Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budaya Latah, Ditinggalkan atau Dipertahankan?

26 Mei 2019   11:27 Diperbarui: 26 Mei 2019   11:33 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Latah (sumber:youtube.com/ahmadjauhari)

Fenomena latah sering kita saksikan terjadi di negeri ini. Latah yang dulunya jadi istilah kedokteran kini menjurus ke berbagi aspek kehidupan manusia. Wikipedia mendefinisikan latah sebagai suatu keadaan fisik dimana penderita secara spontanitas mengeluarkan respon terhadap suara atau gerakan yang sifatnya mengagetkan penderita. 

Lanjut, latah dianggap sebagai suatu sindrom khususnya kebudayaan, dimana sering terjadi dalam masyarakat di kawasan Asia Tenggara terutama di Indonesia dan Malaysia.

Banyak tulisan artikel yang sudah menulis tentang soal Latah. Antara lain, budaya latah:kecanduan atau trend?, Latah: penyakit, kebiasaan atau budaya?, budaya lataah bangsa Indonesia, fenomena latah sosial: sebuah kebiasaan atau budaya dan budaya latah harus segera punah!

Ada tulisan yang menyatakan bahwa fenomena latah dan saling meniru menjadi upaya seseorang atau kelompok untuk mengekspresikan dirinya dari kekangan sosial (tabu) dan melegalkan menjadi aksi "kekinian", seru-seruan, gila-gilaan. Kondisi ini mengindikasikan keterlibatan aktif seseorang atau kelompok mengikuti wacana atau mode yang sedang tren saat ini.

Contoh konkrit dalam masyarakat adalah budaya latah "nyontek" atau meniru ketika sedang ujian. Tawuran antara pemudaa atau pelajar adaah budaya latah. Ikut-ikutan. Ketika melihat mode rambut yang di gunting pendek di medsos atau tv, spontan para pemuda mengikutinya.  

Positifnya, menguntungkan tukang gunting rambut. Bandingkan dulu ketika mode rambut gondrong, kasian si pemangkas rambut kehilangan mata pencariannya. 

Begitu juga kalau seorang tokoh terkenal muncul di tv mengenakan kemeja kotak-kotak serentak akan terlihat orang-orang pake baju kotak-kotak.  Ketika seorang artis idolanya pakai pakaian yang katanya "belum selesai di jahit" serentak diikuti penggemarnya. 

Yang perlu di waspadai di era pesatnya kemajuan teknologi informasi dengan kemudahan mengakses internet adalah kesempatan dan kebebasan menyaksikan peristiwa dan kejadian yang mengandung kekerasan. 

Budaya barat yang kadang bertentangan dengan budaya timur secara bebas dapat di saksikan oleh pengguna internet, televisi. Bila sajian informasi tidak diawasi atau di biarkan merasuk pikiran generasi muda akan cenderung menciptakan budaya latah di kalangan generasi penerus.

Disinilah peran pemerintah, tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan terutama keluarga sangat diperlukan. Generasi muda adalah aset bangsa di masa depan harus dibina dan di didik mampu memilah-milah informasi yang di lihat di internet.

Saya anggap soal latah ada yang positif namun ada pula negatifnya. Latah positif adalah meniru keteladanan tokoh yang memberi spirit untuk maju. Tokoh yang memperlihatkan prilaku yang memperlihatkan rasa cinta tanah air, rasa cinta perdamaian, rasa cinta persatuan dan rasa cinta terhadap terciptanya ke utuhan bangsa dan negara.

Latah yang positif juga tercermin dari "gaya" para pelawak yang mempertontonkan ulah yang mengikuti gaya seorang tokoh. Ini kerap membuat kita terbahak-bahak saking lucunya. 

Latah negatif yang perlu kita hindari adalah tindakan memprovokasi, menyebarkan berita bohong dan hoaks. Ini berakibat fatal dan menimbulkan rasa kebencian yang menjurus ke dendam. 

Padahal kita hidup dalam suatu negara dan bangsa yang mengajarkan sikap saling menghargai, saling toleransi dan saling menopang demi kemajuan bersama menuju cita-cita.

Latah negatif yang suka mengadu domba, suka memecah belah persatuan, suka menang sendiri, perilaku yang tidak mempercayai terhadap sesama bangsanya adalah latah yang perlu kita tinggalkan.

Latah yang bersifat negatif lainnya adalah meniru kebiasaan melakukan kerusuhan. Di Inggeris latah ini sudah di tinggalkan karena pengalaman yang mereka alami dampak kerusuhan merugikan mereka sendiri. 

Itulah yang memunculkan aturan keras bagi orang atau kelompok yang berbuat rusuh dengan hukuman berat bahkan sampai hukuman mati. Di Eropah bahkan ada Undang-Undang Hitam, namanya.

Nah, tulisan sederhana ini semoga dapat memunculkan wacana di kalangan kompasianer berupa pro atau kontra: Latah di tinggalkan atau Di pertahankan!

Salam Kompasiana.

manado,26052019.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun