[caption caption="Foto bersama dengan Presiden RI | Sumber: Istimewa"][/caption]Kemarin siang (Rabu, 27 Januari 2016), kami diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Negara untuk mendiskusikan banyak hal dan makan siang. Acara berlangsung cukup santai meskipun membahas masalah serius.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan permasalahan dunia pendidikan yang kualitasnya stagnan. Saya berpendapat bahwa kualitas pendidikan dipengaruhi oleh model rekrutmen kepala sekolah.
Untuk mendongkrak kualitas pendidikan tadi, kepala sekolah harus berasal dari guru pilihan. Kemdikbud perlu mengadakan rekrutmen terbuka calon kepala sekolah.
Selanjutnya, kepala sekolah terpilih didistribusikan merata ke seluruh tanah air agar terjadi pemerataan kualitas pimpinan sekolah. Dari sinilah kualitas pendidikan akan terjadi peningkatan.
Tentu pemerintah perlu menyediakan sarana-prasarana yang layak bagi kepala sekolah terpilih. Calon kepala sekolah perlu disediakan rumah dinas yang siap huni dengan semua peralatan rumah tangganya, kendaraan dinas, kesejahteraan cukup untuk keluarganya, dan jaminan keamanan.
Saya menggunakan filosofis air yang mengalir dari atas ke bawah. Jika kepala sekolah berasal dari guru-guru pilihan, tentu strategi ini akan berdampak positif sehingga perlahan-lahan kualitas pendidikan dapat ditingkatkan.
Strategi ini pun dapat menghindarkan guru dari urusan politik. Setiap terjadi pesta demokrasi, guru sering dijadikan mesin politik dan ini sangat berbahaya. Dunia pendidikan harus steril dari urusan politik.
Mengapa Kepala Sekolah dari Pusat?
Setelah membuat status di atas di facebook, begitu banyak informasi tambahan yang disampaikan teman-teman dari segala penjuru daerah melalui beragam komentar. Semua mengerucut kepada satu pemahaman yang sama, bahwa kepala sekolah merupakan jabatan yang sangat strategis untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Karena itulah, saya menyampaikan gagasan ini secara langsung ke hadapan Presiden Joko Widodo.
Sebagai tambahan informasi dan sekaligus argumen agar kepala sekolah dikirim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saya sampaikan tiga alasan sebagai berikut:
1. Jika kepala sekolah dikirim dari Kemdikbud, kepala sekolah tersebut dapat terhindar dari kepentingan politik. Karena kepala sekolah berasal dari luar daerah, secara otomatis kepala sekolah tak memiliki hak pilih sehingga terhindar dari tekanan pimpinan. Selain itu, kepala sekolah tidak takut diberi sanksi (mutasi atau pemecatan) karena kepala sekolah tersebut diangkat, ditempatkan, dan diberikan sanksi oleh Kemdikbud (baca: pemerintah pusat).
2. Terbangun semangat pluralistik atau keberagaman karena kepala sekolah dikirim oleh pemerintah pusat yang belum mengenal dan dikenal masyarakat (sekolah dan umum) di lokasi penempatan. Kepala sekolah tentu perlu menghargai dan menghormati budaya sosial dan adat sehingga terbangun semangat menghargai, mencintai, dan melestarikan kekayaan itu.
3. Kepala sekolah terpilih terhindar pula dari perilaku korupsi "balik modal" karena diangkat melalui seleksi pemerintah pusat secara transparan, kredibel, dan akuntabel. Akhirnya, model rekrutmen ini akan memantik semangat guru-guru hebat yang sarat prestasi untuk turut mengikuti seleksi calon kepala sekolah pada periode selanjutnya. Begitulah seterusnya dan seharusnya.
Kita tentu menginginkan prestasi dunia pendidikan meningkat seiring ditingkatkannya anggaran pendidikan. Sangatlah disayangkan jika besarnya anggaran pendidikan tidak diikuti oleh meningkatkan kualitas pendidikan. Dan kualitas pendidikan bisa ditingkatkan jika pimpinan satuan pendidikan terendah, yakni sekolah, berasal dari guru-guru berprestasi KARENA AIR ITU MENGALIR KE BAWAH.
Catatan:
Sebagian isi tulisan ini sudah diunggah di Facebook
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H