Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengendalikan Diri

12 Februari 2015   01:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:22 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14236541811870399842


Oleh Johan Wahyudi1)

Orang perkasa bukanlah orang yang kuat mengangkat sekian kilo barang. Bukan pula orang yang tahan dipukul berkali-kali. Sesungguhnya orang perkasa adalah orang yang mampu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu meskipun memiliki dorongan kuat untuk melakukannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering dibuat jengkel atau emosi oleh rekan, teman, saudara atau lainnya. Pada awalnya, kita berusaha bersabar seraya tak membalas ejekan atau cemoohan itu. Namun, emosi langsung meluap ketika ejekan atau cemoohan itu tak juga berhenti meskipun kita cenderung sudah mengalah. Di sinilah kesabaran kita benar-benar diuji.

Ketika sedang menghadapi situasi demikian, ada baiknya kita mengambil pelajaran dan teladan dari Nabi Muhammad SAW. Ketika sedang berdakwah, tak henti-hentinya beliau dicaci maki, dihujat, difitnah, bahkan disakiti fisiknya. Dalam kondisi demikian, malaikat Jibril sempat merayu beliau agar diizinkan untuk menimpakan Jabal (Gunung) Uhud kepada orang-orang yang menyakitinya. Namun, apa hendak dikata, beliau justru menasihati Malaikat Jibril dan mengajaknya untuk mendoakan orang-orang yang menyakitinya agar Allah segera memberikan hidayah.

Maka, ketika menghadapi emosi nyaris tak terkendali, cobalah perhatikan tiga nasihat berikut. Pertama, apa untungnya menang berkelahi. Menang jadi arang dan kalah jadi abu adalah peribahasa untuk menggambarkan akibat dari sebuah perkelahian. Tidak ada pihak yang diuntungkan. Kedua pihak pasti rugi.

Kedua, tarik nafas panjang. Tarik nafas panjang dan tahanlah nafas sejenak, pejamkan mata, dan tutup mata barang sedetik. Gunakanlah waktu sedetik itu untuk membayangkan batu yang pecah. Sekuat apapun lem dan serapi apapun pekerjaan, tak mungkin batu itu kembali ke bentuk semula. Pasti ada cela yang tak bias dihilangkan. Itulah akibat dari lapuhnya emosi.

Ketiga, takutlah dikucilkan. Seribu teman masih kurang tetapi satu musuh itu kebanyakan. Teman itu susah didapat sehingga kita sebaiknya menjaga pertemanan itu. Jika terjadi perselisihan, hendaknya hubungan baik tetap dijaga. Tidak ada orang sempurna karena sifat manusia memang mudah lupa dan sering berbuat salah. Jadi, kita hendaknya bersabar dan cenderung mengalah daripada memutus pertemanan. Ingat nasihat Nabi Muhammad, “Diharamkan bau surga baginya jika ia mendiamkan saudaramu lebih dari 3 hari.”

1)DirekturEDU Training Centre, KetuaIGI Soloraya/,Kolumnis RubrikPetuahMajalahSMARTEEN, KolumnisGuru Perlu TahuKoranSolopos, Penulis Buku, PTK, Jurnal, dan pemilik fanspageGuruMenulis.

Catatan: Artikel di atas telah dimuat Majalah Smarteen edisi Februari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun