Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Pahlawan Nasional Robert Wolter Monginsidi

7 September 2019   09:26 Diperbarui: 7 September 2019   10:01 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi(sumber: pinterest/Wailan Menayang)

Kita sudah mengenal sepak terjang sosok pahlawan nasional Robert Wolter Mongisidi lewat buku-buku sejarah di sekolah. Ya, Robert Wolter Mongisidi yang akrab di sapa Bote oleh keluarganya dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional yang di kenal berjiwa patriotik yang tinggi.

Robert Wolter Mongisidi adalah pemuda Minahasa dari suku Bantik yang ikut menggelorakan perlawanan terhadap kaum penjajah Belanda. Beliau trlibat dalam perjuangan melawan NICA (Netherlands Indies Civil Administration/ Administrasi Sipil Hindia Belanda) di Makasar.

Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lain lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) yang kemudian melecehkan dan menyerang posisi Belanda. 

Beliau di tangkap Belanda pada 28 Februari 1947 namun berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda kemudian menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya.

Mongisidi di eksekusi mati oleh tim penembak pada 5 September 1949. Kala itu usianya baru 24 tahun. Ketika akan di tembak mati, Robert Wolter Mongisidi meminta untuk tidak di tutup matanya, serta sempat meneriakkan pekik MERDEKA sebanyak tiga kali.

Jasadnya di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makasar pada 10 Nopember 1950.

Robert Wolter Mongisidi memang merupakan salah satu tokoh penting yang sangat disanjung khusus oleh warga suku Bantik di Manado. Beliau lahir di Malalayang Manado Sulawesi Utara 14 Februari 1925 , dari keluarga ayah bernama Petrus Mongisidi dan ibu Lina Suawa. 

Meninggal di Pacinnang Makasar Sulawesi Selatan 5 September 1949. Ketika jenasah Mongisidi di ambil oleh keluarganya, dari balik Alkitab yang diapitnya ketika di tembak mati, terselip sebuah kertas yang bertulis tangan "Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan".  Kalimat inilah yang menjadi kalimat heroik warga suku Bantik.

Tidaklah heran apabila setiap tahun pada tanggal 5 September khususnya warga suku Bantik di Manado memperingati wafatnya Rober Wolter Mongisidi dengan menggelar acara Pagelaran Budaya Adat Suku Bantik.

Selain itu, kisah kehidupan Robert Wolter Mongisidi yang menarik ini dilirik pembuat film layar lebar. Kisahnya dapat disaksikan lewat film "Tapak-tapak Kaki Wolter Mongi(n)sidi" dengan aktor utama Roy Marten.

Robert Wolter Mongisidi memperoleh penghargaan tertinggi negara Indonesia yaitu Bintang Mahaputra (Adipradana) pada 10 Nopember 1973 yang diterima ayahnya Petrus Mongisidi(waktu itu berusia 80 tahun). 

Sebagai penghargaan kepada beliau, namanya di abadikan sebagai Bandara Wolter Mongisidi di Kendari Sulawesi Tenggara. Nama KRI Wolter Mongisidi dan Yonif 720/Wolter Mongisidi.

Nah, tak bisa di pungkiri bahwa Robert Wolter Mongisidi adalah sosok patriotik bangsa yang gagah berani. Semangat juangnya ini kiranya dapat menginspirasi generasi muda bangsa dan memotivasi semangat cinta tanah air ini. 

Beliau adalah sosok yang patut di teladani oleh kita sebagai bangsa yang besar, bangsa yang cinta tanah air dan bangsa yang berkomitmen persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesi.

Saya teringat ungkapan Bung Karno "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa-jasa para pahlawannya". Robert Wolter Mongisidi adalah salah satu dari pahlawan nasional bangsa Indonesia. 

Beliau adalah milik bangsa Indonesia sehingga sejatinya peringatan mengenang wafatnya bukan hanya diselenggarakan oleh warga suku Bantik namun perlu di laksanakan secara Nasional di negeri ini.

Ingatlah apa yang pernah beliau tulis ketika akan di tembak mati "Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan". Kalimat itulah yang menyemangatinya untuk rela mati di usia 24 tahun di hadapan regu penembak tanpa menutup matanya.

Demikian sekilas catatan mengenang wafatnya pahlawan nasional asal Sulawesi Utara, Robert Wolter Mongisidi.

Semoga bermanfaat!

Manado, 7 September 2019.

sumber: kompas.com; id.wikipedia.org;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun