Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Restoran 3 Huruf

31 Mei 2010   00:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:51 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_153951" align="alignleft" width="300" caption="Lik Kusnari sedang menyajikan segelas jahe hangat"][/caption]

Di kampungku, tepatnya sebelah barat devie.net, ada sebuah warung makan sederhana. Masyarakat kampungku menyebutnya restoran 3 huruf alias hik. Iya, sebuah warung yang menyajikan beragam menu kampong. Nasi kucing, tempe bacem, tempe goring, tahu bacem, tahu goreng, pisang goreng ketela goring, belalang goreng dan lain-lain. Pokoknya, menu khas kampong.

Yang menonjol dan menjadi ciri khas hik ini adalah sajian jahe hangat. Sajian minuman ini sangat digemari masyarakat kampungku. Ini disebabkan jahe hangat ini memang lain daripada yang lain. Benar-benar istimewa. Apa sih keistimewaannya?

Jahe yang masih utuh dan mentah dibakar. Lalu, kulitnya dikelupas. Usai itu, jahe digepuk dengan palu dari kayu. Ingat, jahe tidak boleh terlalu hancur.

[caption id="attachment_153953" align="alignleft" width="300" caption="Segelas jahe hangat seharga Rp 1.500"][/caption]

Jahe yang telah digepuk tadi dimasukkan ke gelas. Masukkan gula jawa atau gula merah. Tuangkan air panas yang mendidih. Tak berapa lama, air di gelas akan berubah warna menjadi kecoklatan atau kemerahan. Nah, itu pertanda wedang jahe siap disajikan.

Begitu rumitnya menyajikan segelas jahe hangat. Itu tak sebanding dengan harganya. Bayangkan saja. Segelas besar wedang jahe itu hanya seherga Rp 1.500. Wouw, murah sekali, kan?

[caption id="attachment_153955" align="alignleft" width="300" caption="Sajian khas hik"][/caption] Seperti malam tadi. Usai mem-posting tulisan berjudul Awal Menjadi Penulis, saya singgah untuk mencicipi segelas jahe hangat. Dengan uang Rp 5.000, perutku sudah  cukup kenyang. Agar disayang istri, tak lupa kubawakan jahe hangat juga. Sesampai di rumah, ya pembaca kompasiana tentu sudah bisa menebak, hadiah apa yang diberikan istri tercinta? Ayo, tebak! (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun