Adalah menarik untuk membahas soal gaya hidup manusia yang merantau dan pulang kampung (pulkam) setelah sekian lama bermukim di luar daerah. Orang orang Minahasa yang merantau menganut nilai nilai budaya yang diwariskan oleh leluhurnya. Nilai nilai yang unik dan perlu dibahas sekilas disini.
Perantau orang Minahasa yang bermukim di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya atau di daerah lain dikenal dengan istilah "Kawanua". Di Jakarta ada organisasi yang dikenal dengan nama Kerukunan  Keluarga Kawanua (KKK) atau K3. Di organisasi ini terhimpun orang orang yang berasal dari beberapa suku yang ada di Minahasa dan bergabung disana. Ada yang berasaal dari suku Tonsea, Tomohon, Tondano, Tountemboan dan Tounpakewa serta Bantik.
Beraneka ragam profesi anggota KKK ini. Ada tentara, polisi, pengusaha, pns (guru), pelaut, Â pegiat seni dan budaya dan profesi lain yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Nilai budaya tradisi adat Minahasa.
Orang Minahasa memiliki warisan budaya adat yang diturunkan kepada generasi turun temurun. Seseorang yang akan merantau ke luar daerah akan dibekali dengan wejangan dan pusaka warisan leluhur. Ada wejangan yang diturunkan oleh dotu (leluhur) bernama Ngeluan (kini dikneal nama/marga Nelwan) begini: Kemanapun atau dimanapun kau pergi dan berpijak maka tinggallah dan kuasailah. Jangan takut dan berbaurlah dan berbuat baik dengan siapapun.
Ada juga ungkapan:Â Siapa kau siapa aku. Menggambarkan rasa percaya diri yang tinggi bahwa manusia itu sama dan sederajat. Minahasa adalah daerah yang unik dan tidak pernah memiliki wilayah yang bernuansa kerajaaan sehingga sifat dan kepribadian yang tidak merasakan perlakuan perbedaan kelas antara kaum bangsawan dan rakyat tidak pernah dialami oleh warga Minahasa tempo dulu.
Ada pula budaya dan tradisi yang unik. Biar kalah nasi asal tidak kalah aksi. Budaya yang cenderung bikin ada orang Minahasa yang dianggap bergengsi tinggi. Biar hidup paspasan namun tidak mau kalah dalam penampilan, baik dalam berbusana dan penampilan dalam berbagai aktivitas pesta dan upacara tertentu. (ini yang bikin fenomena pamer perantau yang pulang kampung sukses maupun belum sukses dianggap biasa saja).
Catatan pribadi tentang perantau orang Minahasa.
Saya pernah membaca, mendengar dan bertemu langsung dengan orang orang perantau yang menarik untuk ditulis yang dapat digunakan sebagai penambah wawasan pengenalan sekilas.
Pertama, yang melatar belakangi orang Minahasa merantau adalah keinginan yang kuat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara di dunia pendidikan. Guru berusia muda di kirim ke Sulawesi Tengah dan bekerja dan menetap disana. Ada anak  dari guru disana  datang kembali ke Manado antara lain jadi dosen bergelar guru besar di salah satu niversitas negeri.Â
Paman saya jadi guru di Makasar dan karena adanya peristiwa Kahar Muzakar disana, paman saya tidak diketahui jejaknya bak di telan bumi. Selain itu, merantau karena ingin jadi pelaut. Pelaut kapal luar negeri dan dalam negeri.
Kedua, tidak semua perantau orang Minahasa mengalami sukses dalam pekerjaannya dan hidup mapan.Perantau ini bila pulang kampung akan disambut dengan sukacita oleh keluarga besar. Telah berhasil maupun tidak tetap disambut dengan ucapan syukur oleh keluarga terutama orang tuanya. Yang sukses tentu akan berupaya menyenangkan hati orang tua dengan membawa oleh oleh yang disukai orang tua bahkan ada yang suka merenovasi rumah orang tua.
Ketiga, saya teringat dulu ketika masih kecil bila paman saya seorang kapten kapal laut datang dan berlabuh di pelabuhan Manado saya dan keluarga diajak berkunjung ke kapal yang berlabuh.
Keempat, saya pernah mengetahui dulunya ada beberapa perantau yang sukses terutama dikalangan militer yang di godok jadi gubernur melalui organisasi KKK Jakarta, antara lain H V Worang, G H Mantik, Willy Lasut, EE Mangindaan, C J Rantung. Begitu juga di kalangan sipil Gubernur saat ini Olly Dondokambey. Bupati Minahasa Utara, Joune Ganda adalah sosok perantau yang sukses jadi pengusaha di Jakarta dan di promosi jadi bupati.
Kelima, saya salut terhadap para perantau di Jakarta. Mereka sangat peduli dengan saudara saudara yang tertimpa bencana alam di Manado. Ketika ada bencana banjir meluapnya air sungai Tondano, saya diajak menjadi koordinator penyaluran bantuan yang terkumpul dari mereka ke pihak yang terkena musibah. Ini artinya perantau ini pulkam bukan untuk pamer namun untuk mengakrualisasikan program peduli bencana alam.
Keenam, saya anggap bila ada perantau yang mudik atau pulang kampung dan membawa ole ole buat orang tua dan keluarga merupakan sesuatu hal yang wajar. Terlepas dia sukses atau tidak bahwa menyenangkan hati orang tua dan saudaura sebagai suatu kesenangan tersendiri. Rasa bahagia jumpa keluarga merupakan sesuatu yang tak ternilai dengan materi.Â
Cinta dan kasih sayang adalah dasar utama yang tertanam dalam hati setiap insan perantau ini. Nilai nilai yang tertanam dari budaya dan adat yang selalu jadi pedoman hidup dan dilestarikan dan di tumbuh kembangkan.
Nah, saya akhiri tulisan ini dengan mengingat lagu lama nan manis Titiek Sandhora berjudul Merantau. Mungkin ada yang masih ingat bagian syairnya....Bila kuingat...masa yang telah silam...Kudibesarkan oleh ibuku dikampung halamanku...Tapi kini hanya...kenangan yang kualami.....
Begitulah.
Semoga bermanfaat.
JM-14042022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H