[caption id="attachment_230883" align="aligncenter" width="640" caption="Bunda Aridha, saya, Mas Iskandar, Omjay, dan teman"][/caption]
Semua orang pastilah menginginkan kondisi sehat seterusnya. Tak ada seorang pun menginginkan sakit diderita, sekecil apapun. Oleh karena itu, banyak orang berjaga-jaga seraya menjaga keteraturan makan, olahraga, dan istirahat. Satu tujuannya: agar sehat termiliki selamanya. Sebuah anugerah termahal adalah kesehatan setelah keimanan. Dan itu harus disyukuri jika Anda memilikinya saat ini.
Namun, tentu kita pun perlu menjaga sikap arif dan perlu berlega hati manakala didatangi sakit. Sakit dan atau penyakit datang menghampiri kita tanpa permisi. Tamu tak diundang, katanya. Masuk ke badan tanpa permisi. Andaikan bisa menolaknya, tentu kita akan mengusirnya dari pintu pagar. Sayangnya, penyakit itu telanjur masuk dan mulai mengikis kesehatan kita. Lalu, bagaimanakah kita bersikap andaikan sakit dimiliki?
Pagi dini hari ini, mauku adalah meneruskan aktivitas kepenulisanku. Kebetulan perkuliahan sudah selesai dan saya bisa meneruskan beragam “hutang” tulisan. Namun, keinginan itu tiba-tiba sirna setelah bertemu dengan Bunda Aridha Prasetya. Melalui facebook, saya mendapat kabar bahwa Bunda (saya menyebutnya demikian) sedang menderita sakit paru. Ternyata benjolan di leher dahulu bersumber dari gejala penyakit paru. Kini, Bunda harus mengurangi aktivitas dan minumobat selama sekitar 9 bulan tanpa henti.
[caption id="attachment_230889" align="aligncenter" width="598" caption="Suasana Blogshop Kompasiana di Surabaya."]
Saya mengenal Bunda melalui perantaraan Kompasiana, media kita ini. Awal pertemanan terkesan biasa-biasa saja. Mulai merasakan aura kebaikannya setelah saya mendapat undangan dari Admin Kompasiana agar mengisi kegiatan Blogshop Kompasiana di Surabaya beberapa waktu lalu. Dan di sanalah, saya bertemu dengan Bunda Aridha karena Bunda memang bertempat tinggal di Surabaya. Saya dijemput, diajak makan, ditemani, diajak jalan-jalan, dan diantar pulang. Tentu saya mengambil simpulan bahwa Bunda Aridha adalah pribadi yang teramat baik. Baru bertemu orang asing yang sebelumnya belum pernah dikenalnya tetapi Bunda tak menunjukkan sikap curiganya.
Kini, Bunda sedang menderita sakit. Sebagai sahabat yang pernah mendapatkan kebaikannya, tentu saya merasakan rasa sakit itu. Saya ingin dan teramat ingin berkunjung dan menengoknya ke Surabaya. Saya ingin sekadar bersapa dan menanyakan perihal kondisinya. Namun, apa daya karena saya tak mengenal libur sehubungan dengan beragam aktivitas wajib dan harus tertunaikan. Maka, saya pun berusaha mengirimkan doa untuk Bunda.
Ya Allah, Engkau telah memberikan teman baik begitu banyak kepadaku. Namun, sungguh saya teramat bersyukur kepadaMu karena Engkau berkenan mengirimkan teman yang lebih baik, Bunda Aridha. Saat ini, Engkau telah menganugerahi rasa sakit kepadanya karena Engkau sayang dan mencintainya. Engkau sedang menguji imannya. Engkau sedang menguji kesabarannya. Dan Engkau sedang menguji ketawakalannya. Maka, ujian-Mu akan ditanggapi dengan senang hati olehnya. Engkau telah memberikan kesabaran dan kearifan yang sangat baik kepadanya. Kepada kami, Bunda Aridha sering berbagi pengalaman dengan bahasa yang teramat santun. Tentu kami perlu berucap terima kasih kepadanya karena Engkau menciptakan makhluk perempuan sebaik Bunda Aridha.
Saat ini, Engkau memberikan secuil rasa sakit di parunya. Engkau pasti memiliki obatnya karena sakit itu berasal dariMu dan pasti Engkau pun menyediakan penawarnya. Maka, kami bermohon kepada Engkau agar segera memberikan obat itu. Kasihilah dan sayangilah Bunda Aridha karena kami pun teramat mengasihi dan menyayanginya. Sungguh kami hanya dapat mengirimkan permintaan ini kepada Engkau untuknya. Satu permintaan itu adalah anugerah kesehatan baginya, Bunda Aridha.
Tepat hari ini pula, 22 Desember 2012, Bunda Aridha dan teman-sahabat perempuan setanah air sedang merayakan Hari Kebangkitan Ibu. Tiada makhluk sehebat, setangguh, dan sesabar wanita. Maka, saya menyampaikan ucapan kepada semua wanita Indonesia, Selamat Hari Ibu 2012. Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Manakala ibu memiliki kearifan dan kepandaian, tentu anak-anak yang dilahirkan akan mengikuti jejaknya. Dan itu pun berlaku sebaliknya, persis seperti Bunda Aridha: memiliki buah hati yang teramat membanggakan baginya karena ananda teramat sabar merawat bundanya, teramat cerdas dengan prestasi internasionalnya, dan teramat baik karena kerajinan membantu sesamanya.
Cepat sembuh, Bunda Aridha. Allah takkan pernah memberikan ujian melebihi kemampuan hamba-Nya. Semua sudah diukur dan pasti terukur. Di sanalah obat itu tertempatkan dan saya yakin bahwa Bunda Aridha mampu mendapatkan obat tersebut. Kepada teman-sahabat-rekan, mohon kiranya berkenan mengirimkan doa bagi kesembuhan Bunda Aridha. Terima kasih.
Teriring salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H