Jika berbicara masalah uang, seakan topic uang selalu memancing kemenarikan. Semua orang pasti doyan uang meskipun uang tidak enak dimakan. Bahkan, uang dapat membuat mata sakit. Jadi, mungkin perlu diluruskan bahwa uang sering membuat mata hijau jika melihatnya. Kemasukan debu saja, mata sakit luar biasa. Bagaimana rasa mata jika kemasukan uang? Tulisan pagiku: Menunggu Hasil Investigasi Dana BOS.
Semalam, saya membaca tulisan di running text sebuah televise. Mendiknas akan melakukan investigasi terhadap sekitar 39 kabupaten/ kota yang belum mencairkan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Ketidaklancaran pencairan dana BOS teramat sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Sebenarnya berita itu termasuk berita basi. Sudah lama kebijakan ketersendatan pencairan dana BOS terjadi. Banyak daerah di Indonesia sering menunda pencairan dana BOS. Mengapa? Siapa sih yang tiak suka pegang duit? Sebuah tradisi yang teramat sulit dihilangkan dari para pemimpin: pegang uang agar senang.
Pada awalnya, pencairan dana BOS dilakukan secara langsung ke sekolah. Cukup lancar pencairan itu. Namun, entah mengapa pemerintah pusat mengubah kebijakan itu seraya "menitipkan" pencairan dana BOS kepada pemerintah daerah atau kota? Pemerintah daerah atau kota diberikan kewenangan untuk mencairkan dana itu. Dan tentu saja bupati walikota menyambut gembira kebijakan itu.
Sebuah ungkan satir menyatakan: jika menitipkan uang, jangan harap uang Anda bertambah. Jika menitipkan berita, jangan harap berita berkurang. Mungkin ungkapan itu tepat diterapkan atas kebijakan dana BOS. Begitu rumitnya pencairan dana BOS. Saya sering mendapat keluhan dari teman-teman yang mengelola dana BOS. Mengapa sekolah mengambil uangnya sendiri kok begitu sulitnya? Mengambil saja sulit apalagi meminta bantuan. Bahkan, disinyalir dana BOS dijadikan alasan untuk melakukan penekanan kepada kepala sekolah agar mengikuti kebijakan politik pemimpin daerah.
Meskipun terlambat, saya menyambut positif atas kebijakan pemerintah pusat yang akan melakukan investigasi ketertundaan pencairan dana BOS. Mengapa itu bisa terjadi? Mengapa uang BOS dapat mengendap begitu lama sedangkan operasional sekolah selalu memerlukan uang setiap saat? Namun, saya pun menaruh kesangsian jika Tim Mendiknas akan berlaku bersih. Mengapa? Biasalah, tamu jauh. Apakah Anda akan diam saja jika kedatangan tamu dari jauh?
***
Beberapa hari lalu, seorang guru ditemui oleh bendahara sekolah. Guru itu mendapat keluhan dari bendahara sekolah. Guru itu mendapatkan informasi bahwa bendahara sekolah mengalami kesulitan keuangan. Bendahara sekolah itu menyatakan bahwa sekolahnya tidak mempunyai uang sedangkan ia harus mencukupi keuangan sekolah.
Lalu, bendahara sekolah itu menemui sang guru. Bendahara sekolah itu ingin meminjam uang ke sang guru. Tentu saja sang guru kaget. Mengapa? Lucu, sekolah kok mengalami kesulitan keuangan. Bukankah keuangan sekolah negeri sudah ditanggung pemerintah? Sang bendahara pun menerangkan bahwa persoalan itu muncul karena pencairan dana BOS tersendat.
Atas informasi itu, sang guru pun berusaha membantu bendahara sekolah. Pada awalnya, atas nama sekolah, bendahara sekolah akan meminjam uang sebanyak Rp 30 juta. Sang guru kaget. Banyak sekali. Karena baru pertama kali sekolah meminjam uang, sang guru berusaha menawar, "Bagaimana jika dikurangi? Meminjam pertama kok Rp 30 juta, apa yang harus menjadi pegangan kepercayaanku?"
Sang bendahara pun berusaha merayu sang guru. Pada akhirnya, bendahara sekolah pun menurunkan permintaan pinjamannya. Disepakati bahwa sekolah meminjam uang sebanyak Rp 10 juta kepada sang guru. Disepakati pula bahwa waktu peminjaman sekitar 1-2 bulan. Semua akan dibayar lunas jika dana BOS cair!
Sang guru tersenyum geli ketika membuktikan permintaan sang bendahara sekolah. Suatu hari, sang guru bertemu kepala sekolah. Ternyata sekolahnya memang miskin uang alias tidak mempunyai uang. Beliau meminta bendahara sekolah untuk mencari pinjaman dulu. Lucu ya jika kita berbicara masalah uang. Di mana-mana uang selalu menjadi rebutan. Kok bukannya memperkecil masalah, melainkan justru memperbesar masalah. Jika masalah uang selalu menjadi perhatian, kapan pendidikan bangsaku maju? Mimpi di pagi nan indah jika itu terwujud.
Mudah-mudahan sekadar soretan ini menggugah Mendiknas dan jajarannya jika memang masih punya kesadaran. Miris saya mendengar kabar tentang dunia yang membesarkanku: dunia pendidikan. Semoga informasi ini bermanfaat. Amin. Terima kasih.
Selamat Pagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H