Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harta Termahal

14 September 2010   22:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:14 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak terasa, hari ini telah memasuki hari keenam bulan Syawal. Artinya, kita telah berada di penghujung suasana lebaran. Akankah kita bertemu lebaran tahun depan?

Menurut saya, harta tak ternilai yang dimiliki manusia bukanlah emas dan permata. Bukan pula deposito dan perusahaan. Dan bukan tumpukan uang dan rumah megah. Pada suatu saat, semua harta nan kasat mata itu akan ditinggalkan pemiliknya. Tak satupun harta itu dibawa ke liang lahat.

Sesungguhnya, harta paling berharga adalah masa atau waktu. Harta itu selalu dicari-cari. Berapapun harganya selalu dibayar. Cobalah sekali waktu kita pergi ke rumah sakit. Begitu banyak orang tergeletak di sana. Apa yang mereka cari? Kesembuhan. Untuk apa kesembuhan? Menikmati hidup. Bagaimana cara menikmati hidup? Ya tentu dia harus hidup alias bernafas.

Setiap detik, umur atau usia kita bertambah. Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan (KBBI, 2008:1526). Batasan umur merupakan hak mutlak Tuhan. Artinya, Tuhan menjadi pemilik umur itu. Jika sewaktu-waktu Tuhan memintanya, kita harus memberikannya. Maka, demi waktu telah diucapkan Tuhan hingga empat kali (semoga tidak salah): demi waktu, demi waktu dhuha, demi waktu fajar, dan demi waktu malam.

Sumpah Tuhan atas waktu di atas merupakan indikator bahwa manusia memang sering menyia-nyiakan waktu. Manusia sering menggunakan waktu dengan sesuatu yang tidak berguna dan bermanfaat baginya dan orang lain. Terlebih bagi manusia muda. Mereka seakan berkeyakinan kuat bahwa umurnya masih panjang atau lama.

Kita harus belajar kepada lingkungan. Cobalah kita saksikan buah kelapa. Ketika masih bunga, ia – bunga itu – jatuh, kita menganggapnya gejala alam dan wajar. Ketika masih sekepal (di kampungku disebut bluluk) dan jatuh, kita menganggapnya wajar dan alami. Ketika menjadi degan atau kepala muda dan jatuh, kita masih menganggapnya wajar dan alami. Bahkan, kita menganggapnya masih wajar dan alami ketika buah kelapa itu sudah tua dan terpaksa tidak jatuh karena terjepit pelepah kelapa.

Manusia pun demikian. Ada ”calon” bayi dan keguguran itu merupakan gejala alam. Ada bayi atau remaja meninggal, itu adalah wajar. Ada orang yang berusia seperti kita dan mati, kita menganggapnya wajar. Namun, ada orang tua renta yang justru tidak segera meninggal, kita pun menganggapnya wajar meskipun kita kadang berharap agar dia segera meninggal.

Kita telah mengetahui bahwa mati adalah bagian dari rahasia kehidupan. Mati akan datang dan menghampiri kita setiap saat dan waktu. Hari ini kita bisa bekerja dan tertawa. Namun, bisa jadi hari ini adalah hari terakhir kita bekerja dan bisa tertawa. Mati dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan bagaimana pun caranya.

Ramadhan telah berlalu. Kini kita disibukkan kembali dengan rutinitas. Kesibukan bekerja sering membuat kita lupa diri, lupa waktu, lupa Tuhan, dan lupa mati.Cobalah sekali waktu kita bertanya, masihkah Tuhan berkenan untuk memperjumpakan kita dengan Ramadhan tahun depan? Tak seorang pun berani menjawab pertanyaan ini. Oleh karena itu, marilah kita meminta kepada Tuhan agar berkenan mempertemukan Ramadhan tahun depan kepada kita.

Ya Allah, maafkan segala kesalahan hamba. Ampunilah segala dosa karena kesombongan diri hamba. Engkaulah pemilik maaf dan ampunan. Kiranya Engkau berkenan, hamba meminta agar Engkau berkenan memanjangkan umurku. Hamba rindu Ramadhan. Namun, hamba takut dan takut sekali. Masihkah Engkau mempertemukanku dengan Ramadhan? Saya bermohon ya Tuhan, berikanlah kesempatan kepadaku untuk berbenah. Saya ingin menjadi hamba-Mu yang baik. Tegurlah hamba-Mu dengan teguran yang santun. Janganlah Engkau biarkan hambaku keluar dari jalan-Mu. Hamba takut dan teramat takut, jangan-jangan lebaran kemarin adalah lebaran terakhir bagi hamba. Hamba percaya bahwa Engkau Maha Mendengar. Maka, kabulkanlah permohonan hamba ini Amin. Selamat pagi, selamat melanjutkan aktivitas, dan semoga bermanfaat. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun