Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Metaverse, Mengapa Tidak?

7 April 2022   13:00 Diperbarui: 7 April 2022   18:26 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arus kuat teknologi digital canggih melanda dunia termasuk Indonesia. Arus gelombang maha dahsyat ini sulit terbendung dan memasuki sendi sendi kehidupan manusia di era kini. 

Tak bisa dipungkiri, metaverse menjadi aplikasi digital yang semakin tren dan diminati masyarakat dunia. Masyarakat Indonesia sadar atau tidak sudah dirasuki teknologi canggih ini.

Faktanya, fakultas kedokteran UNIKA Atmajaya dan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) mulai menggunakan teknologi metaverse dalam perkuliahan mahasiswa.

Dunia pendidikan kedokteran yang menggunakan fasilitas aplikasi metaverse ini akan lebih seru dan menarik. Para mahasiswa akan lebih mendalami pemahaman tentang tubuh manusia yang hanya dipahami melalui buku buku teks kedokteran. 

Melalui metaverse, mereka akan lebih mengetahui seluk beluk terdalam misalkan tentang otak, jantung, ginjal dan cara kerja peredaran darah manusia secara digital yang seakan akan nyata.

Dunia pendidikan teknologi multimedia akan mendidik mahasiswa menjadi insan yang menguasai teknologi canggih sebagai potensi sumber daya manusia yang memiliki ipteks bidang multimedia canggih.

Informasi kedua institusi itu menunjukkan bahwa metaverse dapat dijadikan kurikulum mata kuliah di perguruan tinggi di Indonesia. Kurikulum metaverse, kenapa tidak?

Kendala

Penerapan kurikulum metaverse dalam dunia pendidikan tentu akan diperhadapkan dengan kendala. 

Wajarlah bila sesuatu hal baru akan menimbulkan pro dan kontra. Apalagi kondisi negeri kita yang luas dan terdiri dari kepulauan dan masih terdapat wilayah yang disebut terpencil, terluar dan terkebelakang. 

Hal ini menunjukkan kondisi ketidakmerataan ketersediaan sarana prasarana yang mumpuni dalam dunia teknologi dan sarana prasarana penunjang lainnya.

Aktivitas dunia pendidikan kita yang di gerakkan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI sudah memiliki aturan main dan program kerja termasuk kurikulum pendidikan yang baku. 

Pendidikan sudah diatur dalam UU dan pemberlakuan sistem pendidikan nasional. Program Merdeka Belajar sebenarnya awal mulai diberlakukan aktivitas pendidikan secara virtual menjadi awal penerapan aplikasi digital dalam pendidikan.

Jadi, penerapan metaverse secara nasional akan mengubah kurikulum dan tentunya akan dibahas bersama dengan pihak kelembagaan yang terkait misalkan dengan DPR RI. Perlu dipertimbangkan secara matang karena namanya teknologi canggih memerlukan atau membutuhkan biaya yang besar dan ini menjadi salah satu kendala dalam penerapan program metaverse ini.

ilustrasi metaverse (Sumber: republika.co.id)
ilustrasi metaverse (Sumber: republika.co.id)

Solusi

Kendala penerapan metaverse dalam dunia pendidikan ini diperlukan komitmen semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan di negeri ini. 

Pemerintah, pengusaha, pemerhati pendidikan, organisasi guru, orang tua perlu diminta pendapat dan gagasan yang konstruktif penerapan metaverse dalam dunia pendidikan.

Pendidikan metaverse perlu disosialisikan secara gencar kepada publik. Penerapan kurikulum dilaksanakan secara bertahap dimulai dari pendidikan di kota kota besar kemudian ke daerah daerah termasuk pedesaan. 

Metaverse dimasukkan dalam mata kuliah dasar dan umum di perguruan tinggi, seperti mata kuliah Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan yang sudah berlaku hingga kini.

Antisipasi (Catatan pribadi penulis)

Penerapan kurikulum metaverse menurut saya sah sah saja. Kalau tidak, kita akan ketinggalan dalam dunia teknologi canggih dengan negara negara lain. 

Konsekuensi yang harus di tanggung adalah kita harus membayar mahal terhadap perusahaan pembuat dan yang memproduksi aplikasi ini. Teknologi canggih itu mahal.

Bagi saya, belum tentu teknologi itu akan berdampak positif terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara kita. 

Bangsa Indonesia yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan yang berasaskan kekeluargaan dan jiwa gotong royong yang tinggi akan terpengaruhi dengan sistem aplikasi metaverse yang mengarah ke sifat individualistik. Sifat ini sangat bertolak belakang dengan sifat kegotongroyongan masyarakat Indonesia.

Metaverse akan menciptakan dunia yang baru, dunia yang berbeda dimana orang orang akan menggunakan peralatan tertentu dalam berkomunikasi. Artinya, hubungan manusia hanya berlangsung secara maya dan bukan secara langsung dan nyata.

Kita perlu mengantisipasi agar supaya teknologi canggih, boleh di bilang super canggih ini akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat yang sudah berlangsung lama di negeri kita tercinta ini. 

Jangan sampai kita terjebak dalam upaya penjajahan model baru yang terkandung maksud pihak tertentu yang secara halus akan "mencuci otak" kita dengan dunia khayalan yang memang sangat menarik dan menggiurkan itu.

Mungkin saja catatan antisipasi pribadi ini akan berbeda dengan pandangan sahabat kompasianer. Mungkin saja ini dapat dijadikan topik diskusi sebagai wacana untuk menemukan solusi terbaik dalam upaya menyaring teknologi canggih yang sesuai dengan nilai nilai pribadi kehidupan masyaarakat Indonesia.

Akhirnya, bila saja metaverse ini hanya dimanfaatkan untuk aktivitas positif agar lebih meningkatkan mutu SDM rasanya kita harus dukung bersama. Kurikulum metaverse, kenapa tidak?

JM-07042022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun