Jika ditanyakan masalah kemuliaan sebuah profesi, guru merupakan profesi yang dianggap mulia. Ini disebabkan guru yang bertugas menyampaikan pendidikan kepada murid. Guru tentu harus dimaknai sebagai orang yang menyampaikan nilai-nilai keluhuran budi dan ilmu pengetahuan. Dalam diri profesi guru, terkandung makna yang teramat luhur: digugu lan ditiru (dipercaya dan diteladani). Namun, saya masih menemukan banyak oknum guru yang bermental bobrok.
Pagi ini (Jumat, 17 Februari 2012), saya diminta untuk mengisi kegiatan motivasi di sebuah lembaga pendidikan. Sebelum memasuki ruang yang disediakan, saya duduk di sebuah kursi yang berdekatan dengan ruang guru dan kantor Tata Usaha (TU). Pada saat itulah, saya mendengar percakapan guru dengan beberapa guru lainnya. Dan percakapan itu, menurutku, terkategori buruk alias sangat tidak layak diucapkan oknum yang berprofesi sebagai guru. Dan ucapan serta tingkah laku itu menjadi pelengkap sehingga menjadi lima kebobrokan kebiasaan guru.
Berbicara Porno
Saya sering mendengar gurauan yang teramat berbau porno. Tidak hanya terdengar di ruang guru, tetapi sering diucapkan dengan keras di tempat terbuka. Bahkan, saya sempat melihat beberapa murid yang turut mendengar ucapan porno itu. Cukup banyak kosata kata dan ungkapan yang berbau porno itu diucapkan oknum guru. Heran dan teramat mengherankan, mengapa guru itu tidak memaknai dan menjiwai profesinya? Terlebih, guru itu jelas berpakaian ala pegawai.
Berbicara Kasar alias Tabu
Mungkin lebih tepatnya umpatan. Saya sering mendengar oknum-oknum guru yang suka mengumpat atau berkata kasar. Jika itu dilakukan sebagai budaya setempat, mungkin itu tak menjadi masalah karena budaya memang berbeda-beda. Namun, jelas umpatan itu terasa kasar karena diucapkan di tempat yang menempatkan ucapan itu sebagai ucapan kasar alias tabu. Mulut guru jelas melanggar etika, baik budaya maupun profesi.
Suka Melihat Porno
Mungkin disangka kebiasaan itu tidak ada yang memerhatikan. Namun, justru saya sering memerhatikan sesuatu yang kurang diperhatikan. Saya melihat oknum-oknum guru yang mem-browsing situs porno. Guru itu seakan berkelakar tetapi justru mata memelototi video atau gambar. Tidak hanya Pak Guru, tetapi juga Bu Guru. Jika kebiasaan itu dilakukan secara pribadi, tentunya orang lain tidak akan mengetahuinya. Namun, jelas itu menjadi keprihatinan mendalam karena oknum guru menonton atau melihat situs porno itu secara terbuka.
Mengeluh Anak Nakal
Guru itu bertugas mendidik dan tidak sekadar mengajar. Itu berarti bahwa tujuan pembelajaran adalah mengubah perilaku: kasar menjadi halus, jorok menjadi santun, bodoh menjadi pintar. Jadi, guru seharusnya tidak mengeluh jika mendapati anak didiknya bodoh dan juga nakal. Guru seharusnya menjadikan anak tersebut sebagai pusat perhatiannya. Jika guru sudah gemar mengeluhkan perilaku anak, bagaimana guru tersebut akan mendidik? Mendidik paling baik adalah memberikan keteladanan sikap dan keilmuan.
Malas Membaca
Di banyak tempat, saya sering menjumpai kebiasaan buruk guru yang lain, yaitu kemalasan membaca. Heran dan teramat mengherankan, seorang guru kok bisa malas membaca. Jelas ilmu pengetahuan itu berkembang pesat seiring dengan ketersediaan fasilitas internet. Seharusnya guru selalu meng-up date keilmuannya seraya gemar membaca: buku, media, dan internet. Jika gurunya gemar membaca, tentunya kegemaran itu akan diikuti oleh anak didiknya. Tanpa disuruh pun, anak didik itu akan mengikuti pendidikan melalui kebiasaan gurunya. Namun, jelas itu berbahaya jika anak didik justru meniru kebiasaan buruk sang oknum guru.
Tak henti-hentinya saya mengajak rekan-rekan guru untuk berubah menjadi lebih baik. Di banyak tempat, saya suka menunjukkan beberapa contoh nyata dari karyaku. Saya jelas bertujuan untuk memotivasi rekan-rekan guru. Namun, saya belum mendapatkan kabar gembira dari rekan-rekan guru. Entahlah, mereka memang tidak mau berubah atau malu bertanya untuk berubah. Jika oknum guru berperilaku begitu, saya tak yakin bahwa kualitas pendidikan bangsa kita akan meningkat. Mudah-mudahan dugaanku meleset.
Teriring salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H