Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Karena Raket, 3 Nyawa Melayang

15 Juni 2012   17:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:56 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak pernah ada orang berani menjamin bahwa olahraga dapat menyelamatkan nyawa. Olahraga hanyalah bertujuan agar badan menjadi bugar alias segar. Olahraga tidak bertujuan untuk menyembuhkan penyakit. Oleh karena itu, orang yang gemar bermain olahraga pun teramat mungkin mengidap penyakit. Bahkan, olahragawan itu pun dapat dijemput maut ketika ia sedang berolah raga.

Tiada angin tiada badai, malam ini keluargaku dibuat kaget dan tercengang. Kakak iparku, Mas Sukadi, meninggal dunia sedemikian cepatnya. Kakakku harus menghadap Yang Maha Kuasa ketika sedang berolahraga kesayangannya: bermain badminton alias bulutangkis.

Memang Mas Sukadi gemar sekali bermain badminton. Badannya pun terlihat atletis dan sehat. Selain tidak merokok, Mas Sukadi gemar minum-minuman jamu tradisional. Maka, Mas Sukadi jarang mengidap penyakit. Badannya senantiasa sehat meskipun Mas Sukadi sering bekerja keras. Ya, kakak iparku itu memang dikenal sebagai peternak ayam pedaging yang teramat besar. Konon kakakku itu sudah menguasai pasaran ayam pedaging di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Omzet dan assetnya sungguh teramat mencengangkan jika dilihat dari kekayaan yang dimilikinya.

Sore tadi, Mas Sukadi bermain badminton di Gedung Badminton Manggung Ngemplak Boyolali Jawa Tengah. Gedung olahraga itu tepat berada di sebelah selatan rumahnya. Bersama dengan kelompoknya, Mas Sukadi dapat jatah bermain lebih awal. Maka, Mas Sukadi pun bermain dengan teman-temannya dalam suasana yang cukup gembira.Menjelang maghrib, Mas Sukadi ingin menunaikan sholat dahulu di rumahnya. Maka, Mas Sukadi pun berpamitan dengan teman-temannya.

Setiba di rumah, Mas Sukadi mengeluh dadanya sesak. Cukup kaget istrinya, Mbak Lis. Lalu, sang istri pun menawarkan ajakan untuk diperiksakan ke dokter. Namun, Mas Sukadi menolaknya. Mas Sukadi berpendapat bahwa penyakitnya tidaklah berbahaya. Maka, Mas Sukadi pun segera menunaikan sholat maghrib di rumah.

Usai menjalankan sholat maghrib, dadanya terasa kian sesak. Keluarga Mas Sukadi kalut. Dan segera saja Mas Sukadi dibawa ke rumah sakit. Namun, Mas Sukadi harus menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan itu. Innalillaahi wainna ilaihi raaji’un. Sesungguhnya semua adalah milik Allah dan sesungguhnya semua akan kembali kepada Sang Pemilik. Selamat jalan kakakku yang baik hati. Insya Allah, engkau termasuk hamba yang khusnul khatimah. Amin.

----

Peristiwa yang menimpa kakak iparku pernah pula menimpa dua teman bermain dalam klub tenisku. Keduanya meninggal di lapangan ketika sedang beristirahat setelah bermain dengan teman-temannya. Meskipun dikenal sebagai pemain alias olahragawan yang cukup baik, ternyata justru olahraga mengantarkannya kepada kematian.

Sahabat pertamaku bernama Pak Sahid. Beliau terkenal sebagai pemain voli dan tenis yang teramat terkenal. Para pemuda di kampungku sering dilatihnya bermain voli. Kebetulan lapangan voli terletak di sebelah selatan rumahku. Jadi, saya dapat melihat langsung kehebatan Pak Sahid ketika bermain voli. Dan para pemuda pun terlihat antusias serta senang dilatih Pak Sahid.

Selain menekuni olahraga voli, Pak Sahid dikenal sebagai pemain tenis lapangan. Beliau dikenal pula sebagai pemain inti di klub. Bahkan, beberapa klub yunior menjadikannya sebagai pelatih. Maka, nama Pak Sahid cukup tersohor sebagai pelatih tenis yang sangat baik.

Suatu hari, Pak Sahid melatih tenis untuk ibu-ibu di kesatuan Polisi Militer (PM) Solo. Kebetulan Pak Sahid memang berprofesi sebagai tentara. Itulah kesibukan Pak sahid di sela-sela kegiatan kedinasannya.

Setelah melatih ibu-ibu bermain tenis, Pak Sahid mampir ke kantornya. Bergegas Pak Sahid menyelesaikan pekerjaan di kantor. Begitu pekerjaannya selesai, Pak Sahid bergegas menuju ke tempat parkir. Dan di tempat parkir itulah, Pak Sahid mengeluhkan dadanya yang sesak. Tak disangka, nyawa Pak Sahid melayang di tempat parkir kantornya.

Sahabat keduaku adalah Pak Zaenuri. Beliau terkenal sebagai pemain tenis. Kebetulan saya menjadi anggotanya. Kami selalu bermain setiap hari Minggu di Lapangan Tenis SMA Negeri 1 Gemolong Kabupaten Sragen. Teknis bermain yang dimiliki Pak Zaenuri sangat bagus. Meskipun sudah berusia agak senja, sekitar 60 tahun, beliau masih terlihat cekatan. Itu terlihat pada kemampuannya mengimbangi permainan kami yang masih berusia relative muda. Suatu hari, Pak Zaenuri meninggal di lapangan badminton. Kok bisa, ya?

Karena Pak Zaenuri doyan olahraga, beliau nyaris menghabiskan waktunya dengan olahraga selain bermain tenis. Beliau pun sering mengisi waktunya dengan bersepeda, gym atau senam, dan juga jogging. Jatah bermain di klub tenis ternyata membuatnya jenuh. Maka, Pak Zaenuri pun bergabung dengan klub badminton di Gemolong.

Suatu hari, Pak Zaenuri bermain badminton dengan teman-teman dalam satu klub di Gedung Serbaguna PGRI Gemolong. Pak Zaenuri dapat jatah bermain lebih awal. Maka, Pak Zaenuri bermain badminton dengan semangatnya. Tiga set dilahap sekali waktu. Akibatnya, Pak Zaenuri pun kelelahan. Lalu, Pak Zaenuri pun tidur-tiduran di pinggir lapangan. Ternyata, tidur-tiduran itu menyebabkan Pak Zaenuri tidur untuk selamanya.

----

Tiga nyawa melayang karena raket. Bukan salah raket melainkan salahnya pemilik raket. Mentang-mentang senang bermain raket hingga tidak mengontrol kemampuan fisiknya. Maka, alangkah baiknya para pemilik raket memeriksakan kesehatan diri sebelum menentukan jenis olahraga dan frekuensi berolahraga. Jangan sampai kegiatan yang bertujuan menyehatkan badan justru berakibat menghilangkan nyawa di badan.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun