5. Pertumbuhan Ekonomi Lebih Lambat
Jadi, selama perang Rusia Ukraina belum berakhir bahkan akan terus berlangsung maka pasti akan berdampak terhadap perekonomian global alias perekonomian di negara negara yang ada disekitarnya.
Indonesia yang sudah berada di pusaran globalisasi ekonomi dunia pasti akan kena dampak negatif perang ini. Kini kita mulai dan sedang merasakan dampak negatif perang itu. Contoh kongkritnya, kelangkaan minyak goreng yang membuat emak emak menjerit, harus antri berlelah demi mendapatkan jatah minyak goreng dan ada emak emak yang pingsan.
Kelangkaan minyak goreng ini disinyalir ada pihak yang menimbun dan diduga mengekspornya ke luar negeri. Wajarlah pengusaha akan lebih memilih keuntungan bila menjual minyak goreng dengan harga yang tinggi di luar negeri. Ini teori ekonomi pasar dimana pasar luar negeri membutuhkan minyak goreng yang kemungkinan diakibatkan secara tidak langsung dari dampak perang.
Ukraina yang jadi sumber gandum kebutuhan dunia dilanda konflik tentu akan berpengaruh besar terhadap ketersediaan gandum dunia. Secara ekonomi harga gandum akan melambung dan produsen bahan baku gandum seperti pakrik roti dan mie akan menghadapi kesulitan pengadaan stok produksinya.
Nah, mau tidak mau sebagai masyarakat Indonesia kita harus siap siaga menghadapi tantangan dan risiko dampak perang Rusia Ukraina yang belum berakhir ini.
Menghadapi kelangkaan makanan, strateginya pemerintah dan masyarakat sebaiknya proaktif dan antisipatif. Manfaatkan lahan tidur atau lahan kritis dengan menanam tanaman yang dapat menjadi alternatif sumber pangan. Menanam ketela pohon, keladi, ubi jalar, porang, jagung, kedelai, kacang hijau di lahan yang tersedia yang belum di olah. Masyarakat khususnya petani harus sepenuhnya menunjang program ketahanan pangan hingga ke pelosok pelosok desa.
Itu saja.
JM-24032022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H