Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengatasi Keterbatasan

31 Mei 2013   10:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:45 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_264683" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/ADmin (KOMPAS.com/M. Latief)"][/caption] Saya sering mendapat keluhan dari rekan-rekan guru. Rerata mereka mengeluhkan keterbatasan sarana dan prasarana sekolah. Menurut mereka, sekolahnya miskin peralatan sehingga pembelajaran di kelas pun tak bisa maksimal. Saya tak mengetahui posisi dan kondisi sebenarnya, benarkah sekolahnya memang terbatas dalam penyediaan sarana dan prasarana? Apakah lingkungan sekolahnya pun tak bisa digunakan untuk mendukung pembelajaran? Mungkin secuil pengalaman ini dapat digunakan untuk mengatasi problem di atas. Saat ini, saya menjadi guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kalijambe Kabupaten Sragen. Sekolahku dapat dikatakan sekolah superpelosok karena jauh dari kota. Kota kecamatan berjarak sekitar 10 km sedangkan kota kabupaten berjarak sekitar 40 km. Tepatnya, sekolahku berada nun jauh di perbatasan Kabupaten Sragen -Kabupaten Boyolali di sebelah barat dan perbatasan Karanganyar di sebelah selatan. Bahkan, sekolahku berdiri tepat di tengah sawah sehingga sering disebut sekolah "mewah" alias mepet sawah. Sekolahku dikelilingi sawah dan hutan jati rakyat. Para siswa berasal dari keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke bawah, bahkan dapat dikatakan bahwa anak didikku berasal dari keluarga miskin. Oleh karena itu, banyak orang tua mereka pergi merantau ke kota besar, seperti Jakarta. Praktis anak-anak itu hidup mandiri atau ikut saudaranya. Dapat dibayangkanlah keterbatasannya, baik terbatas ekonomi, pendidikan, dan perilakunya. Namanya saja anak kampung, pastilah mereka sering bertingkah yang aneh-aneh karena ingin mendapat perhatian alias caper (baca: cari perhatian). Menghadapi keterbatasan yang demikian, saya mulai berpikir untuk memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran. Kebetulan, saya pernah menjadi guru SMA Negeri 1 Tangen Kabupaten Sragen sebelum pindah ke SMP Negeri 2 Kalijambe ini, tepatnya tahun 2004. SMA Negeri 1 Tangen pun memiliki kondisi alam yang hampir sama, yakni keterbatasan sosial, ekonomi, dan pendidikan. Berawal dari pengalaman itulah, saya berusaha menerapkannya kembali di sekolahku ini.

[caption id="attachment_264681" align="aligncenter" width="608" caption="Poster hasil anak didikku."]

13699824821810805965
13699824821810805965
[/caption] Karena mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia, saya berusaha menyelaraskan empat aspek pembelajaran agar lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran. Keempat aspek pembelajaran itu adalah menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dan inilah sebagian hasilnya. Saya sering memutarkan rekaman video yang kuunduh dari internet untuk disimak mereka. Lalu, saya meminta anak-anak agar belajar menyampaikan pendapatnya secara lisan. Untuk melengkapi pengetahuannya, saya meminta anak-anak agar membaca buku-buku di perpustakaan atau internet. Lalu, saya pun meminta anak-anak untuk belajar menuangkannya menjadi sebuah tulisan atau gambar. Dan sungguh hasilnya teramat mencengangkan dan membuat decak kagum. Beberapa anak mampu menuangkan idenya dalam bentuk gambar poster dan slogan yang menurutku sangat bagus. Saya menggunakan tolok ukur dari keterbatasan sarana dan prasarana sekolah. Ternyata anak-anak itu memiliki kreativitas dan sensitivitas alam yang teramat baik. Cobalah diperhatikan dua gambar yang saya sertakan ini. Dengan kertas folio bergaris sederhana dan pensil berwarna murahan, karya-karya anak-anak itu begitu "berbicara" kepada kita. Ada alasan kuat atas semua yang kulakukan saat ini. Saya terinspirasi oleh ucapan seorang sahabat yang pernah kutemui. Singkong memang bahan baku untuk membuat gaplek. Jika malas, kebanyakan orang akan menjual gaplek meskipun harganya sangat murah. Andaikan mereka memiliki KREATIVITAS, singkong itu dapat diubah produknya agar bernilai tinggi, baik ekonomi maupun gizi. Singkong dapat diubah menjadi tape, tepung tapioka, beragam penganan tradisional dan lain-lain. Terinspirasi itu pula, saya berusaha menanamkan kebanggaan kepada anak-anak agar mereka memiliki kepercayaan diri yang kuat meskipun prestasi akademiknya tidak terlalu baik. Dengan in take murid yang berasal dari keterbatasan, saya memang tak mengejar prestasi anak-anak setinggi langit. Cukuplah anak-anak itu dibekali kesadaran, motivasi, dan rasa percaya diri. Namun, ada saja anak-anak yang memiliki prestasi teramat membanggakan. Meskipun sekolah baru berdiri sekitar 1998, tetapi lulusannya cukup terpuji. Ada alumnus yang menjadi Taruna Angkatan Laut di Surabaya, lulusan terbaik dari SMA/ SMK Negeri ternama di Sragen dan Solo, dan menjadi karyawan di perusahaan-perusahaan raksasa lainnya. Satu semboyan yang selalu saya sampaikan kepada mereka: sekolah boleh di kampung, tetapi otak tak boleh kampungan.

[caption id="attachment_264658" align="aligncenter" width="591" caption="Karya anakku yang lain."]

13699707711101463328
13699707711101463328
[/caption]

[caption id="attachment_264657" align="aligncenter" width="640" caption="Saya bersama anak-anakku."]

13699706241181359429
13699706241181359429
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun