita nakal karena kita tak mengurusnya dengan baik. Apakah kita masuk surga?Â
Bisa saja kita terlihat saleh atau salehah di hadapan mereka karena rajin beribadah, tetapi semuanya tak berguna sama sekali akibat kita meninggalkan kewajiban mendidik mereka hingga merugikan banyak pihak. Apakah kita masuk surga?
Ketika kita sering mengabaikan asal usul rezeki, apakah kita sah masuk surga? Surga itu tempat suci yang mustahil ditempati orang-orang kotor. Jika kita begitu rakus terhadap harta hingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, surga jelas haram bagi orang-orang kotor itu.Â