Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemimpin Ideal

3 September 2010   21:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:28 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa sahabat, ada seorang pemimpin yang futuristik, obsesif, dan selalu optimis. Pemimpin itu mampu membawa kemakmuran rakyatnya. Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Sampai-sampai, harta zakat tidak ada yang menerimanya. Siapakah dia?

Jawabnya: Umar bin Abdul Aziz. Beliau adalah pemimpin yang sangat dikagumi dan dibanggakan rakyatnya. Ini disebabkan pola kepemimpinan yang memihak kepada kepentingan rakyat.

Umar bin Abdul Aziz mengawali kariernya dari bawah. Awalnya, beliau hanyalah rakyat biasa. Lalu, beliau bercita-cita untuk menjadi bupati. Selangkah demi selangkah, beliau menapaki kariernya. Akhirnya, beliau menjadi gubernur dan hingga menjadi khalifah.

Semasa pemerintahan beliau, rakyat dibuat tercengang. Pola pikirnya futuristik atau visioner. Artinya, pemikirannya jauh dan mampu memperkirakan keadaan negaranya untuk waktu yang akan dating. Kematangan pemikiran ini diperoleh karena memang beliau adalah orang kharismatik, rendah hati, sederhana, dan merakyat.

Ketika menjadi gubernur, beliau sempat berkeinginan untuk membeli (zaman dahulu memang menggunakan istilah beli) budak cantik. Budak cantik ini dipelihara oleh orang kaya. Mengetahui bahwa peminat budak adalah pejabat, pemilik budak tidak mengizinkannya.

Penolakan pemilik budak ini menyebabkan Umar bin Abdul Aziz patah arang atau patah hati. Beliau sering murung memikirkan budak idaman hatinya. Hingga beliau menjadi seorang khalifah.

Mengetahui suaminya memang menginginkan budak cantik itu, istri Umar bin Abdul Aziz mencari informasi. Keinginan untuk mengabdi kepada sang suami, istrinya berusaha menebus budak cantik itu. Setelah berusaha maksimal, budak cantik itu akhirnya didapatnya juga. Istri Umar bin Abdul Aziz itu pun menghadiahkan budak cantik itu kepada suaminya.

Namun, apa kata Umar bin Abdul Aziz? Beliau menjawab, “Saya kini tidak lagi berhasrat kepada budak itu. Kini saya milik rakyat. Saya harus memikirkan rakyat daripada memikirkan keinginan pribadi itu. Saya takut rakyatku nanti tidak lagi mempercayaiku.” Akhirnya, budak cantik itu dimerdekakannya.

Begitulah pola pikir sejati seorang pemimpin: selalu memikirkan nasib rakyatnya meskipun mempunyai keinginan pribadi. Meskipun beliau sangat berhasrat kepada budak cantik itu, keinginan itu dapat diredamnya. Yang dipikirkan hanyalah nasib rakyat.

Karena kedekatannya kepada rakyat, beliau mengetahui keadaan rakyat dengan tepat. Dengan pola kepemimpinan yang selalu memihak kepada rakyat, beliau benar-benar memikirkan kesejahteraan rakyat. Dengan kebijaksanaannya, Umar bin Abdul Aziz dapat menciptakan kondisi rakyatnya dalam baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur (negara yang baik dan dirahmati Allah).

Bahkan, rakyatnya menolak jika diberi harta zakat. Semua rakyatnya merasa berkemampuan untuk berzakat. Mereka tidak lagi mengharapkan bantuan dari harta zakat. Praktis harta zakat itu menumpuk di baitul mal. Sebagian harta zakat itu diberikan kepada fakir-miskin negara tetangga.

Jika menyaksikan kondisi rakyat Indonesia, saya itu merasa sangat teramat prihatin. Hanya sekadar memperoleh uang Rp 10.000, mereka berdesak-desakan hingga ada yang meninggal sia-sia. Hanya untuk mendapatkan sembako gratis, mereka rela mengantre hingga berjam-jam di tengah terik matahari. Ya Allah, beginikah nasib rakyat bangsaku. Kemanakah para pemimpin mereka? Sudah butakah dan tulikah para pemimpin mereka? Tega-teganya para pemimpin itu tertawa-tawa menyaksikan rakyatnya yang sedang meregang nyawa. Sungguh pemimpin yang sangat tidak layak menjadi pemimpin.

Saat ini, kita masih berada di Bulan Ramadhan. Marilah kita saling berintrospeksi diri. Selaku pemimpin, teladanilah kesederhanaan Umar bin Abdul Azis. Jika para pemimpin kita mau meneladani pola kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, Indonesia tidak akan diremehkan negara-negara tetangga. Negara kita tidak lagi menjadi pengekspor TKI untuk sekadar mencari ringgit atau dolar. Negara kita akan berwibawa karena pemimpinnya benar-benar memikirkan rakyatnya.

Selaku rakyat, saya berdoa untuk kebaikan bangsa saya. Semoga bangsa ini menjadi lebih baik karena kezuhudan para pemimpin. Jika pemimpin baik, pastilah rakyatnya baik. Saya memimpikan bangsa saya dapat menjadi negara seperti kisah di atas. Namun, itu masih sebatas mimpi saya. Semoga ini tidak menjadi sebatas mimpi. Selamat pagi, selamat menunaikan ibadah puasa, dan semoga bermanfaat. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun