Hoax bukanlah istilah dari bahasa asing, melainkan sekadar istilah untuk menyebutkan kondisi tertentu yang penuh kebohongan. Secara definisi, hoax adalah sebuah pemberitaan palsu yang bertujuan menipu atau mengakali pembaca/ pendengarnya hingga mereka mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu.
Artinya, pelaku itu memang sengaja menyebarkan berita dusta itu untuk menciptakan kondisi seperti yang diinginkan. Dengan demikian, hoax dapat disamakan dengan berita fitnah.
Jika mencermati perkembangan dunia informasi, saat ini sedang terjadi beragam persebaran berita yang simpang siur dan sangat susah diketahui kebenarannya. Persebaran berita hoax masif dilakukan melalui beragam media sosial, seperti facebook, twitter, whatsApp dan lain-lain. Karena tidak diketahui kebenaran isinya itu, berita dapat disebut hoax atau bohong.
Jika saya menjadi Menteri Agama Republik Indonesia, saya akan mengajak semua orang untuk berhati-hati dengan berita hoax. Ada tiga hal yang dapat terancam jika hoax tersebar. Satu, dapat menimbulkan kekacauan masyarakat.
Berita hoax dapat mengacaukan kondisi aman masyarakat hingga berubah menjadi saling bermusuhan. Masyarakat akan terbelah menjadi dua kubu antara yang meyakini kebenaran berita hoax tersebut dan yang menolaknya. Meskipun sebenarnya berita hoax ini sering tersebar di dunia maya, kondisi itu dapat dibawa ke dunia nyata alias kehidupan sehari-hari. Jelas ini sangat membahayakan.
Dua, membingungkan dunia pendidikan. Kementerian Agama memiliki lembaga pendidikan yang teramat banyak. Salah satu fungsi lembaga pendidikan adalah memberikan informasi yang benar agar terbangun generasi yang cerdas dan berintegritas. Namun, tujuan tersebut bisa gagal diraih jika persebaran berita hoax semakin masif dan menyentuh dunia pendidikan.
Bagi pendidikan tinggi, mungkin gejala ini dapat diantisipasi karena mahasiswa tentu dapat membedakan berita hoax dan benar. Sayangnya, anak-anak madrasah diniyah, madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, serta madrasah aliyah masih begitu lemah tingkat literasinya sehingga mudah terkena dampak negatif hoax tersebut.
Tiga, tidak ada pegangan. Masifnya berita hoax dapat berdampak lebih buruk lagi, yakni ketiadaan kepercayaan publik kepada pemerintah. Masifnya berita hoax dapat mengalahkan penjelasan resmi dari pemerintah. Kondisi ini sudah terjadi saat ini, seperti berita hoax terkait dengan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China yang konon mencapai 10 juta orang. Meskipun sudah berkali-kali dijelaskan pemerintah bahwa berita itu bohong, toh informasi yang menyesatkan itu sudah telanjur termakan oleh masyarakat segala kalangan.
Terkait makin maraknya persebaran berita hoax tersebut, selaku Menteri Agama, saya akan terus mengampanyekan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 28 menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Sanksi hukum atas pelanggaran pasal itu adalah hukuman penjara paling lama 6 tahun dan atau denda Rp1 miliar.
Berkenaan dengan itu, saya akan membunyikan genderang perang melawan hoax karena dapat mengancam integrasi bangsa. Saya akan terus mengajak semua pihak agar bahu-membahu dan bekerja sama memeranginya. Akan saya jelaskan bahwa perang melawan hoax dapat dilakukan secara pribadi, melalui komunitas, dan jalur ilmiah.
Jalur pribadi dapat dilakukan dengan berhati-hati menuliskan sesuatu atau menyebarkan berita yang belum diketahui kebenarannya. Sebaiknya kita perlu menahan diri karena begitu jari mengeklik, berita itu akan tersiar ke dunia maya tanpa batas dan tak mungkin ditarik kembali. Jejak-jejak forensik penyebaran itu tetap bisa dilacak meskipun akunnya sudah dihapus.