Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Admin, Tirulah Metro TV!

30 Maret 2012   06:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:16 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kompasiana diperkenalkan sebagai citizens journalism media. Itu berarti bahwa kompasiana diharapkan dapat menjadi media penampung berita yang dikirimkan warga atau kompasianer. Kompasiana berharap agar para kompasianer menjadi "wartawan kompasiana" dengan melaporkan segala peristiwa yang terjadi di sekeliling kehidupan kompasianer.

Namun, belakangan ini, saya mengamati situasi berbeda di kompasiana. Saat ini, saya memiliki 1890 teman. Jumlah yang lumayan banyak. Bahkan, banyak sekali menurutku karena saya baru bergabung dan menjadi kompasianer terhitung mulai tanggal 19 Aprl 2010. Masih berumur relatif muda jika dibandingkan kelahiran kompasiana pada 2008.

Ketika berada di dashboard, saya sering mengamati lalu lintas tulisan. Ternyata, saya dibuat kaget. Mengapa? Saya melihat lalu lintas tulisan terkesan sepi. Sangat sepi. Saya tidak mengetahui penyebab kesepian itu.

Dengan jumlah teman sebanyak 1890, mestinya saya dapat mengamati beragam tulisan yang dikirimkan oleh teman-temanku. Namun, saya teramat kecewa karena rerata teman yang mengirimkan tulisan tak lain adalah teman yang "itu-itu saja" alias tidak berbeda. Tentu itu menjadi tanda tanya bagiku. Mengapa saya memiliki banyak teman tetapi sedikit tulisan?

Atas situasi itulah, saya akan memberikan masukan kepada admin kompasiana. Karena saya mencintai kompasiana, semoga saran ini berguna dan menjadi perhatian.

Admin, cobalah Anda meniru Metro TV. Siang ini, saya dikejutkan oleh acara wide shot Metro TV. Setelah menyajikan headline jam 13.00, Metro TV menyiarkan acara wide shot. Saya sangat menyukai acara itu karena berisi laporan-laporan segar. Dan siang itu, saya kagum sekali dengan seorang citizens journalism. Mengapa?

Karena pelapor citizens journalism itu berkewarganegaraan asing. Pelapor itu menyampaikan laporan dengan bahasa Inggris melalui rekaman dari sebuah SPBU di Lampung. Saya terkesan sekali. Sebagai pelapor citizens journalism, pelapor itu (mungkin ) tidak dibayar tetapi bersedia melaporkan peristiwa yang saat ini sedang menjadi sorotan dunia: rencana kenaikan BBM.

Status itu jelas memiliki kemiripan dengan kompasiana. Sebagai media sosial yang memproklamirkan diri sebagai citizens journalism, tentunya admin menghendaki kompasianer agar melaporkan segenap peristiwa yang ada. Namun, saya melihat kenyataan yang teramat berbeda. Apa pasal? Ternyata tulisan-tulisan yang dikirimkan kompasianer lebih banyak berisi opini daripada reportase. Jelas, menurutku, itu merupakan pengingkaran hakikat citizens journalism alias jurnalis warga.

Oleh karena itu, saya berharap agar admin berbenah seraya melakukan beberapa hal berikut ini. Pertama, latihlah para kompasianer itu tentang jenis pelaporan yang dikehendaki admin. Cobalah admin membuat semacam profil atau model laporan yang layak disebut citizens journalism alias jurnalis warga. Dengan tersedianya model pelaporan, saya yakin kompasianer akan tertarik mengikuti jejaknya.

Kedua, cobalah admin menengok "tetangga" sebelah. Jujur saja admin, mataku masih terasa sakit jika berlama-lama di depan laptop atau PC. Resolusi layar kompasiana sangat mengganggu pandangan sehingga saya tak berani berlama-lama di depanmu. Mengapa admin memaksakan diri dengan menampilkan layar yang cenderung kabur dan kurang nyaman dipandang? Cobalah peka dengan kritikan kompasianer!

Ketiga, cobalah admin melaksanakan ketentuan dalam term and conditions. Saya mengamati begitu banyak tulisan yang menyerang kompasianer lain. Jika memang menghendaki diskusi, silakan diskusi itu dilakukan dengan santun. Namun, mengapa kata-kata kotor bermunculan? Saya paling benci dengan kata-kata kotor. Ketika membaca kata-kata kotor itu, admin bersikap pasif. Seyogyanya admin langsung menegur kompasianer dan atau menghapus komentar negatif itu. Jagalah rumah yang konon dianggap agar tetap sehat.

Begitulah admin. Tak apa kita belajar lagi kepada senior-senior lainnya. Belajar itu dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Tak usah memiliki rasa malu karena memang tidak ada yang perlu dipermalukan. Demikian admin, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita. Amin.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun