Selain itu, diatur dalam ketentuan bahwa tenaga guru di sekolah dasar ini tenaga sarjana pendidikan yang spesial di siapkan. Boleh saja guru-guru yang sudah ada di tingkatkan kemampuan dan ketrampilan mengajarnya atau tenaga tambahan yang spesialis. Guru-guru ini pun mestinya di beri upah yang memadai sehingga mereka tidak bekerja lain  untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Seandainya pedidikan dasar ini 7 tahun, smk/sma 3 tahun maka usia 15 tahun sudah dapat kuliah dan memungkinkan mereka jadi sarjana di usia 19 tahun. Bila mereka melanjutkan studi lanjut Strata 2 dan strata 3 dalam waktu 5 tahun maka Indonesia akan mampu menghasilkan Doktor dalam usia 24 tahun. Usia produktif ini menjadi aset bangsa yang siap membangun negeri.
Percepatan waktu pendidikan ini selain memperpendek waktu studi juga akan mengurangi anggaran pembiayaan orang tua. Dilain sisi, akan mendukung tersedianya aset bangsa dan negara di berbagai sektor pembangunan.
Argumen mendasar lainnya, bila mengamati kondisi anak-anak sekolah dasar yang sudah mengenal dan lebih paham penggunaan telepon genggam yang memiliki aneka ragam ipteks maka lewat arahan guru-guru yang profesional alat ini dapat memicu siswa lebih mengenal dan menguasai ipteks.
Tulisan ini merupakan gagasan dan tentu masih perlu di perbincangkan lebih matang akan sisi positif dan negatifnya bagi kepribadian anak didik. Gagasan sederhana dan gila ini bisa menimbulkan pro dan kontra.Â
Gila karena gagasan ini menabrak sistem yang sudah cukup lama dan berakar di negeri ini. Persoalannya kalau kita di tuntut untuk masuk di era percepatan dan kita tidak melakukan langkah-langkah konkrit percepatan pendidikan dasar maka kita akan ketinggalan dengan negara-negara tetangga yang sudah lebih maju sistem pendidikannya.
Pendidikan dasar 7 tahun, mengapa tidak?
Salam Kompasiana.
JM:18062019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H