[caption id="attachment_201471" align="aligncenter" width="640" caption="Profesi penulis menuntut kedisiplinan tingkat tinggi."][/caption]
Banyak orang mengalami kesusahan karena tidak mampu "mengolah" dirinya. Orang tersebut lebih suka menjadi manusia umum daripada menjadi manusia istimewa. Karena menjadi manusia umum, banyak orang tidak mampu menangkap keistimewaan yang dimilikinya. Sesungguhnya setiap diri pasti memiliki keistimewaan yang menjadi kelebihannya. Namun, kebanyakan orang justru tidak mampu menemukan kelebihan itu. Dan itu pun menjadi kelemahan baginya. Maka, pada 2008 silam, saya benar-benar termotivasi hebat kala dosenku yang pernah berujar, "Jadilah orang istimewa karena pasti kamu akan dicari banyak orang." Dari sekian banyak profesi istimewa, saya menangkap dan menemukan keistimewaan yang tiada tara dari sebuah profesi baru: menjadi penulis. Ya, saya menganggap dan dapat mengambil simpulan bahwa penulis adalah profesi yang teramat istimewa. Mengapa saya menyebut demikian? Tak Tergantikan Kompetensi menulis tidak dimiliki banyak orang karena menulis termasuk kompetensi kebahasaan yang paling sulit dikuasai. Rerata manusia hanya menguasai tiga kompetensi bahasa , yaitu mendengarkan, berbicara, dan membaca. Karena itulah, jarang kita menemukan orang yang benar-benar menguasai kompetensi menulis secara professional. Karena langkanya demikian, penulis professional pun menjadi mahal harganya. Ya, penulis memang menjadi profesi langka karena profesi ini tak boleh digantikan. Jika berprofesi sebagai pengajar, kadang dosen atau guru dapat menggunakan asistennya untuk menggantikannya. Jika berprofesi sebagai buruh, banyak orang mampu menggantikan profesi itu untuk menyelesaikan pekerjaan. Namun, profesi penulis tidak boleh digantikan karena karakter penulis itu berbeda-beda. Meskipun menulis topic yang sama, tulisan setiap penulis memiliki kadar kualitas bahasan dan bahasa yang berbeda-beda. Terus Olah Pikir Jarang profesi menuntut profesionalitas tinggi dengan berkewajiban untuk membaca dan atau mengikuti perkembangan keilmuan. Rerata profesi itu hanya memintanya untuk tekun bekerja dan menyelesaikan pekerjaan. Maka, profesi selain penulis biasanya hanya berlandaskan tugas pokok dan fungsi pekerjaan dan atau petunjuk teknis pelaksanaan pekerjaan. Maka, pikiran pun kurang berkembang karena hanya bekerja berdasarkan petunjuk dimaksud. Profesi penulis teramat berbeda. Penulis dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan keilmuan seraya memiliki kepekaan pikiran, perasaan, dan keilmuan. Karena itulah, penulis biasanya menjadi kutu buku dan atau gemar membaca beragam tulisan demi meraup informasi terbaru sebanyak-banyaknya. Maka, penulis rerata memiliki kecerdasan lebih baik daripada profesi lainnya. Tak lain karena gemar menggunakan beragam inderanya demi meng-up date pikiran dan tulisannya. Disiplin Disiplin tidak boleh diartikan sekadar datang dan pulang tepat waktu. Disiplin harus diartikan sebagai kebiasaan untuk menghasilkan segala pekerjaannya dengan tingkat kualitas terbaik. Indicator keberhasilan itu dapat dilakukan dengan pengujian kualitas melalui uji mutu. Jika produk yang dihasilkan dinyakan lolos mutu, kita dapat menyebutnya sebagai produk yang berkualitas. Namun, kita pun dapat menyebut produk itu sekadar produk karena kualitas diabaikannya. Penulis adalah profesi yang menuntut disiplin tingkat tinggi. Penulis tidak boleh bersikap meremehkan waktu, kritikan pembaca, dan pekerjaannya. Ketiganya harus diberdayakan secara maksimal agar semua pihak dapat dipuaskan dengan tulisannya. Maka, kita mudah pula menemukan beragam media (surat kabar, majalah, buku, media) dengan tingkat kualitas yang berbeda-beda. Mengapa perbedaan terjadi? Karena sikap penulis sebagai awaknya pun memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda.
---
[caption id="attachment_201472" align="alignleft" width="300" caption="Ini adalah buku terbaruku sebagai hasil dari kedisiplinan."]
Antara senang dan sedih, itulah perasaanku saat ini. Selasa lalu (17 Juli 2012), saya diundang penerbitku untuk menghadiri rapat di Solo. Ada kabar terbaru yang berkenaan dengan dunia pendidikan, khususnya bidang kurikulum dan buku. Sebagai penulis di sana, tentu saya menyambut undangan itu dengan senang hati seraya menghadiri undangan itu tepat waktu. Dan tebakan pun mengena dengan tepat. Oleh penerbit, saya diminta untuk menulis tiga naskah buku dengan jadwal penyelesaian yang teramat singkat. Buku pertama harus diselesaikan pada 30 Juli, buku kedua terselesaikan pada 10 Agustus, dan buku ketiga harus terselesaikan pada 30 Agustus 2012. Di sinilah perasaanku berkecamuk: antara senang dan sedih. Perasaanku tiba-tiba senang karena mendapat kepercayaan lebih dari pihak lain. Namun, perasaanku juga sedih karena banyak pekerjaanku terdahulu belum terselesaikan. Karena profesi penulis sudah mendarah daging, saya pun menyanggupinya. Atas nama kepercayaan, saya berusaha memberikan tulisan terbaik kepada penerbitku. Meminjam ungkapan orang ayahandaku (alm.), "Kepercayaan itu mahal harganya, maka jagalah kepercayaan itu agar kamu dapat dipercaya selamanya." Agaknya saya benar-benar menjiwai nasihat ayahanda. Ya, saya pasti bisa menyelesaikan semua pekerjaan itu tepat waktu. Teriring salam, Johan Wahyudi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H