Tentang Kuda Hitam Alekhine pernah saya tulis di Kompasiana 8 April 2015 dan dapat dilihat di: Kuda Hitam AlekhineÂ
Nah, Apa kaitan antara pertahanan Alekhine dengan situasi perpolitikan di Indonesia?
Saya melihat adanya langkah-langkah kuda hitam yang dimainkan elit politik dimana melalui manuver politik memancing keluarnya bidak-bidak putih terus maju dan dikorbankan.Â
Kuda hitam ini melangkah dengan pasti dan satu persatu bidak putih maju terlalu jauh ke depan hingga dengan mudah di lahap. Contohnya adanya elit politik yang mulai melakukan langkah "blunder" yang sikapnya tidak mengindahkan aturan yang baku dan di arena catur akan di tegur wasit.Â
Tidak ada permainan catur yang permainan belum selesai lalu harus bilang saya menang. Kemenangan dalam permainan catur dinyatakan oleh wasit bahwa pemain ini menang atau kalah berdasarkan hasil yang ada di papan catur dan kedua pemain menanda tangani di kertas yang sudah disediakan wasit/panitia. Permainan dianggap selesai apabila salah satu pemain menyatakan kalah dengan merobohkan raja nya atau terbukti kalah dengan "mat".Â
Lazimnya dalam permainan catur terlihat pemain yang melihat posisi buahnya sudah gawat dan mengarah ke kekalahan akan bersikap dan mengeluarkan ucapan antara lain lawan main curang, wasitnya curang dan luapan emosi spontan. Pemain catur sejati akan lebih tenang dalam menerima kekalahan karena dalam permainan dituntut jiwa besar dan sportifitas yang tinggi.Â
Pecatur yang mengakui kekalahannya justru akan dihargai dan di hormati kalangan komunitas pecatur. Justru kekalahan itu jadi motivasi baginya untuk adakan tanding ulang ke depan.
Bagaimana menurut pendapat anda?
Ternyata dalam dunia politik relevan dengan permainan catur sehingga istilah "percaturan politik" itu eksis.
Dunia politik kadang putih menjadi hitam dan sebaliknya hitam menjadi putih. Hal ini seperti kotak-kotak di papan catur yang berjumlah 64, ada hitam dan ada putih nya. hehehe.
Gens Una Sumus.
Salam Damai.